Dahulu kala, saat Raja Peter yang Agung memerintah Rusia, hiduplah seorang petani dengan dua putera bernama Vladimir dan Anatoli. Vladimir, si anak pertama, mengabdi pada kerajaan Rusia sebagai seorang prajurit. Ia tampak gagah dengan seragam prajurid, membawa pedang dan senapan.
Vladimir bekerja dengan sangat baik dan bertanggung jawab. Hidupnya hanya untuk kepentingan negara. Maka, dalam waktu yang tak lama, ia sudah naik pangkat menjadi seorang jenderal.
Tepat pada saat Vladimir menjadi jenderal, giliran si bungsu Anatoli bergabung menjadi prajurit muda. Ia membayangkan akan bahagia sekali jika dirinya ditempatkan di tempat kakaknya bertugas. Dan kebetulan, angan-angannya itu menjadi kenyataan. Ia ditempatkan dibawah perlindungan kakaknya yang menjabat sebagai jenderal.
Anatoli sangat gembira. Ia berpikir, betapa menyenangkannya mengabdi dibawah perintah sang kakak.
Sayangnya, Anatoli salah besar! Saat Vladimir tahu adiknya menjadi anggota baru di kelompoknya, ia merasa sangat malu. Vladimir menghampiri adiknya itu dan berkata dengan marah,
“Dengar, mulai hari ini, kau bukan adikku lagi. Aku tidak ingin mengenalmu. Jadi, jangan berani-berani mendekatiku, apalagi memanggilku Kakak!”
Anatoli hanya terdiam sedih.
Suatu malam, Anatoli bertugas menjaga rumah Jenderal Vladimir, kakaknya. Di rumah itu, sedang ada pesta besar. Para perwira, bangsawan, dan puteri-puteri bangsawan berkumpul. Semua makanan dan minuman enak tersedia di pesta itu. Namun Vladimir samasekali tidak menghiraukan Anatoli. Ia tidak diajak masuk, ataupun ditawari makanan dan minuman. Anatoli semakin sedih.
Karena tak tahan lagi, Anatoli lari ke tempat sunyi dan menangis tersedu.
Tak lama, seorang wanita cantik keluar dari rumah Jenderal Vladimir. “Mengapa kau menangis, Prajurit?” sapa wanita itu.
“Pemilik rumah ini adalah kakak kandungku. Ia sedang asyik berpesta dengan kawan-kawannya. Samasekali tidak ingat padaku...”
Wanita itu adalah salah satu tamu pesta. Ketika kembali ke tempat pesta, ia menceritakan hal itu pada Jenderal Vladimir. Betapa marahnya Vladimir. Ia menyangkal cerita Anatoli dan tetap tak mengakuinya sebagai adiknya.
Vladimir lalu menyuruh prajurid lainnya untuk membawa Anatoli ke kurungan. Ia dihukum beberapa hari dan tidak diberi makan dan minum.
Perbuatan Jenderal Vladimir membuat Anatoli sangat kecewa pada kakaknya. Karena tidak tahan lagi, pada hari ia dibebaskan, Anatoli akhirnya lari dari resimennya. Ia berlari dan terus berlari, entah kemana kakinya melangkah.
Anatoli akhirnya sampai di hutan yang jauh. Ia memutuskan untuk tinggal di situ. Tinggal di hutan tentu lebih baik, walau hanya makan buah-buahan liar. Daripada harus melihat kakak kandung yang berbuat tidak adil pada adiknya sendiri. Begitulah pikir Anatoli.
Suatu hari, Raja Peter yang Agung berkuda ke hutan itu bersama seorang pemburu. Di tepi hutan, seekor serigala melompat keluar dari antara tumbuhan pakis. Raja Peter langsung memacu kudanya mengejar. Serigala itu melompati semak-semak dan bebatuan dengan lincah. Raja Peter tetap mengikutinya.
Sayangnya, pada akhirnya serigala itu bisa meloloskan diri. Kini tinggallah Raja Peter seorang diri di tengah hutan. Ia melihat ke sekeliling. Yang ada hanyalah pepohonan dan semak-semak lebat. Pemburu yang tadi diajaknya sebagai petunjuk jalan, kini entah kemana.
Di sisa hari itu, Raja Peter yang Agung mencoba mencari jalan keluar dari hutan itu. Namun semua sia-sia. Tiba-tiba, ia mendengar suara orang menyanyi tak jauh darinya. Ia mencari asal suara itu dan melihat Anatoli yang berpakaian prajurid, duduk di batuan besar.
“Selamat siang, Prajurit!”
“Selamat siang juga,” ujar Anatoli terkejut. “Anda siapa?” tanya Anatoli. Ia tak mengenali Raja Peter sebab Raja tidak memakai pakaian kerajaan.
“Aku salah satu pelayan Raja yang Agung. Aku tersesat saat berburu. Tolong tunjukan jalan keluar dari hutan ini.”
“Aku akan menunjukanmu jalan keluar, tapi tidak hari ini. Sekarang sudah terlalu malam dan kau tidak mungkin sampai ke kota. Bermalamlah di hutan ini.”
Sebenarnya, Raja Peter tidak setuju dengan usul itu. Namun ia tak punya jalan keluar lain. “Baiklah. Tapi apa mungkin kita bermalam disini? Bukankah hewan buas memburu mangsa saat malam hari?” keluh Raja Peter.
“Hmm..., benar juga. Kalau begitu, ayo kita lihat sekeliling,” ajak Anatoli. “Mungkin saja ada gubuk di dekat sini.”
Mereka lalu mendaki pohon yang tinggi, lalu melihat ke sekeliling dengan seksama. Mereka mellihat cahaya yang berkelap-kelip tidak jauh dari tempat itu.
“Mau kesana?” tanya Anatoli. “Mungkin saja kita bisa bermalam di sana.”
Raja Peter setuju. Maka mereka lalu berjalan bersama. Di saat itu, Raja Peter mulai bertanya pada Anatoli, “Kau berasal dari resimen mana?”
“Aku tidak layak berada di resimen manapun, temanku. Aku melarikan diri dari resimenku,” ujar Anatoli sedih.
“Oh, mengapa kau melarikan diri?”
Anatoli bercerita tentang kakaknya, sang Jenderal Vladimir yang tak mau mengakuinya sebagai adiknya.
Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah gubuk kecil. Mereka menambatkan kuda-kuda mereka dan mengetuk pintu gubuk itu. Seorang wanita tua membuka pintu rumahnya dengan dahi berkerut.
“Nek, apakah Nenek punya sesuatu untuk kami makan?” tanya Anatoli ramah. “Kami juga mau menumpang tidur. Di loteng juga tidak apa-apa, Nek.”
“Aku tidak punya apapun untuk dimakan,” gerutu si Nenek.
“Tapi, sepertinya aku mencium aroma daging panggang,” ujar Anatoli.
Ia melangkah masuk ke arah perapian dan mengambil seekor domba panggang dari tungku. Di dapur, Anatoli menemukan makanan yang cukup untuk seluruh resimen. Mereka makan, minum, dan menuju loteng untuk beristirahat.
“Ada sesuatu yang aneh pada tempat ini,” ucap Anatoli. “Sebaiknya kita harus bergiliran jaga.”
Giliran pertama, Raja Peter yang berjaga. Anatoli meminjamkan pedangnya. Namun, Raja Peter tidak biasa berjaga malam. Matanya terus menerus terpejam.
“Kau yakin, bisa berjaga malam dan tidak tertidur?” tanya Anatoli.
“Aku tidak akan tertidur. Aku hanya sedang melamun.”
Namun, tak lama kemudian Raja Peter tertidur pulas. Ia jatuh ke lantai dan mendengkur dengan keras.
“Astagaaa... katanya cuma melamun...” Anatoli menahan tawa dan mengambil kembali pedangnya, lalu berjaga.
Sesaat kemudian, ia mendengar suara tawa dan sorak-sorai di bawah. Ternyata gubuk itu milik para perampok yang baru saja kembali. Dan nenek tua itu adalah penjaga rumah mereka.
“Ada kejadian apa hari ini, Nek?” teriak mereka.
“Kita kedatangan dua tamu. Mereka sudah makan malam dan sekarang sudah beristirahat di loteng.”
“Baiklah, aku akan melihat-lihat tamu-tamu kita,” kata salah satu perampok. Ia mengambil pisau yang tajam, dan menaiki tangga menuju loteng. Namun ketika kepala perampok itu muncul, Anatoli langsung membekap mulutnya dan memukulnya. Perampok itu seketika pingsan. Anatoli mengikat si perampok dan membekap mulutnya dengan sobekan kain. Lalu menariknya ke pojok loteng.
Perampok-perampok yang lain menunggu temannya kembali. Namun karena perampok pertama tidak kembali juga, perampok kedua naik ke loteng untuk memeriksa. Anatoli melakukan hal yang sama para perampok kedua. Juga pada perampok lainnya yang menyusul satu persatu. Terakhir, pemimpin perampok juga mengalami hal yang sama.
Setelah keadaan aman, Anatoli menjatuhkan dirinya ke tumpukan jerami dan terlelap.
Ketika Raja Peter terbangun di pagi harinya, ia sangat ketakutan. Tampak deretan perampok pingsan yang terikat di pojokan loteng. Ia pun membangunkan Anatoli. “Apa yang kau lakukan tadi malam?”
Anatoli menceritakan semua yang terjadi. Ia lalu memarahi Raja Peter karena tertidur di saat jaga malam. Anatoli lalu turun dan berteriak kepada si Nenek.
“Neeek, kau ternyata anak buah perampok! Tunjukan kepadaku barang curian mereka yang kau sembunyikan!”
Nenek itu gemetar ketakutan. Dengan gigi gemerutuk ia mengambil sebuah peti dan membukanya. Ternyata isinya penuh dengan koin emas.
Anatoli mengambil koin-koin emas itu sebanyak yang ia bisa taruh di sakunya. Ia lalu berkata kepada Raja Peter, “Ambillah!”
“Aku tidak butuh itu,” ujar Raja Peter. “Raja yang Agung sangat kaya. Dia memberiku upah yang cukup banyak. Ambil saja bagianku!”
Maka, Anatoli mengisi penuh tasnya dengan koin-koin emas. Mereka kemudian meninggalkan gubuk itu dan sesaat kemudian tiba di tepi hutan. Dari tempat itu, jalan menuju ke arah kota sudah terlihat. Mereka mengucapkan salam perpisahan.
Raja Peter berkata pada Anatoli, “Aku sangat berterimakasih atas semua pertolonganmu, Teman. Datanglah ke istana dan temui aku. Katakan saja kau mencari Peter, sebab semua orang mengenal aku.”
“Ah, terima kasih, Teman. Aku tidak mungkin bisa datang. Aku ini prajurid yang lari dari tugas. Aku khawatir Raja justru akan memenjarakan aku.”
“Tenang saja! Sang Raja yang Agung menyukaiku. Aku yakin bisa membujuknya untuk mengampunimu. Datanglah besok.”
“Baiklah...” Anatoli setuju dan akhirnya mereka berpisah.
Setibanya di istana, Raja Peter yang Agung langsung memberitahu semua prajurid pengawal, pelayan, dan penjaga gerbang, bahwa ia menantikan seorang tamu besok. Tamu itu berpakaian tentara, tetapi mereka semua harus memperlakukannya seperti seorang jenderal.
Maka esok paginya, saat Anatoli tiba di istana, semua penjaga yang berjaga di depan gerbang berdiri tegak seolah-olah ia seorang jenderal.
Anatoli terkejut. “Kepada siapa anda memberi hormat?”
“Anda, Tuan!” jawab para penjaga.
Anatoli merogoh sakunya dan memberikan penjaga-penjaga itu segenggam koin emas, lalu ia pergi. Hal yang sama terjadi lagi pada gerbang yang berikutnya. Anatoli akhirnya sudah memberikan banyak sekali koin emas. Ia mulai kesal.
“Huuuh, pelayan Sang Raja itu betul-betul suka bergosip. Pasti dia sudah memberitahu seluruh penghuni istana kalau aku punya banyak koin emas. Dan sekarang semua ingin mendapat koin emas dengan memberiku hormat!” gerutunya.
Kini, tibalah Anatoli di halaman utama istana. Ia berdiri dengan takjub. Halaman utama istana itu dipenuhi prajurit-prajurit, perwira, bahkan kakaknya yang seorang jenderal pun ada disana. Dan di depan mereka semua, berdirilah Sang Raja. Raja Peter yang Agung.
“Oh, Tuhan, apa yang sudah kulakukan...” gumam Anatoli lemas. Ia betul-betul tak menyangka kalau temannya semalam ternyata seorang raja.
Untunglah, semua berakhir dengan baik. Raja Peter menyambut Anatoli seperti teman lama. Ia memberitahu semua orang betapa beraninya Anatoli saat menyelamatkan nyawanya. Lalu Sang Raja berkata lagi,
“Karena kau sudah menjadi pahlawan, maka aku akan menaikkan pangkatmu menjadi jenderal!”
Di saat itu juga, drum-drum dibunyikan oleh para prajurid pemain musik. Semua yang hadir berteriak, “Horeee...”
Semua orang yang hadir gembira, kecuali Jenderal Vladimir, kakak Anatoli. Raja Peter yang Agung menurunkan pangkatnya menjadi seorang tentara biasa. Itulah hukumannya karena ia tidak mau mengakui prajurit Anatoli sebagai adiknya.
Raja Peter memang raja yang adil.
Teks: Adaptasi dongeng Rusia / Dok. Majalah Bobo
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR