Bobo.id - Bagaimana jadinya jika seorang bangsawan mendengar kabar adanya orang sakti yang bisa hidup abadi?
Dongeng anak hari ini menceritakan tentang Wang yang berusaha untuk mendapatkan kehidupan abadi pada pendeta tua.
Ia menjalankan perintah pendeta tua, yaitu mencari kayu bakar setiap hari.
Akankah Wang mendapatkan kehidupan abadi seperti yang ia inginkan? Cari tahu kelanjutan kisahnya di sini, yuk!
Guru Sakti dari Gunung Lao
Cerita oleh: Dok. Majalah Bobo
Dahulu kala, di sebuah desa, tinggallah seorang bangsawan bernama Wang. Ia mendengar kabar bahwa di dekat Gunung Lao terdapat beberapa orang sakti yang hidup abadi. Orang-orang ini konon sangat rendah hati, pekerja keras, dan telah menolong banyak orang. Itu sebabnya, dewa memberikan mereka hidup abadi dan kebahagiaan di daerah yang indah.
Wang ingin tahu, bagaimana caranya untuk menjadi orang sakti dan hidup abadi. Maka, ia segera memanggul ranselnya dan pergi ke Gunung Lao. Setelah melalui pendakian yang cukup sulit, sampailah Wang di puncak Gunung Lao.
Di sana, ia melihat sebuah biara terpencil. Di dalam biara itu, ia melihat seorang pendeta tua duduk di tikar. Wajahnya tampak ramah. Wang tahu, usia pendeta itu pasti sudah sangat tua dan hidup abadi.
Wang menyapanya sambil membungkuk hormat.
"Guru, tolong ajarkan saya tentang kehidupan abadi,” katanya.
Baca Juga: Dongeng Anak: Peri Ular dan Cermin Ajaib #MendongenguntukCerdas
"Untuk belajar itu, kau harus kuat, sabar, dan rendah hati,” kata pendeta tua itu. "Aku khawatir kau tidak akan tahan dan kelelahan."
"Saya akan mencobanya," kata Wang.
Pendeta tua itu ternyata punya banyak murid. Wang bergabung dengan mereka. Ia menginap di biara bersama murid-murid pendeta tua itu.
Pagi berikutnya, pendeta tua itu memanggil Wang, dan memberinya kapak. Ia menyuruh Wang keluar bersama murid yang lain untuk memotong kayu bakar. Wang mencoba patuh. Ia bekerja selama lebih dari sebulan sampai tangan dan kakinya melepuh. Diam-diam ia pulang ke rumahnya.
Suatu malam, Wang kembali ke biara itu. Di dalam biara, ia melihat dua kakek tamu sedang duduk minum teh dengan pendeta tua, gurunya. Ketika hari mulai gelap, suasana di biara itu menjadi gelap, karena tidak ada lampu atau lilin. Pendeta tua itu mengambil gunting dan memotong selembar kertas menjadi bulat. Kertas bulat itu lalu ia tempelkan pada dinding. Seketika kertas itu berubah menjadi seperti bulan yang bercahaya terang memesona.
“Kedua kakek yang menemani guruku, pasti juga manusia abadi,” pikir Wang.
Tak lama, para murid datang berkerumun dan menunggui mereka. Salah satu kakek tamu itu berkata, “Mari kita merayakan kebersamaan kita.”
Ia mengambil ketel kecil berisi teh di meja, dan menuang isinya ke cangkir para murid. Wang melihat dengan takjub. Bagaimana mungkin ketel sekecil itu bisa berisi teh yang cukup untuk puluhan murid yang ada di situ. Semua murid mengantre untuk mendapatkan teh istimewa yang lezat itu. Mereka yang berada di barisan belakang tampak cemas, takut kehabisan. Namun, ternyata semua murid kebagian teh istimewa.
Kakek tamu yang satunya lalu berkata, “Malam ini sangat indah. Tapi, rasanya sayang kalau berpisah. Teh istimewaku sudah hampir habis. Mari kita minum lagi di istana di bulan.”
Pendeta tua itu membawa mejanya dan mereka bertiga lalu melangkah masuk ke bulan buatan di dinding. Mereka bertiga terlihat jelas sedang minum di bulan. Wang dan para murid seperti sedang melihat ke pantulan di cermin.
Lama-kelamaan, bulan itu menjadi semakin temaram.
Baca Juga: Dongeng Anak: Pippo dan Gato #MendongenguntukCerdas
Para murid mulai menyalakan lilin. Dan mereka sungguh takjub. Mereka melihat pendeta tua guru mereka sedang duduk dalam kegelapan sendirian. Makanan hidangan masih ada di atas meja. Juga selembar kertas bulat yang tertempel di dinding.
"Anak-anakku," katanya, "Kalian sebaiknya segera tidur. Agar tidak terlambat bangun untuk menebang kayu lagi besok pagi."
Mereka semua masuk ke kamar, termasuk Wang. Wang senang melihat kejadian ajaib tadi. Ia bertekad tidak akan pulang ke rumah lagi. Namun, setelah beberapa hari bekerja menebang kayu, ia mulai tidak tahan lagi. Pendeta tua itu belum juga mengajarinya ilmu untuk hidup abadi. Maka, ia memutuskan untuk bertanya.
“Guru, saya sudah bekerja keras selama dua bulan. Hanya menebang kayu dari pagi sampai malam. Tapi, Guru belum juga mengajari saya rahasia hidup abadi.”
“Saya sudah ingatkan. Untuk belajar itu, kau harus kuat, sabar, dan rendah hati. Kau tidak akan kuat. Besok pagi, kau boleh pulang,” kata pendeta tua itu.
"Guru," kata Wang, "Aku sudah bekerja untukmu cukup lama. Tolong ajari saya beberapa sihir sederhana. Misalnya, berjalan menembus dinding. Supaya kedatangan saya ke sini tidak sia-sia."
Pendeta tua itu tertawa dan mengajarkan Wang semacam mantra. Ketika Wang mengucapkannya, pendeta tua itu menyuruhnya berjalan menembus dinding. Wang melihat dinding di depannya dan menjadi ragu.
Pendeta tua itu berseru, “Jangan berjalan lambat dan ragu. Tundukkan kepalamu dan melangkah yang cepat!”
Wang mundur beberapa langkah. Ia lalu melangkah cepat sekali dengan kepala tertunduk. Dinding di depannya itu berhasil ia tembus, dan kini ia berada di halaman biara.
Wang sangat senang dan berterima kasih pada gurunya.
“Jangan sembarangan menggunakan kekuatanmu. Jika kau ceroboh, keajaiban itu tak akan terjadi!” pesan pendeta tua itu.
Baca Juga: Cerita Misteri: Misteri Putri dengan Payung Geulis #MendongenguntukCerdas
Wang turun dari Gunung Lao dengan gembira. Ketika tiba di desanya, ia memanggil istrinya dan mengumpulkan teman-temannya. Ia bercerita pada mereka bahwa ia sudah bisa berjalan menembus dinding. Semuanya tidak percaya. Maka, Wang melakukan pertunjukan seperti yang diajarkan pendeta.
Ia mundur, lalu melangkah cepat dengan kepala tertunduk ke arah dinding. Namun, saat menabrak dinding keras, ia jatuh ke lantai. Istri dan teman-temannya buru-buru menolongnya. Saat melihat benjolan sebesar telur di dahi Wang, mereka tertawa terbahak-bahak. Wang sangat malu dan kesal pada pendeta tua itu. Namun, ia lalu sadar, itu karena kesalahannya sendiri.
#MendongenguntukCerdas
Tonton video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Kenapa Air Sering Tumpah saat Kita Memindahkannya dari Gelas? Ini Penjelasannya
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR