“Tergantung aku ikut Mama atau Papa nanti,” jawab Jingga.
“Kenapa begitu?”
“Aku dan Mama tidak tinggal bersama Papa lagi. Papa di rumah yang lain. Kalau liburan, mereka berebutan mengajakku.”
Papa tertawa mendengarkan penjelasan Jingga.
“Oom bercerai dengan Mama Jingga, ya?” tanya Arbi.
“Oh, tidak,” jawab papa Jingga ramah.
“Kami hanya berpisah sementara agar tak terus bertengkar.”
“Orang tua kami sering bertengkar, tapi enggak berpisah. Iya kan, Septi?” Arbi berpaling ke arah adiknya.
“Kadang-kadang saja, kok!” Septi meralat.
“Orang tua kami juga pernah bertengkar,” timpal Arhan. “Aku juga sering bertengkar dengan Puan. Tapi dia tetap adikku tersayang. Aku tak mau berpisah dengannya.”
Papa mengangkat Jingga dari atas pagar, lalu berkata kepada anak-anak di bawah, “Terima kasih, anak-anak. Oom pastikan Jingga bisa bertahun baru di pantai bersama kalian.”
“Horeee...” Jingga dan teman-temannya bersorak.
Papa menuntun Jingga meninggalkan balai. Ternyata Mama telah berdiri di depan rumah dengan mata basah. Papa menyongsong dan menghapus air matanya. Untuk pertama kalinya, Jingga melihat lagi Papa dan Mama berhadapan sedekat itu. Hati gadis kecil itu pun berbunga.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Lena D.
Terbit Hari Ini, Mengenal Dongeng Seru dari Nusantara di Majalah Bobo Edisi 35, yuk!
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | YANTI |
KOMENTAR