Besok siang akan diadakan sayembara memasak di istana. Pengawal mengumumkan kalau sang juara akan tinggal di istana dan menjadi koki di sana. Raya sangat ingin mengikuti sayembara dan tentu saja memenangkannya.
Dalam sayembara ini, peserta hanya diizinkan ikut dalam kelompok, minimal dua orang. Raya terdiam sebentar, memikirkan siapa teman yang akan diajaknya untuk ikut sayembara memasak di istana.
“Kera, kamu mau ikut sayembara memasak bersamaku tidak?” kata Raya pada Kera.
“Ah? Satu kelompok sama kamu? Nggak, ah!” jawab Kera cuek sambil meninggalkan Raya.
Raya tak menyerah. Ia pun mendatangi satu per satu rumah perempuan sebayanya. Satu per satu penolakan ia terima. Bahkan, sampai di rumah terakhir pun masih ditolak.
“Nggak mau, ah, sekelompok sama Raya. Aku tuh maunya sama orang kaya,” jawab Nina sambil tertawa.
Raya begitu sedih. Ia kembali ke rumah walaupun belum menemukan teman sekelompok untuk mengikuti sayembara memasak.
“Bagaimana ini, sayembaranya, kan, besok. Tidak ada satu pun yang mau satu kelompok denganku,” kata Raya.
Raya berjalan menyusuri sawah. Memang penuh perjuangan untuk mencapai rumahnya. Kalau hujan, kaki bisa kotor terkena lumpur.
Di tengah jalan, tiba-tiba ia bertemu dengan seorang nenek yang sedang kebingungan.
“Nek, sedang cari siapa?” tanya Raya.
“Sepertinya nenek tersesat. Nenek mau pergi ke Desa Terreno,” jawab Nenek itu.
“Wah Nek, itu masih sangat jauh. Ada di balik bukit itu,” jawab Raya. “Lebih baik Nenek menginap di rumahku dulu karena sebentar lagi gelap. Besok, aku akan minta tolong orang di pasar agar Nenek boleh menumpang truk sayur ke Desa Terreno,” kata Raya.
Wajah Nenek yang awalnya kebingungan berubah ceria. “Terima kasih, Nak. Terima kasih. Oh ya, siapa namamu?”
“Raya, Nek,” jawab Raya sambil menuntun Nenek ke rumahnya.
Raya dan Nenek melanjutkan sedikit lagi perjalanan menuju rumah Raya. Baru saja mereka masuk rumah, terdengar suara hujan turun.
“Untung saja, ya, Nek, kita sudah sampai,” kata Raya.
“Iya, Nak. Nak Raya tinggal sendiri?” tanya Nenek setelah mendapati rumah sangat sepi.
“Iya Nek, Bapak dan Ibu sudah meninggal karena banjir bandang. Raya dulunya tinggal sama nenek Raya, tetapi Nenek baru meninggal dua bulan lalu,” jawab Raya.
Malam itu, suasana memang sangat mendukung untuk tidur cepat. Nenek pun segera tidur. Namun, Raya masih terjaga. Ia masih memikirkan sayembara memasak di istana besok siang.
Malam itu membawa lamunan Raya sampai ke kenangannya bersama Nenek, seseorang yang selalu memasak enak untuknya. Nenek Raya sangat suka memasak. Apapun yang dimasak pasti rasanya enak. Nenek sabar sekali mengajarkan Raya memasak sejak kecil, mulai dari mencuci, memotong, mengiris, merebus, menggoreng, dan lainnya.
Raya selalu ingat pesan Nenek. “Memasak itu bekal untuk hidup, hidup untuk diri sendiri dan untuk orang lain,” begitulah pesan Nenek yang diingat Raya.
“Ah, coba saja ada Nenek, pasti aku bisa mengajak Nenek ikut sayembara. Aku memang tidak kaya, jadi tak ada yang mau satu kelompok denganku. Tapi, kan, aku bisa memasak. Nenek sudah mengajariku banyak masakan. Ah, tapi kalau tidak punya kelompok, tetap tidak bisa ikut sayembara besok,” kata Raya pada dirinya sendiri. Ia sangat gelisah dan sebentar lagi akan pasrah.
Tanpa sadar. Nenek yang dikira Raya sedang tidur ternyata mendengar kegelisahannya. Nenek tak menjawab. Ia hanya tersenyum dan melanjutkan tidur.
Keesokan paginya, Raya dibangunkan oleh cahaya matahari yang masuk dari sela-sela anyaman dinding rumahnya.
“Ya ampun!” katanya sambil berusaha berdiri.
Raya terkejut karena Nenek sudah tidak ada lagi di kasur. Ia pun pergi ke luar dan ke kamar mandi untuk mencari Nenek, tetapi tetap tidak ketemu.
“Ke mana perginya Nenek? Ini pasti karena aku terlambat bangun,” kata Raya dengan penuh sesal.
Saat kembali ke dalam rumah, Raya melihat sebuah kotak merah muda dan sepucuk surat.
Halo Nak Raya,
Terima kasih telah menolong Nenek.
Semalam tak sengaja aku dengar kegelisahanmu. Nenek ingin balas membantu.
Bukalah kotak itu, di sana akan ada teman yang bisa menemanimu mengikuti sayembara di istana.
Pejamkan matamu dan bayangkanlah bahwa ia berubah menjadi seseorang yang akan menemanimu. Jika kau bersungguh-sungguh, maka ia akan berubah menjadi seorang nenek sepertiku dan juga nenekmu. Itu adalah nenek mungil ajaib.
Nah, yang harus kau ingat adalah ia hanya bisa berubah menyerupai manusia satu kali saja. Pergunakanlah baik-baik saat datang ke istana. Jangan lupa, berlatihlah memasak selagi ada waktu. Hanya dengan berlatih dan tulus memasak, kamu bisa memenangkan sayembara itu.
Raya membuka kotak merah muda itu. Ia mendapati sebuah mainan berbentuk nenek yang mungil, menggunakan kacamata bundar, dan celemek. Mirip sekali dengan Nenek yang ditolongnya kemarin.
“Waaaahhhh….” kata Raya takjub. Matanya berbinar melihat nenek mungil itu. "Inikah nenek ajaib itu?"
Raya menyimpan kembali nenek mungil ke dalam kotak. “Kesempatan ini hanya satu kali, aku harus menggunakannya baik-baik," kata Raya.
Raya melihat jam. Masih tersisa sekitar dua jam sebelum ia harus berangkat ke istana. Masih ada waktu untuk berlatih. Raya langsung menuju dapur dan mempersiapkan diri.
Bersambung…
Menuju Dua Dekade, National Geographic Indonesia Gelar Pameran Foto Sudut Pandang Baru Peluang Bumi
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR