Ini adalah pertama kali Alya berkunjung menemui Paman Kittiwitikun atau yang biasa ia panggil Paman Kitti. Alya bahkan baru tahu kalau ia memiliki seorang paman yang tinggal di Bangkok.
Pagi-pagi Alya sudah menunggu di halte bus dekat Stasiun Siam. Tidak lama kemudian Paman Kitti datang.
“Alya, sudah lama sekali tidak bertemu. Selamat datang di Bangkok!” kata Paman Kitti dengan ceria.
“Halo Paman! Bahkan Alya baru tahu kalau Paman tinggal di Bangkok. Kita bertemu waktu Alya masih TK, sudah lama sekali,” kata Alya.
“Iya, sudah lama sekali yah! Nah, sekarang waktunya Paman mengajakmu berjalan-jalan. Sudah siap?” kata Paman Kitti.
Alya mengangguk dan tersenyum senang. Awalnya, Alya mengira, mereka akan berjalan-jalan dengan mobil paman, tetapi ternyata paman mengajaknya berkeliling Bangkok dengan kendaraan umum. Alya semakin senang. Ia memang senang berjalan-jalan dengan kendaraan umum.
Ini pertama kalinya Alya ke Bangkok, ibu kota Negara Thailand. Ia pergi ke Bangkok karena mengikuti sebuah kompetisi bersama teman-teman sekolahnya. Kebetulan, satu hari ini tidak ada agenda, sehingga Alya bisa bertemu Paman Kitti.
Sambil mengedarkan pandangan berkeliling lewat jendela bus, Alya mendengar penjelasan Paman Kitti.
“Bangkok tidak jauh berbeda dengan Jakarta ya Paman,” kata Alya.
“Paman sudah lima belas tahun tidak ke Jakarta Alya, jadi Paman sudah tidak terbayang seperti apa Jakarta sekarang, hehehe,” kata Paman.
Mereka pun tertawa bersama.
“Paman, kartu apa yang Paman kalungkan itu,” tanya Alya.
“Oh, ini adalah tanda kalau Paman adalah tour guide, orang yang mengantarkan para wisatawan untuk berkeliling,” jawab Paman.
“Wah, Paman bekerja jadi tour guide di sini?” tanya Alya.
Paman Kitti mengangguk. Alya semakin bersemangat.
Tidak butuh waktu lama, Paman dan Alya sudah bercakap-cakap tentang banyak hal. Paman tahu banyak tentang Bangkok, mulai dari makanan, daerah wisata, sampai sejarahnya. Ia bisa menjelaskan dengan baik.
Bus berhenti cukup lama, Alya menengok lewat jendela, penasaran dengan apa yang terjadi. Paman Kitti menangkap kebingungan Alya.
“Ada rombongan kerajaan yang sedang lewat, mereka akan pergi ke Grand Palace,” jawab Paman.
“Ohhhh…..” kata Alya sambil mengangguk.
“Masih dalam rangka meninggalnya Raja Thailand kira-kira setahun yang lalu,” jawab Paman.
“Semuanya sangat mencintai Raja ya Paman,” kata Alya.
Paman Kitti mengangguk.
“Alya, sudah punya rencana kah mau berkunjung ke mana?” tanya Paman Kitti.
“Alya ingin melihat temple, Paman. Katanya di Bangkok ada bangunan-bangunan tradisional yang bagus,” jawab Alya.
“Benar sekali! Di sini ada banyak sekali bangunan tradisional bersejarah,” jawab Paman.
“Alya ingin melihat-lihat bangunan itu Paman,” kata Alya.
Paman mengangguk. “Kita akan pergi ke beberapa tempat dan Alya pasti suka,” kata Paman sambil tersenyum yakin.
“Ke mana saja Paman?”
“Kita akan melewati sungai Chao Phraya, salah satu sungai penting di Bangkok, menuju Wat Arun," jawab Paman Kitti.
"Wah, Alya pernah membaca itu, katanya Wat Arun sangat indah!" kata Alya penuh semangat.
"Lihat ke sana Alya, yang menjulang tinggi berwarna putih itu Wat Arun, dan kita akan melewati sungai itu dengan perahu," kata Paman.
"Asiiiikk!!!" kata Alya.
Bus berhenti. Paman Kitti dan Alya turun. Waktu itu cuaca di Bangkok sangat cerah. Alya menggunakan topinya, begitu pula dengan Paman Kitty.
“Alya, kita akan melanjutkan dengan berjalan kaki yah, siap?” kata Paman.
Alya mengangguk semangat. “Siap Paman!”
Paman Kitti berjalan agak cepat, terkadang Alya harus setengah berlari untuk mengikutinya. Alya mengedarkan pandangan ke kiri dan ke kanan. Ia melihat ada banyak biksu yang berjalan. Alya mengambil beberapa foto. Ia kagum dengan arsitektur stupa, vihara, dan bangunan lainnya.
“Ini namanya Wat Arun. Salah satu candi terbesar di Thailand,” kata Paman.
Alya mengangguk.
Sambil berjalan-jalan, Paman menceritakan satu per satu makna dari bangunan, patung Buddha, dan keindahan arsitektur di sana. Paman sangat ahli menceritakan sejarah tempat itu.
Alya senang sekali bisa pergi bersama Paman, bukan hanya menikmati keindahannya, tetapi juga mendengar cerita sejarahnya.
Paman melanjutkan perjalanan. Kali ini melewati jalanan yang sempit.
“Sudah lelah Alya?” tanya Paman. Alya menggeleng sambil tersenyum. “Hanya sedikit haus Paman,” jawab Alya. Paman mengangguk dan tersenyum.
“Alya, kita tidak akan melewati jalan besar ya, kita akan lewat jalan-jalan sempit,” kata Paman Kitti. Alya mengangguk. Ia sangat penasaran akan ada apa lagi yang ingin ditunjukkan Paman Kitti kepadanya.
Mereka pun melanjutkan perjalanan.
“Wah ternyata ada jalanan seperti ini di Bangkok, ya, Paman, mirip seperti di Jakarta,” kata Alya. Paman mengangguk.
“Jika kita berjalan kaki, maka akan lebih banyak hal yang bisa kita lihat. Melewati jalan sempit adalah salah satu cara agar kita benar-benar melihat kenyataan kehidupan di sini,” kata Paman.
“Iya benar sekali Paman, Alya senang sekali bisa diajak lewat sini,” jawab Alya.
Pandangan Alya mengarah pada sebuah pintu di sebelah kanan. Pintu itu seperti menyatu dengan pohon.
Cekrek!
Suara kamera Paman Kitti mengagetkan Alya. Mereka pun tertawa bersama.
“Di daerah sini, orang-orang membuat rumah yang berdampingan dengan pohon. Lihat saja dari jendela sana,” kata Paman.
Alya menengadah, melihat jendela yang agak di atas. Ada juluran ranting pohon yang melewati jendela dari dalam rumah. Alya takjub dengan apa yang ia lihat.
“Masyarakat disini tidak ingin menebang pohon ya Paman,” tanya Alya.
“Begitulah Alya,” jawab Paman.
Mereka melanjutkan perjalanan kembali, menelurusi jalanan sempit.
“Alya lapar?” tanya Paman Kitti.
Alya mengangguk. “Ingin makan apa?” tanya Paman.
“Di sekitar sini ada tempat makan legendariskah Paman?” tanya Alya.
“Ada banyak Alya, ada mie, dim sum, …”
“Alya mau makan dimsum,” kata Alya.
Paman pun memimpin perjalanan ke sebuah tempat makan dimsum bernama The Canton House yang telah berdiri sejak tahun 1908. Sudah lama sekali.
Alya menikmati dim sum-nya dengan lahap. “Ini enak sekali paman,” kata Alya.
Senyum Paman Kitti melebar. “Resepnya dipertahankan sejak dahulu Alya,” jawab Paman.
"Waaahhhhh!" Alya begitu kagum.
Alya menghabiskan semua pesanan dimsumnya. "Alya tidak pernah kecewa dengan kuliner di Thailand. Semuanya enak, ya, Paman!" kata Alya.
“Iya, salah satu yang terkenal disini memang kelezatan kulinernya. Namun, maaf Alya, Paman tidak bisa mengajak jalan-jalan sampai malam,” kata Paman.
“Iya, kata Mama, Paman akan pergi ke Thailand bagian Utara yah?” kata Alya. Paman mengangguk.
“Ada apa Paman? Apakah ada wisatawan yang ingin diajak berkeliling?”
Paman menggeleng. “Paman akan melatih tour guide baru agar mereka bisa mendapatkan surat izin Alya,” jawab Paman.
“Waaah, Paman hebat sekali. Hebat!!!!” jawab Alya. Ia bangga memiliki Paman yang mencintai pekerjaannya dan mau berbagi ilmu dengan orang lain.
Sore itu, Paman Kitti mengantarkan Alya kembali ke penginapan, tempat Alya dan tim dari sekolahnya menginap. Alya berterima kasih berkali-kali pada Paman yang sudah mau menyediakan waktu untuk mengajak Alya berkeliling.
“Kamu harus datang lagi, ya, Alya lain kali. Masih banyak tempat yang akan membuatmu terpesona!” kata Paman.
“Siap!” jawab Alya.
“Alya, besok kembali ke Jakarta kan?” tanya Paman.
Alya mengangguk. “Semoga perjalanannya lancar, ya!” kata Paman.
“Semoga perjalanan Paman juga lancar,” kata Alya sambil tersenyum bahagia.
Cerita: Putri Puspita
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR