Bobo.id - Dalam perayaan Lebaran atau Hari Raya Idulfitri ada beberapa tradisi yang biasa dilakukan dari sungkeman hingga halalbihalal.
Bahkan tradisi halalbihalal bisa dilakukan selama beberapa minggu setelah Idulfitri berlangsung, lo.
Tradisi ini sudah lama dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia, tapi tahukah asal-usul dari tradisi ini?
Ternyata ada beberapa versi yang menjelaskan asal mulai adanya tradisi halalbihalal.
Dikutip dari Kompas.com, tarisi halalbihalal sangatlah khas karena terbentuk secara mandiri dalam sosial budaya masyarakat Indonesia.
Karena itu, teman-teman tidak akan menemukan tradisi ini di negara-negara lain yang dominan beragama Islam.
Secara makna, halalbihalal merupakan silaturahmi yang menjadi media untuk bermaaf-maafan setelah menjalankan ibadah puasa.
Biasanya halalbihalal akan dilakukan di berbagai tempat seperti masjid, aula, atau beberapa tempat lain yang bisa jadi lokasi berkumpul.
Tradisi ini pun dilakukan bukan hanya oleh keluarga, tapi juga antarindividu atau lembaga tertentu.
Berikut akan dijelaskan beberapa versi sejarah adanya tradisi halalbihalal di Indonesia.
3 Versi Sejarah Tradisi Halalbihalal
Baca Juga: Agar Tetap Nyaman, Ini 5 Cara Atasi Masalah Pencernaan Setelah Lebaran
1. Penjual Martabak Malabar
Dikutip dari Kemendikbud.go.id, awal mula istilah halalbihalal muncul berasal dari penjual martabak pada tahun 1935 hingga 1936 di Taman Sriwedari, Surakarta.
Pada saat itu, martabak termasuk makanan yang baru dan dikenalkan oleh pedagang dari India.
Nah, kata halalbihalal muncul saat pedagang martabak dari India mempromosikan dengan cara berteriak "Martabak Malabar.. halah bin halal.. halal bin halal..".
Istilah itu kemudian populer di Surakarta atau Solo, terutama di Sriwedari saat hari Lebaran.
Istilah halal bin halal pun berubah menjadi halalbihalal yang kemudian berkembang menjadi sebutan untuk tradisi bermaaf-maafan saat Lebaran.
Kisah itu diperkuat dalam kamus Jawa-Belanda terbutan tahun 1938 karya Dr. Th. Pigeaud, yaitu adanya kata halal behalal dan alal be halal.
2. Soekarno dan Kiai Abdul Wahab
Selain dari penjual martabak, ada juga teori sejarah halalbihalal yang datang dari Soekarno dan Kiai Abdul Wahab.
Sejarah itu menyebut bahwa pada masa awal kemerdekaan Indonesia, tepatnya tahun 1948, negara ini sedang tidak dalam kondisi stabil.
Dalam rangka menurunkan ketegangan politik saat itu, Soekarno melakukan diskusi dengan Kiai Abdul Wahab untuk mengatasi masalah tersebut.
Baca Juga: Lebaran Identik dengan Tradisi Salam Tempel, Bagaimana Asal-Usulnya?
Akhirnya diputuskan untuk mengumpulkan semua tokoh politik yang sedang tidak akur di suatu lokasi yang sama saat hari Lebaran.
Pada acara itu, semua tokoh melakukan sungkeman dengan saling berjabat tangan dan bermaaf-maafan.
Acara itu pun akhirnya diikuti lembaga lain dan dikenal dengan sebutan halalbihalal.
3. Mangkunegaran I
Versi lain tentang sejarah halalbihalal datang dari Manggkunegaran I.
Dikutip dari Kompas.com, teori sejarah versi Mangkunegaran disebut sebagai teori paling tua.
Istilah halalbihalal memang belum ada pada masa Mangkunegaran I, tapi tradisi sungkem sudah dilakukan saat itu.
Pada masa itu, Adipati Arya mengumpulkan semua punggawan istana beserta prajurit di dalam sebuah aula saat merayakan Idulfitri.
Mereka lalu melakukan sungkeman sambil duduk kepada raja dan permaisurinya. Nah, sejak saat itu, sungkeman selalu dilakukan saat merayakan Idulfitri dan menjadi tradisi masyarakat Jawa.
Dari kisah sejarah ini, banyak orang menyebut kalau tradisi halalbihalal berasal dari tradisi Jawa yang kemudian berkembang dan menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia.
Nah, ada tiga sejarah kemunculan tradisi halalbihalal yang sekarang ini banyak kita lakukan untuk merayakan Lebaran.
(Foto: Creative Commons/Djaenudin)
Baca Juga: Sungkeman Jadi Salah Satu Tradisi Wajib saat Idulfitri, Apa Maknanya?
----
Kuis! |
Seperti apa tradisi halalbihalal itu? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Source | : | Kompas.com,kemendikbud.go.id |
Penulis | : | Amirul Nisa |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR