Tidak Boleh Sembarang Digunakan, Ini 5 Motif Batik Larangan Keraton

By Amirul Nisa, Kamis, 3 Oktober 2024 | 15:30 WIB
Tradisi sungkem keluar Keraton Yogyakarta saat Hari Raya Idulfitri. Seluruh keluarga kerajaan mengenakan batik larangan bermotif parang. (keratonyogyakarta.id)

Menggunakan batik motif ini diyakni bisa menambah kemampuan saat berperang melawan musuh.

Meski begitu ada beberapa versi lain untuk makna dari motif parang yang termasuk batik larangan.

Batik parang terdiri dari beberapa versi dengan penggunaan yang berbeda-beda. Jenis batik parang rusak barong memiliki ukuran lebih dari 10 cm dan hanya boleh digunakan oleh raja dan putra mahkota.

Lalu ada parang baring dengan ukuran 10-12 cm akan dipakai oleh putra mahkota, permaisuri, Kanjeng Panembahan dan istri utamanya, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati dan istri utamanya, putra sulung sultan dan istri utamanya, putra-putri sultan dari permaisuri, dan patih.

Ada juga jenis para klithik dengan ukuran empat cm yang hanya digunakan oleh putar ampeyan Dalem, selir putra mahkota, cucu, cicit, canggah, dan wareng.

4. Motif Semen

Ada juga motif semen yang memiliki gambar gunung atau meru, garuda, sayap, candi, dan naga.

Berbagai gambar motif itu bermakna kesuburan, kemakmuran, dan alam semesta.

Namun motif semen hanya ada dua jenis saya yang dibatasi penggunaannya, yaitu motif semen gedhe sawat gurdha dan semen gedhe sawat lar.

Untuk motif semen gedhe sawat gurdha hanya digunakan oleh cucu sultan, istri para pangeran, penghulu, Wedana Ageng Prajurit, Bupati Nayaka Lebet, Bupati Nayaka Njawi, Bupati Patih Kadipaten, Bupati Polisi, Pengulu Landraad, Wedana Keparak Para Gusti ( Nyai Riya), Bupati Anom, serta Riya Bupati Anom.

Sedangkan motif semen gedhe sawat lar, hanya digunakan oleh buyut dan canggah sultan.

Baca Juga: Mengenal 6 Jenis Batik Berdasarkan Teknik Membuatnya, Materi Kesenian