Lagi-lagi Sinta terperanjat. Ah, Mama tidak takut sepedanya hilang. Mama begitu percaya pada Ujang dan Dudung.
Mereka berempat jalan ke luar pasar. Ketika Mama dan Sinta masuk ke restoran, ternyata Dudung dan Ujang belum masuk. Mereka bertemu dengan dua kawannya. Entah pengemis atau pengamen, Sinta tidak tahu.
Mama memesan makanan dan ketika kedua anak laki-laki itu masuk, Mama memberi isyarat agar mereka duduk.
Kemudian Mama dan Sinta mengantarkan nampan-nampan yang berisi ayam goreng, nasi dan minuman ringan pada Dudung dan Ujang.
Baca Juga: Makna Sila Kelima Pancasila dan Penerapannya dalam Kehidupan Sehari-hari
“Kalian cuci tangan dulu di sana,” kata Mama. Orang-orang yang sedang makan memperhatikan Mama dan kedua anak laki-laki itu. Sinta merasa risih.
Sinta dan Mama kembali mengambil nampan untuk mereka sendiri. Dudung dan Ujang belum mulai makan, keduanya berbisik-bisik. Mama mendekati mereka.
“Ada apa?” tanya Mama.
“Ma, boleh tidak, satu nampan ini dibawa keluar untuk Oni dan Engkos? Nanti dikembalikan lagi. Aku dan Dudung paruhan saja! Kasihan Oni dan Engkos!” pinta Ujang.