Ini pertama kalinya Abi dan Uta hanya berdua di rumah malam-malam. Biasanya ada Bapak dan satu paman Uta. Mereka berdua sedang membeli peralatan untuk bekerja di luar kota sehingga harus menginap.
Abi sebenarnya anak yang pemberani. Namun, kemarin baru saja diberitakan bahwa di kampung sebelah ada perampokan sebuah rumah dan orang-orang di dalamnya disekap. Hal ini tentu saja membuat Abi takut.
Begitu pula dengan Uta. Belup genap satu tahun tinggal di kota, sudah banyak berita kejahatan yang ia dengar atau tonton. Belum lagi cerita-cerita menyeramkan tentang hantu yang muncul malam-malam.
Kalau Abi lebih takut pada penjahat, kalau Uta lebih takut pada hantu. Intinya, keduanya sedang takut tinggal berdua saja di rumah.
“Abi, bagaimana kalau kita kunci saja rumah ini, lalu kita pergi ke rumah sebelah sambil menonton televisi di sana?” tanya Uta.
“Ah! Uta takut, ya? Hahahaha!” Abi tertawa, padahal ia sendiri juga takut.
“Kayak kamu nggak aja,” kata Uta.
“Kalau rumahnya kosong, malah pencuri gampang masuk tau,” kata Abi menolak ajakan Uta.
Saat mereka mengobrol sambil menonton televisi, tiba-tiba ada bayangan laki-laki yang lewat. Keduanya menghentikan semua aktivitasnya dan sama-sama diam. Dalam hati, Abi sudah takut, Uta pun begitu.
“Kamu lihat tadi Bi?” tanya Uta. Abi hanya mengangguk.
“Mau lihat keluar?” tanya Uta. Abi menggeleng dengan kencang. “Paling orang ronda malam,” kata Abi.
Uta dan Abi berusaha mengatur nafas sedikit demi sedikit. Namun, usaha mereka mengurangi ketakutan ternyata percuma karena ada langkah suara yang mendekati pintu rumah.
Tap tap tap tap…
“Ta, dia mendekat kesini, bagaimana Bi…” Uta mulai gemetar.
Tok tok tok. Suara pintu diketuk.
Abi dan Uta diam membeku dengan keringat dingin.
Tok tok tok. Suara pintu diketuk lagi.
Abi memberanikan diri untuk berdiri dan mendekat ke arah pintu. Uta mengikuti di belakangnya.
Tok tok tok. “Permisi…”
“Haaaahh!!!!!” Abi terkejut mendengar suara permisi dan berpindah ke belakang Uta.
“Ayo buka Ta,” kata Abi.
“Itu suara bapak-bapak…” kata Uta lalu menelan ludah.
Tak.. Kriat….. Pintu dibuka.
Tampak di depan Uta dan Abi seorang Bapak dengan baju lusuh dan kotor. Ia memakai topi yang juga terlihat tidak dicuci lama sekal. Tubuhnya kurus dan rambutnya agak panjang. Dari badannya terlihat ia sudah agak tua.
Wajahnya tidak terlihat karena ia hanya menunduk. Semakin seram karena Bapak itu membawa sebuah kawat tebal yang melengkung di ujungnya.
“Ba b aba pak siapa?” tanya Abi yang berdiri di belakang Uta. Abi tidak bisa membayangkan kalau Bapak itu adalah orang jahat. Uta begitu takut kalau Bapak itu mengangkat kepala dan wajahnya berdarah-darah.
“Saya Darto,” kata Bapak itu sambil menganggkat kepala. Ia tersenyum
Haaahhhh.... Uta menghela nafas. Tidak ada darah di wajahnya. Namun, Abi masih takut kalau Bapak ini penjahat.
“Bapak mau apa?” tanya Abi.
Kalau di film-film, inilah saatnya orang jahat mulau beraksi. Apalagi berhadapan dengan dua anak laki-laki yang baru kelas 7.
“Kardus-kardus di depan boleh saya ambil kah? Saya mengumpulkan barang bekas,” kata Pak Darto
Haaaahhh…. Kali ini Abi yang menghela nafas lega. Merekapun membantu Pak Darto mengangkat kardus ke dalam gerobak.
Abi dan Uta kembali ke dalam rumah. Mereka tidak lupa mengunci kembali pintunya. Mereka saling menertawakan ketakutan sama lain.
“Wkwkwkw lucu sekali wajah kau Bi,” kata Uta.
“Ah kau juga takut! wkwkwkkw” balas Uta.
Tok tok tok. “Permisi…”
Tiba-tiba ada suara lagi dari pintu. Suara bapak-bapak tetapi berbeda dengan yang tadi. Abi dan Uta melangkah dengan ringan ke arah pintu. Saat pintu dibuka, tidak ada seorang pun di depan pintu.
Abi dan Uta diam terpaku.
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR