Ami sekolah siang. Setiap sore bila ia pulang dari sekolah, ia akan mendapati mamanya sedang memasak menyiapkan makan malam. Kadang-kadang bila Mama pergi, misalnya ke arisan atau menengok orang sakit, Mama akan menuliskan pesan di papan tulis kecil di ruang depan.
Petang ini Ami pulang sekolah lebih cepat, karena ada rapat guru. Setiba di rumah, pintu depan terkunci. Ami mengambil kunci rumah dari tasnya. Setiap orang di rumah Ami: Papa, Mama, Ami, dan Bea, kakaknya, punya duplikat kunci rumah. Jadi tak perlu repot menitipkan kunci pada tetangga. Mama tidak ada di rumah. Juga tak ada pesan di papan tulis.
"Ke mana Mama?" pikir Ami. "Mungkin ia hanya pergi sebentar. Jadi ia tak menuliskan pesan!" pikir Ami.
Perut Ami agak lapar. la membuka tudung saji di meja. Ada nasi sedikit, telur dadar, dan kering tempe.
"Ah, lebih baik aku beli kolak pisang dulu pada Mbak Ipah," pikir Ami. la mengambil dompet kecilnya dan kunci rumah, lalu pergi keluar. Tak lupa mengunci pintu.
Mbak Ipah berjualan di depan rumahnya tak jauh dari gang rumah Ami. Selain berjualan kolak pisang, ia juga berjualan gado-gado, tempe goreng dibalut tepung, dan lontong berisi oncom.
Ami memesan kolak. Tiba-tiba dari ujung gang muncul seseorang naik sepeda mini. Ami terbelalak. Wanita itu memakai celana pendek selutut, kaos oblong dan memakai topi. Gayanya seperti anak muda saja. Dan di gantungan di sepedanya ada tas berisi koran. Wanita pengantar koran!
Biasanya anak-anak remaja yang bekerja sebagai pengantar koran. Maksud Ami remaja pria. Bukan ibu-ibu. Dan wanita pengantar koran itu adalah mama Ami!
"Mamaku pengantar koran?" Ami bertanya pada dirinya sendiri.
Seolah tak yakin, ini suatu mimpi atau kenyataan. Mama Ami berhenti di dekat meja Mbak Ipah.
"Kamu sudah pulang sekolah? Ada apa?" tanya mamanya.
"Ada rapat guru, Ma. Ami beli kolak pisang. Mama mau?" tanya Ami.
"Ya, belikan untuk Mama juga. Sekarang Mama mau jalan dulu. Masih ada empat langganan yang harus diantar!" kata Mama, lalu dengan tangkas mengendarai sepedanya.
"Makin banyak saja langganan mamamu. Rupanya mulai banyak orang yang suka membaca Koran Inggris!" kata Mbak Ipah.
Ami diam saja. la pamit pada Mbak Ipah dan berjalan pulang. Apa-apaan, Mama? pikir Ami. Kok, mau-maunya jadi pengantar koran. Kalau mau kesibukan, mengapa tidak cari pekerjaan yang lebih keren: buka salon, buka catering, atau menjadi guru bahasa Inggris. Ami sungguh tidak mengerti. Dan., iih, malu amat bila ada kawan-kawan yang tahu bahwa mama Ami jadi pengantar koran.
Di rumah Ami malas makan kolaknya. Tiba-tiba perutnya terasa kenyang. Pikirannya terus melayang pada Mama yang jadi pengantar koran. liih, sama saja dengan si Memed atau si Kadir, pikir Ami jengkel. Tak lama kemudian Mama kembali. Wajahnya berseri-seri. Ia melihat dua bungkus kolak.
"Kamu belum makan kolak, ya. Mau tunggu Mama? Hebat sekali anak Mama, setia pada mamanya!" puji Mama.
Malah Mama mengambilkan dua mangkuk kecil dan dua sendok, lalu menuangkan kolak ke dalam mangkuk.
"Mari kita makan!" ajak Mama.
"Eh, mengapa kamu diam begitu? Apa kamu sakit?"
Ami tersenyum masam.
"Rupanya Mama mau main rahasia-rahasiaan. Sore hari diam-diam jadi pengantar koran. Kan, malu, Ma, kalau teman-teman Ami tahu!" langsung Ami menyerang.
Mama tak jadi makan kolak. Ia berpikir sejenak, kemudian berkata, "Ini untuk sementara, Ami. Mama mulai merintis usaha menjadi agen koran bahasa Inggris. Beberapa tahun lagi akan terjadi globalisasi di dunia bisnis. Itu artinya orang bebas berdagang ke negara mana saja. Orang-orang dari negara lain pun akan datang ke Indonesia untuk berdagang. Karena itu sebaiknya orang-orang Indonesia mampu berbahasa asing. Jadi kelak Mama pun akan menjadi agen koran bahasa Inggris. Karena usaha ini baru mulai, Mama sendiri yang mengantar ke langganan langganan. Kalau sudah maju, kita akan mempekerjakan seorang pengantar koran!" ujar Mama.
“Dengan berlangganan koran bahasa Inggris, kemampuan bahasa Inggris seseorang akan bertambah. Perbendaharaan kata-katanya semakin diperkaya.Dan Mama senang bila berhasil meyakinkan orang untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisnya," tambah Mama.
Ami diam. kata-kata Mama ada benamya. Menjadi pengantar koran atau agen koran adalah pekerjaan yang halal. Dan itu juga berarti mendorong orang untuk meningkatkan kemampuan bahasanya.
"Tapi kalau Ami merasa malu Mama jadi pengantar, Mama akan menghentikan usaha Mama. Bagaimana pun kepentingan keluarga, termasuk perasaan anak harus diperhatikan, bukan?" Mama menambahkan.
Ami menggeleng.
"Jangan, Ma. Teruskanlah usaha Mama. Semoga lekas maju.Yuk, kita makan kolak sekarang!" ajak Ami.
Wajahnya sudah cerah. Mama tersenyum dan ikut makan kolak juga. Kolak terasa lebih lezat karena ada saling pengertian.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR