Bobo.id – Saat kita sedang kesal, banyak pikiran atau masalah, tanpa sadar mungkin kita sering menggaruk kepala, bukan?
Hmm… kira-kira kenapa kita melakukan gerak tubuh seperti itu, ya?
BACA JUGA : Ternyata, Kebiasaan yang Dianggap Tidak Baik Ini Ada Manfaatnya
Melawan Gangguan
Ada beberapa teori mengapa manusia dan primata lainnya melakukan tindakan ini.
Alasan yang utama adalah untuk melawan gangguan, salah satunya seperti menggaruk gigitan nyamuk untuk menghilangkan gatal yang terasa.
Begitu juga saat kita menggaruk kepala saat sedang berpikir, fungsi serupa, untuk melawan pikiran yang menumpuk.
Namun, itu bukan tujuan utama dari kita menggaruk kepala saat sedang banyak pikiran.
BACA JUGA : Hentikan 5 Kebiasaan Saat Mandi Ini Agar Kulit Kita Tidak Kering
Dilakukan Penelitian
Untuk mengetahuinya, peneliti dari University of Plymouth melakukan percobaan selama delapan bulan di Puerto Riko untuk memperlajari seekor kawanan kera rhesus.
Dengan seksama peneliti memperhatikan gerak tubuh kera saat menggaruk tubuhnya.
Ditemukan beberapa pola sosial yang menarik.
Pertama, kera lebih cenderung menggaruk saat dia mengalami peningkatan tekanan sosial.
BACA JUGA : 5 Kebiasaan yang Dilakukan oleh Orang Sehat, Kamu Sering Melakukannya?
Misalnya seperti bertemu dengan kera lain yang tidak begitu mereka kenal dengan baik.
Kedua adalah saat kera menggaruk bagian tubuhnya di depan kera lain sebagai tanda bahwa ia sedang stres.
Dengan menggaruk tubuhnya, ternyata bisa menurunkan 25 persen risiko kera lain menjadi agresif terhadap mereka, bahkan bisa membuat kera lain menjadi bersikap ramah kepada mereka.
Sebagai Bentuk Komunikasi
Jadi, menurut peneliti, sama seperti alasan kita menggaruk kepala saat sedang kesal, pusing atau banyak pikiran adalah sebagai tanda untuk mengatakan kepada orang lain bahwa kita sedang tidak ingin diganggu.
Secara tidak langsung kita juga mengharapkan bahwa beban pikiran akan sedikit berkurang setelah menggaruk kepala dan orang lain mengerti dengan kondisi kita.
Lihat video ini juga, yuk!
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Yomi Hanna |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR