Bobo.id - Biasanya saat anak-anak seperti kita berulang tahun akan ada pesta perayaan. Begitu juga dengan Tuan Omongkosong pada dongeng anak hari ini.
Tuan Omongkosong yang sedang berulang tahun mengajak Dito yang sedang asyik bermimpi untuk merayakan ulang tahunnya.
Dito sedikit jengkel, karena di mimpinya ia sedang memakan es krim cokelat yang lezat. Seperti apa perayaan ulang tahun Tuan Omongkosong?
Yuk, cari tahu di sini!
----
Pesta Omong Kosong
Cerita oleh: Tineke Latumeten
“Nyam, nyam, nyam,” bunyi mulut Dito. Dito sedang tidur, tetapi mulutnya terus berbunyi karena Dito sedang bermimpi. Dia mimpi tentang kue yang enak-enak. Kue cokelat bundar yang besar pakai krim mentega.
“Mmm,” gumam Dito dalam tidumya.
Tirai di belakang tempat tidur bergerak-gerak. Tuan Omongkosong muncul. Dia berjalan pelan-pelan ke tempat tidur Dito. Melalui selimut ia memanjat ke atas. Tuan Omongkosong duduk di bantal di sebelah Dito.
“Mmm,” mulut Dito berbunyi lagi.
Baca Juga: Dongeng Petualangan Oki dan Nirmala: Saling Menuduh #MendongenguntukCerdas
“Dito mimpi,” gumam Tuan Omongkosong.
“Aku mau lihat, ah, apa mimpinya!” Tuan Omongkosong mengintip di telinga Dito.
“Aha, aku sudah melihatnya,” kata Tuan Omongkosong sambil tertawa, “aku akan membuat kejutan untuknya!”
Lalu, Tuan Omongkosong berbicara pelan-pelan, “Ayo, bangun, Dito!”
Namun, Dito tidak bangun sebab mimpinya lagi asyik. Dalam mimpinya, Dito sedang makan es krim cokelat.
“Psst... Dito,” kata Tuan Omongkosong lagi. Dengan pelan-pelan ia menarik telinganya.
“Hei!” teriak Dito. Ia terlompat bangun, langsung menyalakan lampu.
“Ooo, kau, Tuan Omongkosong. Ada apa? Kenapa kau tarik kupingku? Aku sedang enak-enak mimpi tadi!”
“Aku ulang tahun!” kata Tuan Omongkosong.
“Aku ulang tahun kapan saja aku mau. Dan, hari ini aku ingin ulang tahun. Karena itu, aku akan membuat pesta ulang tahun untuk kita berdua. Padamkan saja lampu sebab akan ada cahaya khusus untuk pesta!”
Dito memadamkan lampu. “Wauw,” teriaknya. Kamar Dito tiba-tiba dipenuhi ratusan cahaya kecil.
Baca Juga: Dongeng Anak: Paras Ayu dan Rusa Bergelang Kaki #MendongenguntukCerdas
“Bagus, ya? Itu adalah kunang-kunang!” kata Tuan Omongkosong.
“Lihat apa yang kupunya di sini,” Tuan Omongkosong membuka topinya dan di kepalanya tiba-tiba ada topi pesta yang ujungnya runcing dan ada bel-bel kecil. Bel-bel itu gemerincing jika Tuan Omongkosong koprol.
“Dan, sekarang aku punya kejutan untukmu, Dito! Ayo, tutup matamu!”
Dito menutup matanya.
“Nah, coba lihat!” Dito membuka matanya. Dan, apa yang ia lihat? Secangkir es krim cokelat yang besar!
“Wauw, seperti dalam mimpiku,” kata Dito.
“Hei, dari mana kau tahu kalau aku mimpi, Tuan Omongkosong?”
“Aku, kan, Tuan Omongkosong dan si Omongkosong bisa apa saja,” kata Tuan Omongkosong sambil tertawa.
“Aku tadi mengintip di telingamu. Lalu, aku melihat apa yang kau mimpikan. Sekarang kau boleh makan es krim itu!”
Hmm, tentu saja Dito mau. Bersama Tuan Omongkosong, ia makan es krim itu. Setelah itu mereka bernyanyi bersama. Perlahan-lahan cahaya kunang-kunang meredup. Dito tertidur lagi.
Larut malam, Mama Dito masuk ke kamar. Ia mencium kening Dito perlahan-lahan agar Dito tidak terbangun. Mama melihat sebuah topi kecil di lemari di sebelah tempat tidur.
Baca Juga: Dongeng Anak: Putri Negeri Kembaran Bumi #MendongenguntukCerdas
Topi pesta Tuan Omongkosong. “Lucu sekali topi ini,” kata Mama.
Dia membunyikan bel yang ada di ujungnya.
Dito tersenyum dalam tidurnya. “Selamat ulang tahun, Tuan Omongkosong!” gumam Dito.
#MendongenguntukCerdas
Tonton video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Menuju Dua Dekade, National Geographic Indonesia Gelar Pameran Foto Sudut Pandang Baru Peluang Bumi
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR