Pada zaman dahulu, di sebuah hutan, hidup dua ekor kelinci kecil. Tovo dan Ninet, namanya. Mereka bersahabat sangat akrab dan selalu bermain bersama. Selain Tovo dan Ninet, hutan itu sebenarnya juga dihuni oleh binatang-binatang lain. Misalnya, Momo Monyet dan Kiko Ikan.
Momo dan Kiko sering menonton Tovo dan Ninet bermain. Momo dan Kiko ingin sekali bermain bersama mereka. Ninet tidak berkeberatan. Namun, Tovo mengajukan syarat pada Momo dan Kiko.
“Mo, kalau kau tidak bermain di pohon lagi, aku mau menjadi sahabatmu. Kiko kalau bisa keluar dari air, aku mau main denganmu!”
Momo dan Kiko sangat sedih mendengar ucapan Tovo. Sebab Momo tidak bisa meninggalkan pohon. Sejak kecil, Momo sudah terbiasa hidup di atas pohon. Begitu juga Kiko! la bisa mati jika keluar dari air.
Pada suatu hari, orang tua Ninet pindah ke hutan lain. Tentu saja Ninet harus ikut bersama orang tuanya. Tovo sangat sedih. Kini, ia tidak mempunyai teman bermain lagi.
Suatu siang, Tovo duduk termenung di bawah pohon, di tepi sungai. Tiba-tiba, ada suara yang menyapanya.
“Hei, Tovo! mengapa kau termenung?” Kiko menyembulkan kepalanya ke permukaan air.
“Halo, Tovo! Kok, wajahmu murung?!” tanya Momo dari atas pohon.
“Aku sekarang tidak punya teman bermain,” ucap Tovo sedih.
“Aku dan Momo mau menjadi temanmu, Vo! Kita bisa bermain bersama!” hibur Kiko.
“Bagaimana mungkin? Tempat bermain kita, kan, berbeda. Aku bermain di atas tanah, momo di atas pohon, dan Kiko di dalam air!” sahut Tovo kesal.
“Tovo, walaupun tempat bermain kita berbeda, kita tetap bisa bersahabat. Asal, kita saling menghormati sesama kita!” ucap Momo.
“Aku tidak mengerti maksudmul” gerutu Tovo. Aku dan Kiko bisa menjadi sahabat.
Sebab, aku menghormati Kiko. Aku tidak pernah mengajak Kiko bermain di atas pohon. Sebab, ia pasti tidak bisa!” ucap Momo.
“Dan aku menghormati Momo. Aku tidak pernah mengajak Momo menyelam ke dasar sungai. Sebab, ia pasti tidak bisa!” sambung Kiko.
“Kita berdua lalu mencari permainan yang bisa kita mainkan bersama,” ucap Kiko lagi.
“Ayo, Ko, kita adu cepat!” seru Momo tiba-tiba.
Momo langsung meraih seuntai akar gantung. la berayun dari satu pohon ke pohon lain yang tumbuh di sepanjang sungai. Kiko pun berenang secepat mungkin. Tovo bingung menyaksikan tingkah Momo dan Kiko. la pun kemudian ikut berlari di sepanjang tepi sungai
Ketika mencapai pohon yang paling ujung, Momo berteriak gembira, “Horeeell Aku menang!”
“Ha ha ha... Kau memang hebat, Mo!” puji Kiko dari dalam dasar sungai.
“Nah, Tovo! Kau lihat, kan? Aku dan Kiko tetap bisa adu cepat. Walau aku di pohon dan Kiko di air!” ujar Momo.
“Sekarang, bagaimana kalau kita bertiga adu cepat! Momo berayun di pohon-pohon yang tumbuh di sepanjang sungai ini. Tovo berlari di sepanjang tepi sungai ini. Dan aku berenang di sepanjang sungai ini. Sip, kan?” usul Kiko.
Momo pun segera berayun dari satu pohon ke pohon lain. Kiko berenang secepat mungkin. Tovo berlari sekencang-kencangnya. Akhirnya.
“Horee! Aku menang!” teriak Tovo kegirangan.
“Kau memang pelari hebat, Vo!” puji Momo dan Kiko.
“Dan, kalian adalah sahabat-sahabat yang baik!” ucap Tovo terharu.
Selain menjadi sahabat, Momo dan Kiko juga menjadi guru bagi Tovo. Ternyata, ada banyak hal yang belum diketahui Tovo. Kiko bercerita pada Tovo tentang apa saja yang terdapat di dasar sungai. Momo bercerita tentang keindahan pemandangan yang terlihat dari atas pohon.
Momo dan Kiko kemudian menjadi sahabat yang menyenangkan walaupun kebiasaan mereka berbeda. Tovo agak menyesal juga. Mengapa tidak sejak dulu ia bersahabat dengan Momo dan Kiko.
“Semoga Ninet juga mendapat sahabat baru yang baik di tempatnya yang baru!” doa Tovo.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Vanda Parengkuan.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR