Sudah sebulan ini Rudi dan Keyla menjadi dokter cilik. Mereka berdua sering diminta membantu untuk mengecek kebersihan sekolah, mengingatkan teman-teman untuk menjaga kebersihan, dan juga mengingatkan untuk memakan makanan bergizi.
“Lihat, warna kukuku bagus, ya,” pamer Runi kepada Naura.
Rudi memandang saudara kembarnya itu dengan kesal. Runi sebenarnya tahu ada peraturan tidak boleh mengecat kuku tetapi ia mengabaikannya. Rudi bertambah kesal karena sebagai dokter cilik, ia adalah orang yang harus menegur Runi.
“Cat kuku ini khusus untuk anak-anak dan bisa dikelupas,” kata Runi sambil memandang ke arah Rudi.
Dengan tegas Rudi menegur Runi. Teguran itu ditanggapi dengan sengit oleh Runi. Kelua anak kembar itu pun bertengkar. Naura tertawa cekikikan melihat kedua bersaudara itu. Kekesalan Rudi makin bertambah melihat jari-jari Naura. Runi dan Naura sama-sama mewarnai kuku mereka.
“Runi, Naura, apa kabar? Aku mencari kalian dari tadi,” panggil Keyla.
Keyla menghampiri kedua temannya itu dengan gembira. Langkah cerianya terhenti saat melihat jari-jari Runi dan Naura.
“Kamu mau menegur kami juga, ya?” tantang Runi.
“Iya. Kalian sudah tahu kalau kita tidak boleh mengecat kuku,” omel Keyla.
“Iya, Bu Dokter. Kami juga akan mencuci tangan, kok,” ledek Runi sambil berlari kecil meninggalkan Keyla. Tinggallah Keyla yang tertunduk sedih.
“Sejak menjadi dokter cilik, sepertinya teman-teman tidak mau bermain denganku,” keluh Keyla.
Rudi hanya terdiam mendengarkan keluhan temannya itu. Dia dapat merasakan kesedihan Keyla. Rudi pun merasa diabaikan oleh Runi, saudara kembarnya sendiri. Mereka bahkan baru saja bertengkar.
“Selamat pagi,” sapa Dokter Herman.
“Selamat pagi,” jawab Rudi dan Keyla. Keduanya menjawab dengan sopan namun sama-sama lesu.
“Kalian sudah sarapan?” tanya Dokter Herman lagi.
“Tentu saja. Kami juga sudah siap bertugas untuk menjadi dokter cilik,” jawab Keyla.
“Tugas kita hari ini adalah memeriksa kebersihan kuku teman-temanmu. Kalian pasti bisa,” kata Dokter Herman dengan penuh semangat.
Keyla dan Rudi saling berpandangan. Tugas itu memang tugas yang biasa saja namun terasa berat karena mereka harus menegur teman-teman baik mereka sendiri. Dengan langkah gontai kedua dokter cilik itu berjalan ke kelas mereka. Mereka membawa gulungan poster berisi petunjuk untuk mencuci tangan, gunting kuku, dan juga peralatan mencuci tangan.
Rudi dan Keyla berbagi tugas. Rudi memegang poster, sementara itu Keyla menjelaskan tentang cara mencuci tangan yang baik beserta dengan peragaannya. Setelah itu, wali kelas dan kedua dokter cilik itu memeriksa tangan dan kuku anak-anak di kelas. Apabila ada yang kukunya panjang segera dipotong. Tangan yang kotor segera dicuci.
“Rudi, aku ke lorong yang itu, ya,” ujar Keyla.
Keyla memilih lorong yang jauh dari tempat sahabat-sahabatnya duduk. Ia memang sengaja memilihnya supaya tidak harus menegur mereka.
“Rudi, berarti kamu ke lorong yang sana,” sahut Bu Wati, wali kelas mereka.
“Iya, Bu,” sahut Rudi sambil berjalan pelan ke lorong itu.
Teman-teman sekelas meletakkan tangan di atas meja supaya mudah dilihat. Hampir semua anak bertangan bersih. Bu Wati dan Keyla dapat menyelesaikan tugasnya dengan cepat. Tidak demikian dengan Rudi. Ia sengaja memperlambat pemeriksaan itu supaya tidak bertemu dengan Runi. Namun pertemuan itu tidak bisa dihindari.
Dengan gugup Rudi melihat ke atas meja saudara kembarnya itu. Ia sempat memejamkan mata sejenak dan terkejut saat melihat tangan yang ada di atas meja itu. Tangan Runi sangat bersih, tidak ada cat kuku yang menempel di kukunya. Semua kukunya terpotong pendek. Bahkan masih tercium aroma sabun pencuci tangan dari tangannya.
Runi mengedipkan sebelah matanya. Kedipan itu disambut dengan senyuman lebar Rudi. Setelah itu Rudi melanjutkan pemeriksaan dengan cepat. Hanya ada 1 orang temannya yang perlu memotong kuku.
Setiba di rumah, Rudi melihat Runi sedang melukis. Rudi heran karena Runi tidak suka melukis. Runi tidak berbakat melukis ataupun menggambar.
“Sedang melukis apa?” tanya Rudi.
“Hmmm… Entahlah. Aku hanya mau menggunakan cat ini,” jawab Runi sambil menunjuk ke botol-botol kecil di sampingnya.
“Itu, kan, cat kuku,” kata Rudi heran.
“Iya, itu cat kuku. Kata dokter cilik tidak boleh memakai cat kuku ke sekolah. Jadi aku juga tidak mau memakainya di rumah. Sayang rasanya untuk membuangnya, jadi mau aku jadikan lukisan,” sahut Runi.
“Sini, biar aku saja yang melukis. Kamu yang jadi modelnya,” kata Rudi menawarkan diri.
“Nah, itu lebih baik,” tanggap Runi senang.
Rudi lebih berbakat melukis dibandingkan Runi. Rudi kemudian melanjutkan lukisan yang diawali Runi. Dalam lukisannya itu, Runi terlihat sedang tersenyum bersama sahabat-sahabatnya. Dari kejauhan, Bu Dini sangat senang melihat kedua anaknya itu rukun. Bu Dini tidak tahu kalau hari itu mereka awali dengan pertengkaran.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon.
Tomat-Tomat yang Sudah Dibeli Bobo dan Coreng Hilang! Simak Keseruannya di KiGaBo Episode 7
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR