Terdengar kokok ayam. Nina membuka matanya, namun memejamkannya lagi.
"Ah, masih terlalu pagi!" kata hatinya.
Dari lubang angin kelihatan di luar masih gelap. Namun, ia tidak bisa tidur lagi. Dan ia memasang telinganya baik-baik ketika mendengar suara Ibu dan Bapak. Keduanya sedang sibuk bekerja di ruang makan yang tepat berada di depan kamar Nina.
Sebelum fajar, Ibu dan Bapak harus bangun. Lalu mengorek kue talam dari cangkir-cangkir kecil. Terus, memasukkan empat-empat buah ke dalam wadah plastik, lalu diselotip. Jam enam akan ada pedagang-pedagang kue keliling yang datang untuk menjajakannya. Begitu setiap hari, bahkan hari Minggu juga.
"Seharusnya Nina dibangunkan. Harusnya ia membantu Ibu," terdengar suara Bapak.
"Kasihan, dia masih kecil!" kata Ibu.
"Ah, sudah kelas V kok dibilang masih kecil!" bantah Bapak.
"Biar saja ia konsentrasi pada pelajaran. la juga capek karena sesudah sekolah masih les tari dan bahasa Inggris!" lanjut Ibu.
"Aku juga capek. Kerja seharian di kantor, dan pagi-pagi ikut bangun mengurus kue!" kata Bapak.
Terdengar tawa Ibu.
"Siapa suruh ikut bangun? Kalau mau tidur, ya tidur saja. Aku bisa menyelesaikan pekerjaanku!" kata Ibu.
"Bukan begitu. Bapak hanya ingin Nina diberi sedikit tanggung jawab. Kalau dia berhasil, kita beri tanggung jawab yang lebih besar. Begitu secara bertahap. Kalau sudah besar nanti ia terbiasa bertanggung jawab!" kata Bapak. "Aku sih rela saja bantu istri tercinta."
"Oooh, begitu! Baiklah, nanti kita pikirkan cara yang terbaik!" kata Ibu.
Sambil berbaring Nina tersenyum sendiri. Betapa besar kasih Ibu padanya. Dan betapa bijaksananya Bapak. Ah, Bapak juga sangat menyayangi Ibu. Hingga rela setiap hari membantu Ibu di pagi hari. Hati Nina terasa hangat. Kedua orang tuanya telah bekerja keras untuk membiayai Nina dan kedua adiknya. Mereka hidup berkecukupan. Bahkan Nina bisa kursus bahasa Inggris dan les tari.
Nina segera bangun, mengganti piyamanya dengan celana pendek dan blus, lalu ke luar kamar.
"Pagi Pak, Pagi Bu. Aku mau belajar mengorek kue!" kata Nina, menghampiri meja makan tempat Bapak dan Ibu sedang bekerja.
"Pagi benar kamu bangun hari ini. Tidak ngantuk?" tanya Ibu. Sambil bicara tangannya terus saja bekerja, mengeluarkan kue talam dari cangkir.
Lalu menaruhnya empat buah di dalam wadah plastik.
"Semalam aku cepat tidur. Jadi bangunnya juga cepat!" jawab Nina.
"Kamu pasang selotip saja!" kata Bapak." Potong dulu selotipnya, taruh di tepi meja. Lalu rekatkan pada wadah plastik yang sudah berisi kue!"
Nina menggeleng.
"Itu mudah, aku sudah bisa. Aku mau belajar mengorek talam dari cangkir kue!" kata Nina.
"Ya sudah, belajar pada Ibu!" ujar Bapak sambil terus memasang selotip pada wadah plastik.
Ibu mengajarkan Nina cara memegang bambu tipis. Lalu memutarkannya di sekeliling cangkir kecil dari atas sampai ke dasar. Kemudian mengeluarkan kue itu dari cangkir. Nina mencobanya. Yang pertama belum begitu baik hasilnya. Masih ada sedikit kue yang tertinggal. Yang kedua lebih baik. Sampai lima kali Nina mencoba, akhirnya berhasil dengan baik.
"Horeee! Aku bisa!" Nina berseru gembira. Ibu dan Bapak tersenyum.
"Duuuh, begitu saja senangnya bukan main!" goda Bapak.
"lya, dong! Ini, kan, belajar keterampilan juga!" kata Nina sambil bekerja penuh semangat.
"Hei, kamu harus mandi sekarang. Nanti terlambat ke sekolah!" Ibunya mengingatkan.
Nina pun bergegas mandi. Perasaan senang meliputi hatinya. la sudah merancang suatu kejutan. Besok sekolah libur, karena hari raya Nyepi. Malam harinya Nina tidur cepat-cepat. Ketika terbangun, suasana masih sepi. Ah, baru jam tiga pagi. Biasanya Ibu dan Bapak bangun kira-kira jam empat.
Nina keluar dari kamar. la mengatur wadah-wadah plastik di atas meja. Kemudian mulai mengorek kue-kue talam dari cangkir-cangkir yang tersusun rapi di dalam keranjang plastik. Ternyata makin lama ia semakin trampil mengerjakannya. Nina terus asyik bekerja sampai terdengar bunyi, klek! Pintu kamar Ibu dan Bapak dibuka.
"Lo, kamu sudah bangun?" tanya Ibu heran.
"Tidurlah lagi, nanti kamu mengantuk di sekolah."
“Hiii, Ibu lupa, ya. Ini, kan, hari libur!" kata Nina.
"Jadi aku bisa bantu Ibu dan Bapak. Kalau hari sekolah, aku bangun jam 5 saja, jadi bisa bantu selama satu jam!"
"Siapa yang menyuruhmu?" tanya Bapak.
"Tidak ada. Aku hanya mau belajar sedikit bertanggung jawab!" jawab Nina.
Ibu dan Bapak bertukar pandang, lalu tersenyum bahagia. Ibu memeluk Nina dan berkata, "Aduh, baiknya anak ini!"
Nina tersenyum dan berkata, "Anak siaaaapaaa siiih!"
Mereka tertawa. Dan tak lama kemudian ketiganya sibuk bekerja sambil bercakap-cakap. Di luar fajar menyingsing. Di dalam rumah, tiga hati yang penuh kasih menghangatkan suasana pagi.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR