Ajeng menelan ludah.
“I… iya…” sahutnya tergagap.
Seeerrr… bunyi angin mendesau di halaman belakang teras rumah. Ajeng menoleh. Lagi-lagi matanya menangkap sekelebatan putih kuning! Ajeng merinding. Seharian ini, ia seperti diikuti sesosok gadis berpayung geulis warna putih berbunga kuning. Persis seperti payung geulis antik milik Nia, tetangga Ajeng.
Payung geulis itu konon dulunya milik seorang putri Belanda kenalan nenek buyut Nia. Payung itulah yang menarik perhatian Pak Todi, pengusaha kaya dari Jakarta. Pak Todi datang ke rumah Nia dan melihat berbagai payung geulis yang dilukisi Nia. Pak Todi pun tertarik berbisnis dengan Nia.
Uh, di situlah Ajeng kesal! Payung hasil lukisannya juga tak kalah dengan hasil lukisan Nia. Pak Todi itu tadinya sudah sempat menelepon ke rumah Ajeng dan bermaksud datang ke rumah Ajeng. Eeeh… malah keburu suka payung karya Nia. Huh! Apalagi saat ini pesanan sangat sedikit. Entah kapan lagi ada pembeli lain yang berkunjung ke desa mereka.
Diam-diam, Ajeng pergi ke rumah Nia. Ia punya akal licik. Diangkatnya seekor kucing liar dan dicelupkannya keempat kaki si kucing ke dalam cat merah. Lalu, kucing itu dibuatnya mencakar-cakar payung-payung Nia. Tentu saja payung-payung itu jadi belepotan cat merah. Ajeng juga menciprat payung geulis antik itu dengan lumpur. Akal bulusnya berhasil. Pak Todi tidak bisa menunggu Nia membuatkan payung-payung baru. Akhirnya, Pak Todi kembali menghubungi Ajeng.
Ah, Ajeng senang sekali, mendapat banyak pesanan. Namun, sejak itu jugalah Ajeng merasa sering melihat sekelebatan payung geulis putih kuning itu. Hatinya semakin resah mendengar gosip dari para tetangga. Apalagi, beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau payung antik itu kini malah hilang!
“Kasihan payung putri Belanda itu. Pasti dia sedih karena kotor kena lumpur,” ucap Bu Bariah.
“Iya, payung itu, kan, payung keramat. Jangan-jangan dia lagi berkeliaran mencari kucing yang membuatnya kotor!” sahut Pak Ujang, membuat Ajeng yang sedang lewat semakin ketakutan.
Malam itu, tidur Ajeng tidak tenang. Di luar, hujan gerimis. Tak berapa lama, hujan mulai berhenti. Tiba-tiba… tuk tuk tuk… Ajeng membuka matanya. Bunyi apa itu? Tuk tuk tuk… Seperti bunyi ketukan pada jendela kamarnya.
Srek! Dibukanya tirai dan whuaaaahhh! Ada sesosok gadis berpayung geulis berdiri di depan jendela kamarnya!
Baca Juga: Dongeng Anak: Putri Kenanga dan Pangeran Jati #MendongenguntukCerdas
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR