Bobo.id - Teman-teman, sudahkah kamu memperhatikan Google Doodle hari ini?
Google Doodle hari ini menyuguhkan gambar seorang maestro musik campursari, Didi Kempot, untuk mengenang beliau.
Dilansir Kompas.com, sudah lebih dari 700 lagu campursari yang diciptakan beliau dalam bahasa Jawa selama 30 tahun kariernya.
Apakah teman-teman sudah pernah mendengar lagu campursari? Bagi kamu yang tinggal di luar pulau Jawa, mungkin masih asing dengan campursari.
Nah, kali ini Bobo akan mengajak teman-teman mengenal apa itu musik campursari. Yuk, simak bersama di sini!
Apa itu Musik Campursari?
Musik campursari adalah penggabungan beberapa jenis musik tradisional Indonesia (terutama musik jawa) dengan jenis musik modern yang sedikit kebaratan.
Jadi, ketika mendengarkan musik campursari, kita dapat mendengar suara musik tradisional sekaligus musik modern.
Campursari mulai populer di Indonesia karena peran Pak Manthous, pada akhir tahun 1980-an, dengan cara menambahkan instrumen keyboard dalam pertunjukan gamelan.
Lagu-lagu campursari umumnya diciptakan dalam bahasa Jawa, sehingga dianggap sebagai musik budaya khas Jawa.
Uniknya, Pak Manthous mampu menampilkan campursari dengan langgam yang sudah ada, dengan warna musik rock, reggae, gambang kromong, dan sebagainya.
Baca Juga: Mengenal Tari Tortor: Sejarah, Properti, Musik Pengiring, hingga Keunikannya
Saat ini, musik campursari sudah dianggap sebagai genre musik asli Indonesia, yang dinikmati hingga saat ini.
Mengenal Didi Kempot
Selain Pak Manthous, Didi Kempot juga disebut penyanyi yang terkenal sebagai maestro campursari.
Dilansir dari Kompas.id, Didi Kempot mengawali kariernya pada akhir tahun 1980-an sebagai musisi jalanan.
Pada waktu itulah, Pak Didi bergabung dengan grup musik Kelompok Pengamen Trotoar yang kemudian dijadikan akronim 'Kempot' pada namanya.
Akhir 1985, Pak Didi dan teman-temannya pergi ke Jakarta, dan baru bisa merekam karyanya pada tahun 1989.
Tahun itu, lagu Cidro, We Cen Yu, dan Moblong-Moblong mulai dikenal. Bahkan albumnya sukses besar di Suriname, Belanda.
Dengan banyak perjuangan, Pak Didi membuat banyak lagu dan merekamnya untuk bisa dinikmati pendengarnya.
Sampai pada pertengahan tahun 2019, video musik Pak Didi Kempot di Taman Balekambang, Solo, menjadi viral.
Semakin banyak orang dari lintas generasi yang mengenal beliau, sampai lagu-lagunya dinyanyikan baik orang tua dan orang muda.
Tidak hanya itu, Pak Didi Kempot juga dijuluki "The Godfather of Broken Heart" karena lagu-lagunya yang bertemakan kesedihan.
Baca Juga: Cari Jawaban Kelas 4 SD Tema 7, Macam Alat Musik Tradisional dari Indonesia
Musik Gamelan
Gamelan merupakan alat musik tradisional yang berasal dari pulau Jawa. Di pulau Jawa, ada gamelan Sunda dan gamelan Jawa.
Selain di Pulau Jawa, terdapat juga gamelan dari pulau Bali yang mempunyai bunyi dan alunan musik yang berbeda dengan gamelan Jawa.
Gamelan dimainkan dengan cara yang bermacam-macam. Ada yang dipukul dengan tangan, ada yang dipetik, ada yang digesek.
Gamelan Jawa terdiri dari perangkat musik berupa balungan, bonang, kendang, kenong, kethuk, kempul, dan gong. Balungan dalam gamelan Jawa terdiri dari saron dan demung, teman-teman.
Satu perangkat gamelan dapat menghasilkan bunyi dan harmonisasi yang indah, dari beberapa bunyi yang dihasilkan alat musik di dalamnya.
Sebagai seni kebudayaan Jawa, gamelan dapat dikolaborasikan dengan jenis seni budaya lain, seperti tarian tradisional, pertunjukan wayang, teater daerah, bahkan musik modern melalui musik campursari.
----
Kuis! |
Siapa tokoh yang memopulerkan campursari pertama kali? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Source | : | kompas.id |
Penulis | : | Grace Eirin |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR