Bobo.id - Pada materi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas 8 SMP, kita akan belajar tentang rumusan Pancasila.
Seperti kita tahu, sebagai ideologi bangsa, Pancasila memiliki kedudukan yang sangat penting dan fundamental.
Dasar negara ini dirumuskan oleh beberapa tokoh penting. Mulai dari Ir. Soekarno, Mohammad Yamin, dan Soepomo.
Setelah dirumuskan, Pancasila dirancang lagi oleh Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Sembilan.
Proses perancangan ini akhirnya menghasilkan rumusan dasar negara yang disebut Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.
Nama Piagam Jakarta ini diusulkan oleh Mohammad Yamin pada 10 Juli 1945 atau pada saat sidang BPUPKI kedua.
Isi dari Piagam Jakarta terdiri dari empat alinea yang kemudian kini dikenal sebagai Pembukaan UUD 1945.
Dalam Piagam Jakarta atau Jakarta Charter tertulis pula rumusan dasar negara atau butir Pancasila, yakni:
Ketika membaca isi rumusan dasar negara di Piagam Jakarta, tentu terlihat ada yang berbeda dengan yang kita kenal sekarang.
Yap, perbedaannya ada pada sila pertama yang kini diganti dengan bunyi, 'Ketuhanan yang Maha Esa'.
Baca Juga: Perbedaan Rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta dan Pembukaan UUD 1945
Hmm, kira-kira mengapa rumusan dasar negara yang pertama kali mengalami perubahan, ya? Cari tahu bersama, yuk!
Sebelum Piagam Jakarta disahkan, ternyata sila tentang Ketuhanan berada di posisi paling akhir atau sila kelima.
Saat Piagam Jakarta disahkan, sila yang awalnya berada di akhir itu menjadi sila pertama ditambah dengan 'tujuh kata'.
Yap, istilah 'tujuh kata' itu merujuk pada penambahan, "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".
Bagi golongan Islam, penambahan 'tujuh kata' ini dianggap penting sebagai bentuk politik pengakuan atau penegasan.
Tujuannya, supaya Islam yang selama zaman kolonial terus dipinggirkan mendapat tempat yang layak di Indonesia.
Namun, hasil rumusan Piagam Jakarta itu mendapat respons yang cukup tajam dari seorang tokoh bernama Latuharhary.
Mr. Johannes Latuharhary adalah seorang perintis kemerdekaan Indonesia yang saat itu menjabat Gubernur Maluku.
Dalam tanggapannya pada 11 Juli, beliau menyatakan keberatannya atas pencantuman 'tujuh kata' pada dasar negara.
Tanggapan itu memicu perbedatan pro-kontra menyangkut 'tujuh-kata' beserta pasal turunannya seperti 'agama negara'.
Meski sempat mengalami pro-kontra, hasil rumusan Piagam jakarta dengan 'tujuh kata' itu bertahan hingga 17 Juli 1945.
Baca Juga: Mengenal Peran dan Fungsi Pancasila Sebagai Dasar Negara, Materi PPKn
Sebelum rumusan dasar negara atau rumusan Pancasila ini disahkan, perselisihan sila itu kembali terjadi di Indonesia.
Ada banyak pihak yang menyampaikan bahwa ada beberapa wakil Protestan dan Katolik yang merasa keberatan dengan sila pertama.
Ini karena rumusan 'Ketuhanan' belum mampu mengakomodasi seluruh agama atau keyakinan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Menanggapi protes itu, Hatta mengajak beberapa tokoh untuk melaksanakan rapat darurat sebelum sidang PPKI dimulai.
Akhirnya, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI menyetujui naskah Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD 1945.
Namun, hal ini tidak berlaku bagi penambahan 'tujuh kata' di belakang sila Ketuhanan. Sila itu berhasil diubah.
'Tujuh kata' itu dicoret dan diganti dengan kata 'Yang Maha Esa', sehingga menjadi kalimat berbunyi, "Ketuhanan yang Maha Esa".
Kesepakatan ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki tingkat toleransi yang tinggi dengan berbagai macam agama.
Artinya, para pejuang menyadari bahasa Indonesia multikultural yang didirikan di tengah keragaman, baik suku, ras, maupun agama.
Tak hanya sampai situ saja, hasil revisi ini juga semakin ditegaskan dalam Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 1968.
Nah, itulah alasan mengapa rumusan dasar negara yang pertama kali mengalami perubahan. Semoga bisa bermanfaat, ya.
Baca Juga: Apa yang Kalian Ketahui tentang Sejarah Lahirnya Pancasila? Cari Jawaban PPKn
----
Kuis! |
Siapa saja yang merumuskan dasar negara? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Fransiska Viola Gina |
Editor | : | Bobo.id |
KOMENTAR