Bobo.id - Apakah teman-teman pernah merasa diikuti saat sedang berjalan sendirian? Kalau pernah, mungkin pengalamanmu mirip dengan cerita misteri hari ini.
Cerita misteri hari ini mengisahkan tentang Ajeng yang merasa ada yang mengikuti dan menatapnya.
Ajeng ketakutan bahkan sampai jadi mimpi buruk!
Ternyata bukan tanpa alasan Ajeng merasakan hal itu, ada kisah di balik kejadian ini, lo. Mau tahu?
Simak ceritanya di sini, ya.
Misteri Putri dengan Payung Geulis
Cerita oleh: Dok. Majalah Bobo
Deg! Lagi-lagi Ajeng merasa ada yang sedang menatapnya. Ajeng menoleh dengan cepat. Ia seperti melihat sosok berwarna putih kuning. Aduh! Apakah itu Putri Belanda yang memakai payung geulis berwarna putih berbunga kuning?
“Teh, tolong kemarikan cat birunya, dong!” kata Sari, adiknya. Mereka berdua sedang melukisi payung geulis di teras rumah.
Payung geulis adalah payung bambu khas Tasikmalaya. Payung yang cantik dihiasi berbagai gambar bunga. Ajeng dan Sari sering membantu Ibu mereka melukis payung untuk dijual sebagai suvenir.
“Kasihan teh Nia, ya. Payungnya rusak kena cat. Jadi enggak dapat pesanan dari Pak Todi,” ucap Sari lagi. Teh Nia itu tetangga mereka. Pengrajin payung geulis juga.
Baca Juga: Cerita Misteri: Nelayan dan Sahabat Misterius #MendongenguntukCerdas
Ajeng menelan ludah.
“I… iya…” sahutnya tergagap.
Seeerrr… bunyi angin mendesau di halaman belakang teras rumah. Ajeng menoleh. Lagi-lagi matanya menangkap sekelebatan putih kuning! Ajeng merinding. Seharian ini, ia seperti diikuti sesosok gadis berpayung geulis warna putih berbunga kuning. Persis seperti payung geulis antik milik Nia, tetangga Ajeng.
Payung geulis itu konon dulunya milik seorang putri Belanda kenalan nenek buyut Nia. Payung itulah yang menarik perhatian Pak Todi, pengusaha kaya dari Jakarta. Pak Todi datang ke rumah Nia dan melihat berbagai payung geulis yang dilukisi Nia. Pak Todi pun tertarik berbisnis dengan Nia.
Uh, di situlah Ajeng kesal! Payung hasil lukisannya juga tak kalah dengan hasil lukisan Nia. Pak Todi itu tadinya sudah sempat menelepon ke rumah Ajeng dan bermaksud datang ke rumah Ajeng. Eeeh… malah keburu suka payung karya Nia. Huh! Apalagi saat ini pesanan sangat sedikit. Entah kapan lagi ada pembeli lain yang berkunjung ke desa mereka.
Diam-diam, Ajeng pergi ke rumah Nia. Ia punya akal licik. Diangkatnya seekor kucing liar dan dicelupkannya keempat kaki si kucing ke dalam cat merah. Lalu, kucing itu dibuatnya mencakar-cakar payung-payung Nia. Tentu saja payung-payung itu jadi belepotan cat merah. Ajeng juga menciprat payung geulis antik itu dengan lumpur. Akal bulusnya berhasil. Pak Todi tidak bisa menunggu Nia membuatkan payung-payung baru. Akhirnya, Pak Todi kembali menghubungi Ajeng.
Ah, Ajeng senang sekali, mendapat banyak pesanan. Namun, sejak itu jugalah Ajeng merasa sering melihat sekelebatan payung geulis putih kuning itu. Hatinya semakin resah mendengar gosip dari para tetangga. Apalagi, beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau payung antik itu kini malah hilang!
“Kasihan payung putri Belanda itu. Pasti dia sedih karena kotor kena lumpur,” ucap Bu Bariah.
“Iya, payung itu, kan, payung keramat. Jangan-jangan dia lagi berkeliaran mencari kucing yang membuatnya kotor!” sahut Pak Ujang, membuat Ajeng yang sedang lewat semakin ketakutan.
Malam itu, tidur Ajeng tidak tenang. Di luar, hujan gerimis. Tak berapa lama, hujan mulai berhenti. Tiba-tiba… tuk tuk tuk… Ajeng membuka matanya. Bunyi apa itu? Tuk tuk tuk… Seperti bunyi ketukan pada jendela kamarnya.
Srek! Dibukanya tirai dan whuaaaahhh! Ada sesosok gadis berpayung geulis berdiri di depan jendela kamarnya!
Baca Juga: Dongeng Anak: Putri Kenanga dan Pangeran Jati #MendongenguntukCerdas
Jeritan Ajeng membangunkan ibunya. Ibu Ajeng berusaha menenangkannya, tetapi Ajeng terus menjerit ketakutan. Bayangan putri Belanda berpayung geulis menghantuinya.
“Teh Ajeng! Teh Ajeng! Ini Sari, Teh! Kenapa Teteh teriak-teriak?” panggil Sari.
Astaga, ternyata yang berdiri di depan jendela kamarnya itu Sari. Ya, Sari juga yang selama ini sering berkeliaran dengan payung geulis antik milik Nia.
“Sari kasihan sama teh Nia. Teh Nia, kan, sayang banget sama payung itu. Makanya, diam-diam Sari pinjam, mau Sari bersihkan pelan-pelan lumpurnya. Sari memang enggak bilang-bilang sama teh Nia. Nanti teh Nia keburu berharap payung ini bersih. Padahal, kan, belum tentu bisa bersih sekali,” jelas Sari polos.
Baju Sari basah karena kehujanan saat pergi ke gudang di belakang rumah. Gudang itu terpisah dari rumah. Selama ini, payung antik itu Sari sembunyikan di gudang.
“Atap belakang gudang bocor. Sari takut payungnya kena bocoran dan semakin kotor. Makanya Sari diam-diam keluar mau pindahkan payung ini. Sari menunggu gerimis reda di gudang. Setelah reda, Sari mau masuk rumah lagi. Eh, ternyata Ibu mengunci pintu rumah. Terpaksa Sari mengetuk jendela kamar teh Ajeng,” jelas Sari lagi.
Ajeng menelan ludah. Astaga. Adiknya begitu baik, sementara ia malah merusak payung orang. Ajeng menangis dan mengakui semua kesalahannya. Ibu jelas sangat marah kepadanya. Namun, Ibu menghargai kejujuran Ajeng.
Keesokan harinya, mereka memberi tahu Nia dan membagi uang hasil pesanan payung dengannya. Nia merasa sangat bersyukur. Apalagi, saat Sari mengembalikan payung antiknya yang kini berhasil dibersihkan seperti semula. Sejak kejadian itu, Ajeng dan Nia malah bekerja sama untuk mendapatkan pesanan payung.
Serrrr… Ajeng menoleh dengan cepat. Anehnya, ia masih merasa ada yang memandanginya. Ah, Ajeng jadi berpikir lagi. Sari, kan, baru mengambil payung Nia dan berkeliaran dengan payung itu setelah pesanan payung Pak Todi selesai dikerjakan. Lalu, siapa sosok berpayung geulis putih kuning yang dilihatnya, sebelum Sari mengambil payung itu?
Baca Juga: Dongeng Anak: Kotaji Sang Ahli Panah #MendongenguntukCerdas
#MendongenguntukCerdas
Tonton video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR