Tidak semua negara mengharuskan orang asing memiliki visa untuk masuk ke wilayahnya.
Ada negara yang membebaskan warga negara tertentu untuk masuk ke wilayahnya, bila sudah ada kesepakatan bersama antara negara. Misalnya warga negara Asean tidak perlu memiliki visa untuk masuk ke negara Asean lainnya.
Sejarah Paspor dan Visa
Dokumen serupa paspor dan visa dipercaya sudah ada sejak beberapa abad sebelum Masehi.
Dokumen itu berupa surat izin untuk melakukan perjalanan. Surat itu dibuat oleh raja. Surat perjalanan itu berfungsi sebagai paspor sekaligus visa.
Pada abad pertengahan, orang bisa melakukan perjalanan keliling negeri dengan membayar pajak. Namanya Bara’a. Jadi Bara’a itu berfungsi sebagai paspor.
Paspor yang kita gunakan saat ini, pertama kali muncul pada tahun 1414. Saat itu masa pemerintahan Raja Henry V. Parlemen Inggris mengeluarkan undang-udang tentang dokumen perjalanan.
Raja Louis XIV dari Prancis, yang memerintah pada tahun 1643 – 1715 yang memberi nama dokumen perjalanan itu sebagai passe port. Katanya Raja Louis XIV suka memberi dokumen perjalanan kepada orang-orang yang disayanginya.
Dokumen yang ditandatangani sendiri itu disebut passé port. Passe artinya melewati. Sedangkan port bisa berarti pelabuhan, bisa juga berarti gerbang kota. Jadi passé port adalah surat izin untuk melewati pelabuhan atau gerbang kota.
Dari kata passé port itu akhirnya jadi passport (dalam bahasa Inggris) dan paspor (dalam bahasa Indonesia)
Baca juga: Libur Hampir Tiba. Yuk, Siap-siap Wisata!
Setelah Perang Dunia I, banyak negara membutuhkan paspor, karena ada kekhawatiran tentang keamanan.
Pada tahun 1920 Liga Bangsa-Bangsa, (sekarang PBB) melakukan konferensi tentang paspor di Paris, Prancis. Dalam konferensi itu disepakati beberapa pedoman dan peraturan tentang dokumen perjalanan ini.
Foto: Creative Commons
Penulis | : | Aan Madrus |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR