Marta bergegas pulang ke rumahnya. Ia baru saja belajar bersama di rumah Sisi.
"Apakah hari ini lemet buatan Mama laku terjual?" pikir Marta gelisah.
Rumah Marta adalah sebuah penginapan kecil. Namun akhir-akhir ini jarang ada tamu menginap. Padahal penghasilan Mama berasal dari tamu-tamu itu. Ayah Marta sudah meninggal. Hari ini Mama baru akan mencoba menjual lemet atau ketimus. Makanan kecil ini terbuat dari singkong, diberi gula merah dan kelapa, dibungkus daun pisang dan kemudian dikukus.
Ketika Marta masuk ke rumah, tampak Mama dan Mbak Eni sedang duduk di kursi meja makan. Mama bertopang dagu, sementara Mbak Eni duduk membisu. Di atas nampan di meja masih ada tumpukan lemet.
"Halo, Ma, Marta sudah pulang. Lo, kok, lemetnya masih banyak?" tanya Marta, lalu duduk di sisi Mama. Mbak Eni menghela napas.
"Tadi Mbak bawa 50 bungkus. Mbak sudah keliling kompleks, tapi hanya laku 25 buah. Masih ada 25 buah lagi. Banyak orang tak mampu beli kue. Mungkin mereka bikin sendiri!" kata Mbak Eni.
"Yaaa, baru jualan satu hari, kok, hasilnya payah!" seru Marta kecewa.
Mama tersenyum dan berkata, "Sudah, tak usah kecewa. Kita mengucap syukur pada Tuhan karena sudah 25 buah lemet laku. Mbak Eni pergi ke warung saja dan beli beras 1 kg. Nanti kalau ada tukang sayur kita beli bayam dan jagung. Besok bisa masak bubur!"
Kemudian Mama menyanyi pelan-pelan, "Tak usah kau takut, Tuhan menjagamu..."
Marta ikut menyanyi. Ada perasaan hangat mengalir di hatinya. Tuhan selalu menolong kalau Marta, Mbak Eni, dan Mama menghadapi kesulitan.
Selesai menyanyi, Marta dan Mama saling berpandangan dan tersenyum. Mama bangkit dan mengambil lemet serta memisah-misahkannya di meja.
"Marta, tolong antarkan 5 buah pada Ibu Sakfi. Dan 5 buah lagi untuk Tante Ina. Yang 5 buah terserah kamu mau berikan pada siapa. Yang 10 buah akan kita makan sendiri!" kata Mama. Marta pergi ke dapur, mengambil kantung-kantung plastik dan memasukkan lemet-lemet tadi.
Marta berjalan ke luar rumah sambil bepikir-pikir. Mula-mula lemet yang 5 buah akan diberikannya pada kawannya, Evi, yang tinggal di ujung jalan. Tapi, kemudian diurungkan niatnya. Belum tentu Evi suka singkong. Mungkin lebih baik ia berikan pada tukang-tukang ojek yang mangkal di ujung kompleks. Tapi ah, siapa tahu ada orang lain yang lebih cocok untuk menerima lemet itu.
Marta menyelesaikan tugasnya mengatar lemet pada Bu Sakri dan Tante Ina. Marta terharu ketika anak-anak Bu Sakri menyambutnya gembira.
Mereka berseru, "Horeeee, ada kueee!" lalu mereka segera memakan lemet bawaannya.
Tante Ina lain lagi. Ia berkata, "Wah, lagi krismon bagi-bagi kue! Ini bukan untuk dijual?"
"Maunya, sih, dijual, tapi cuma laku sebagian!" kata Marta. Kemudian Tante Ina memberikan 5 bungkus mi instan.
Ketika berjalan pulang Marta masih bingung. Lemet yang 5 buah itu mau diberikan pada siapa? Ah, akhirnya Marta ingat tukang tambal ban, Pak Amin. Ia pun belok ke kanan. Di bawah pohon besar di ujung jalan, di sanalah tempat Pak Amin mangkal.
"Hei, nona kecil, sini dulu!" tiba-tiba terdengar suara dari arah kanan.
Oom Martin yang gemuk pendek melambai-lambaikan tangan. Marta masuk ke halaman rumah. Tiba-tiba saja hatinya tergerak untuk memberikan lemet itu pada Oom Martin.
"Ini untuk Oom!" katanya sambil memberikan bungkusan berisi lemet.
"Terima kasih, terima kasih. Kamu tahu saja Oom lagi lapar. Beta baru pulang memancing dan Tante belum pulang dari kantor!" kata Oom Martin.
"Duduklah dulu. Oom mau makan kue ini!" kata Oom Martin.
Marta duduk di teras dan Oom Martin segera melahap lemetnya. Satu buah, dua buah, tiga buah... dan Marta berseru,
"Sisakan untuk Tante, Oom!" Oom Martin tertawa terkekeh-kekeh.
"Beta sedang lapar. Tuhan baik kirim nona kecil bawa lemet. Bilang sama mamamu, besok Oom pesan 20 lemet untuk Tante. He he he, biar dia tidak marah. Marta, tolong ambiikan Oom minum. Ambil sebotol air kulkas dan gelasnya!" kata Oom Martin dengan riang. Marta menurut. Dalam hati ia merasa geli. Oom Martin ini lucu.
Sesudah Oom Martin kenyang makan dan minum ia berkata, "Tadinya Oom panggil kamu mau suruh masak supermi. Tapi, sekarang Oom sudah kenyang. Terima kasih, ya. Tunggu sebentar, Oom mau ambil ikan untuk mamamu!"
Oom Martin masuk ke dalam. Kemudian ia keluar membawa seekor ikan tenggiri yang diikat dengan tali rafia.
"Terima kasih, Oom, Mama pasti senang!" kata Marta sambil menerima ikan itu. Marta lalu pamitan.
Namun saat Marta berjaian keluar halaman, "Marta! Hei nona kecil... sini dulu!" panggil Oom Martin. Marta yang sudah di jalan kembali lagi. Ada apa, pikir Marta.
"Ini uang untuk bayar lemet 20 buah. Kirim besok siang, ya!" Oom Martin memberikan uang Rp 10.000."
"Kembalinya besok, ya, Oom!" kata Marta.
"Ah, kembalinya untukmu sajalah. Oom tahu kamu anak Mama yang baik!" kata Oom Martin.
Marta mengucapkan terima kasih. Di jalan menuju rumah, tak putus-putus Marta bersyukur pada Tuhan. Siapa sangka ia bertemu Oom Martin yang baru pulang mancing ikan. Siapa sangka Oom Martin pesan lemet dan Tante Ina memberikan mi instan. Siapa sangka anak-anak Bu Sakri menyambut pemberian sederhana itu dengan riang. Sungguh Tuhan amat baik. Dalam hati Marta kembali menyanyi dengan riang,
"Tak usah kau takut, Tuhan menjagamu..."
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna
Bertemu Karakter Favorit di Doraemon Jolly Town MARGOCITY, Apa Saja Keseruannya?
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR