Bintang Langit tidak takut meskipun ibunya banyak bercerita tentang Raksasa Merah. Katanya, ada penduduk desa yang terbakar sekujur tubuhnya karena semburan api Raksasa Merah. Ada juga yang terluka parah karena bertarung dengan Raksasa Merah. Cerita itu justru membuatnya penasaran.
Bintang Langit memandangi gua di hadapannya. “Hmm, sepertinya gua ini berbeda dengan yang lain. Ada jejak-jejak kaki di mulut gua. Jangan-jangan kaki Raksasa Merah.” Jantung Bintang Langit berdebar-debar.
Blarrr! Suara petir menggelegar. Bintang Langit memandang langit yang mulai gelap. Tetesan air jatuh satu persatu. Mau tak mau, Bintang Langit harus masuk ke dalam gua agar tak kehujanan.
Bintang Langit sedang asyik dengan rotinya ketika dia mendengar suara napas di belakangnya. Dia menoleh. Sekejap nafasnya terhenti. Raksasa Merah!!!
“Astaga! Dia begitu besar! Aku tak mungkin menang melawannya!” pikir Bintang Langit. “Aku harus lari!”
Bintang Langit tak peduli meskipun hujan deras mengguyur tubuhnya. Yang ada dalam pikirannya hanyalah lari, lari, dan lari!
Karena tak memperhatikan jalan, Bintang Langit terpeleset. Kepalanya membentur batu. Dia tidak sadar ketika sepasang tangan mengangkatnya dan membawanya kembali ke dalam gua.
Pelan-pelan Bintang Langit membuka mata. Sepasang mata yang menatapnya tajam membuatnya tersentak.
“Kamu... kamu... “
“Jangan takut, Nak! Aku akan mengobati luka di kepalamu.”
“Tapi, kamu... kamu... Raksasa Merah!”
Baca Juga: Dongeng Anak: Hilangnya Sayap Kasuari