Tari cakalele adalah tarian tradisional khas Maluku. Dalam upacara adat, tari cakalele biasanya dibawakan secara berpasang-pasangan oleh 30 penari laki-laki dan perempuan.
Kostum
Penari laki-laki mengenakan pakaian adat warna merah. Warna merah melambangkan keberanian dan sifat laki-laki Maluku yang pantang menyerah.
Pakaian itu terdiri dari penutup kepala atau tualipa, selempang atau salebutu, dan ikat pinggang atau goronamabiliku.
Sedangkan penari perempuan mengenakan pakaian adat sederhana, dilengkapi sapu tangan atau lenso.
Semarang dan salawaku
Penari cakalele selalu dilengkapi peralatan perang berupa parang atau semarang dan perisai atau salawaku.
Bagi orang Maluku, parang melambangkan martabat bangsa Maluku yang harus dijaga sampai mati. Salawaku yang digunakan bisanya dihiasi dengan motif tertentu yang dibuat berdasarkan perhitungan tertentu sehingga mampu menangkis serangan musuh.
Cakalele merupakan tarian adat untuk memberikan semangat juang bagi para lelaki Maluku. Tarian ini diadakan sebagai rangkaian pesta adat sebelum para lelaki Maluku mengarungi lautan untuk pergi berperang atau mencari nafkah.
Roh yang mengamuk
Saat tarian dilakukan, kadang ada penari yang kerasukan roh. Oleh sebab itu, tarian ini disebut cakalele. Cakalele dalam bahasa Ternate terdiri dua kata, caka artinya roh, dan lele artinya mengamuk. Sehingga cakalele berarti roh yang mengamuk.
Konon, dalam perang sesungguhnya, para penari yang sudah kerasukan roh akan berteriak-teriak mengeluarkan kata-kata Aulee... Aulee... yang berarti banjir darah!
Kekayaan budaya Maluku
Pada zaman dahulu, cakalele merupakan tarian perang. Meski semua sudah dalam keadaan tenang dan damai, tarian perang cakalele tetap hidup menjadi kekayaan budaya bangsa Maluku.
Pak Klion Silulu, seorang penari cakalele di Loloda, Kabupaten Halmahera Barat, menjelaskan bahwa sekarang tarian cakalele telah berkembang menjadi tiga macam. Yaitu, cakalele untuk menyambut tamu, cakalele untuk upacara adat, dan cakalele untuk berperang.
Namun pada kenyataannya, tarian cakalele untuk berperang tidak pernah dilakukan lagi. Itu karena, pada zaman sekarang sudah tidak ada lagi perang.
Hati-Hati Kandungan Gula di Minuman Manis, Bagaimana Memilih Minuman yang Tepat?
Penulis | : | Sigit Wahyu |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR