Di sebuah rawa, tinggallah Kroko buaya dan istrinya. Kroko buaya ingin sekali mencoba makan pisang. Kebetulan, ada sebatang pohon pisang yang tumbuh di seberang rawa tempat tinggalnya itu. Warna buah pisang yang kuning cerah, selalu membuat Kroko buaya menelan air liur.
Kroko buaya sering sekali menyeberangi rawa. Ia berusaha memanjat pohon pisang itu dan meraih buah-buahnya. Namun, usahanya itu selalu gagal.
Untunglah, tak jauh dari pohon pisang itu, ada seekor monyet baik hati bernama Saruru. Jika sedang berada di pohon pisang itu, Saruru monyet selalu melemparkan setandan pisang ke bawah pohon. Dan, Kroko buaya pun melahapnya setengah tandan. Setengah lagi, ia bawa pulang untuk diberikan pada istrinya.
Kroko buaya dan Saruru monyet akhirnya menjadi sahabat. Setiap kali Saruru monyet memanjat pohon pisang, ia tak pernah lupa memberikan satu tandan untuk Kroko buaya dan istrinya.
Sayangnya, istri Kroko lalu menjadi serakah.
“Kalau Saruru monyet selalu makan pisang, pasti jantungnya pun manis seperti rasa pisang,” kata istri Kroko.
Karena istri Kroko berkata seperti itu setiap hari, akhirnya Kroko pun berpikir begitu. Maka, pada suatu hari, Kroko buaya menemui Saruru monyet.
“Saruru, istriku sedang sakit. Maukah kau menengok istriku? Siapa tahu, kau tahu obat yang manjur untuk menyembuhkan istriku,” bujuk Kroko buaya.
Saruru monyet samasekali tidak curiga. Dengan cemas, ia segera melompat turun dari pohon. Ia lalu naik ke punggung sahabatnya itu.
Kroko buaya segera berenang membawa Saruru ke rumahnya di seberang rawa.
Setiba di rumah Kroko buaya, Saruru monyet memeriksa istri Kroko yang terbaring.
“Wah, sayang sekali, aku tak tahu apa penyakit istrimu. Aku juga tak tahu apa obatnya…” sesal Saruru tulus.
Source | : | (Dok. Majalah Bobo / Fabel) |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR