Ketika Raja Peter terbangun di pagi harinya, ia sangat ketakutan. Tampak deretan perampok pingsan yang terikat di pojokan loteng. Ia pun membangunkan Anatoli. “Apa yang kau lakukan tadi malam?”
Anatoli menceritakan semua yang terjadi. Ia lalu memarahi Raja Peter karena tertidur di saat jaga malam. Anatoli lalu turun dan berteriak kepada si Nenek.
“Neeek, kau ternyata anak buah perampok! Tunjukan kepadaku barang curian mereka yang kau sembunyikan!”
Nenek itu gemetar ketakutan. Dengan gigi gemerutuk ia mengambil sebuah peti dan membukanya. Ternyata isinya penuh dengan koin emas.
Anatoli mengambil koin-koin emas itu sebanyak yang ia bisa taruh di sakunya. Ia lalu berkata kepada Raja Peter, “Ambillah!”
“Aku tidak butuh itu,” ujar Raja Peter. “Raja yang Agung sangat kaya. Dia memberiku upah yang cukup banyak. Ambil saja bagianku!”
Maka, Anatoli mengisi penuh tasnya dengan koin-koin emas. Mereka kemudian meninggalkan gubuk itu dan sesaat kemudian tiba di tepi hutan. Dari tempat itu, jalan menuju ke arah kota sudah terlihat. Mereka mengucapkan salam perpisahan.
Raja Peter berkata pada Anatoli, “Aku sangat berterimakasih atas semua pertolonganmu, Teman. Datanglah ke istana dan temui aku. Katakan saja kau mencari Peter, sebab semua orang mengenal aku.”
“Ah, terima kasih, Teman. Aku tidak mungkin bisa datang. Aku ini prajurid yang lari dari tugas. Aku khawatir Raja justru akan memenjarakan aku.”
“Tenang saja! Sang Raja yang Agung menyukaiku. Aku yakin bisa membujuknya untuk mengampunimu. Datanglah besok.”
“Baiklah...” Anatoli setuju dan akhirnya mereka berpisah.
Setibanya di istana, Raja Peter yang Agung langsung memberitahu semua prajurid pengawal, pelayan, dan penjaga gerbang, bahwa ia menantikan seorang tamu besok. Tamu itu berpakaian tentara, tetapi mereka semua harus memperlakukannya seperti seorang jenderal.
Maka esok paginya, saat Anatoli tiba di istana, semua penjaga yang berjaga di depan gerbang berdiri tegak seolah-olah ia seorang jenderal.
Anatoli terkejut. “Kepada siapa anda memberi hormat?”
“Anda, Tuan!” jawab para penjaga.
Anatoli merogoh sakunya dan memberikan penjaga-penjaga itu segenggam koin emas, lalu ia pergi. Hal yang sama terjadi lagi pada gerbang yang berikutnya. Anatoli akhirnya sudah memberikan banyak sekali koin emas. Ia mulai kesal.
“Huuuh, pelayan Sang Raja itu betul-betul suka bergosip. Pasti dia sudah memberitahu seluruh penghuni istana kalau aku punya banyak koin emas. Dan sekarang semua ingin mendapat koin emas dengan memberiku hormat!” gerutunya.
Kini, tibalah Anatoli di halaman utama istana. Ia berdiri dengan takjub. Halaman utama istana itu dipenuhi prajurit-prajurit, perwira, bahkan kakaknya yang seorang jenderal pun ada disana. Dan di depan mereka semua, berdirilah Sang Raja. Raja Peter yang Agung.
“Oh, Tuhan, apa yang sudah kulakukan...” gumam Anatoli lemas. Ia betul-betul tak menyangka kalau temannya semalam ternyata seorang raja.
Untunglah, semua berakhir dengan baik. Raja Peter menyambut Anatoli seperti teman lama. Ia memberitahu semua orang betapa beraninya Anatoli saat menyelamatkan nyawanya. Lalu Sang Raja berkata lagi,
“Karena kau sudah menjadi pahlawan, maka aku akan menaikkan pangkatmu menjadi jenderal!”
Di saat itu juga, drum-drum dibunyikan oleh para prajurid pemain musik. Semua yang hadir berteriak, “Horeee...”
Semua orang yang hadir gembira, kecuali Jenderal Vladimir, kakak Anatoli. Raja Peter yang Agung menurunkan pangkatnya menjadi seorang tentara biasa. Itulah hukumannya karena ia tidak mau mengakui prajurit Anatoli sebagai adiknya.
Raja Peter memang raja yang adil.
Teks: Adaptasi dongeng Rusia / Dok. Majalah Bobo
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR