Bobo.id - Teman-teman kita yang beragama Buddha akan merayakan Hari Raya Waisak 2567 BE pada 4 Juni mendatang.
Bagi umat Buddha, Waisak merupakan hari untuk memperingati tiga peristiwa penting Sidharta Gautama. Apa saja, ya?
Mulai dari hari lahirnya Sidharta Gautama, momen Sidharta mendapat pencerahan ilmu, dan hari mangkatnya Buddha.
Selama bertahun-tahun, perayaan Hari Raya Waisak dipusatkan di satu tempat. Yap, bertempat di Candi Borobudur di Jawa Tengah.
Tak hanya umat Buddha di Indonesia, banyak juga umat Buddha di negara lain yang merayakan Waisak di Candi Borobudur.
Hmm, kira-kira kenapa perayaan Waisak selalu dipusatkan di Candi Borobudur, ya? Simak informasi berikut ini, yuk!
Tempat Sakral Umat Buddha
Seperti kita tahu, Borobudur merupakan candi bercorak Buddha di Indonesia yang penuh sejarah dan punya makna yang dalam.
Bagi orang awam, tempat ini jadi obyek wisata. Namun bagi umat Buddha, Borobudur dianggap sebagai tempat yang sakral.
Candi Borobudur merupakan salah satu lambang atau simbol bagi umat Buddha sebagai tempat ibadah yang megah dan luar biasa.
Selain itu, Candi Borobudur juga diyakini menyimpan relik rambut Buddha sehingga patut diberikan puja umat Buddha.
Baca Juga: Mengapa Perayaan Waisak Identik dengan Pelepasan Lampion? Ini Maknanya
Saat Waisak, ribuan umat Buddha aka berkumpul di Borobudur untuk berpartisipasi dalam rangkaian kegiatan keagamaannya.
O iya, dikutip dari Guinness World Record, Candi Borobudur ini ditetapkan sebagai candi Buddha terbesar di dunia sejak 2012.
Tingginya sekitar 35,4 meter dengan alas 121x121 meter. Jadi tak heran mengapa banyak orang memperingati Waisak di sini.
Perayaan Waisak Nasional di Candi Borobudur
Kini, Hari Raya Waisak memang selalu diperingati setiap tahunnya di Candi Borobudur, Jawa Tengah. Namun, bagaimana sejarahnya?
Pada tahun 1929, Candi Borobudur mulai digunakan umat Buddha untuk merayakan Hari Raya Waisak, teman-teman.
Meski begitu, hanya sedikit orang yang mengikutinya. Umumnya, pesertanya tinggal di sekitar Yogyakarta dan Magelang.
Perayaan ini diinisiasi oleh Himpunan Teosofi Hindia Belanda. Saat itu anggotanya terdiri dari campuran antara orang Eropa dan Jawa.
Namun perayaan Waisak di Candi Borobudur sempat terhenti karena adanya perang revolusi kemerdekaan Indonesia.
Nah, baru pada tahun 1953, Hari Raya Waisak dirayakan di Candi Borobudur. Perayaan ini lingkupnya nasional atau seluruh Indonesia.
Saat pertama kali digelar, perayaan Waisak Nasional di Candi Borobudur itu dihadiri oleh duta-duta besar Asia Tenggara.
Baca Juga: Hari Raya Waisak 2566 BE, Inilah Ragam Tradisi Perayaan Waisak di Nusantara
Sejak saat itulah, setiap tahunnya, Hari Raya Waisak selalu diperingati secara nasional (seluruh Indonesia) di Candi Borobudur.
Namun karena Candi Borobudur mengalami pemugaran pada tahun 1973, acara Waisak harus terhenti dan dialihkan ke Candi Mendut.
Setelah proses pemugaran dan renovasi selesai, maka peringatan Hari Raya Waisak kembali dilaksanakan di Candi Borobudur.
Ada Festival Lampion di Candi Borobudur
Yang menjadi ciri khas peringatan Hari Raya Waisak di Candi Borobudur adalah festival lampion. Tahun ini diadakan 4 Juni.
Tak hanya teman-teman beragama Buddha, masyarakat umum bisa ikut menerbangkan lampion dengan membayar tiket.
Banyaknya lampion menyala yang diterbangkan menciptakan pemandangan tersendiri di tengah gelapnya langit malam.
Tak sekadar membuat langit malam jadi indah, ternyata penerbangan lampion ini memiliki makna yang dalam, lo.
Bagi umat Buddha, api diartikan sebagai semangat dalam diri manusia dalam menjalani kehidupan dan mengharapkan petunjuk.
Selain itu, pelepasan lampion menjadi simbol yang sakral untuk melepaskan hal negatif di dalam diri setiap umat Budha.
Setiap lampion yang diterbangkan saat perayaan Waisak juga berisikan doa dan harapan bagi setiap umat Buddha.
Ketika lampion itu diterbangkan, harapannya doa-doa yang dipanjatkan menjadi cepat terkabul dan terwujud karena dekat dengan langit.
Baca Juga: Umat Buddha Merayakan Hari Raya Waisak 2562 BE Tahun Ini, Apa Arti BE?
----
Kuis! |
Apa tiga peristiwa penting Sidharta Gautama? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
15 Dampak Positif Globalisasi bagi Kesenian Daerah, Materi Kelas 6 SD Kurikulum Merdeka
Source | : | Kompas.com,Kemenag.go.id |
Penulis | : | Fransiska Viola Gina |
Editor | : | Bobo.id |
KOMENTAR