Tiba tiba Tengu itu berhenti dan meletakkan tangannya di pinggang. Ia tertawa dengan suara keras,
“Jadi kamu pikir, aku akan mencakar dan membawa kamu pergi? Hmm, akan aku pikir-pikir dulu!”
Ia lalu melangkah mengitari dan mengamati Otama. Siapa tahu aku punya kesempatan untuk lari, pikir Otama lagi. Tengu itu kembali tertawa.
“Kamu pikir, kamu bisa lari dari aku? Kamu tak akan bisa. Lihatlah!”
Tengu lalu melesat terbang ke angkasa sampai ke pucuk pohon. Ia lalu terbang kesana-kemari, melesat cepat beberapa kali. Ia lalu mendarat lagi di depan Otama.
Sekarang, dia pasti akan mencabik aku, pikir Otama. Namun Tengu berkata lagi,
“Aku tidak akan mencakar kamu. Sebab kamu mempunyai hidung kecil yang bagus. Aku akan bawa kamu untuk menjadi mainan anak-anakku. Wajah anak-anakku mirip burung. Mereka pasti senang punya boneka cantik seperti kamu.”
Jadi, saat masih kecil, hidung tengu itu ada di moncong seperti burung? Begitu pikir Otama lagi. Kini ia tidak terlalu takut lagi. Ia jadi tertarik dan ingin tahu soal tengu, para roh hutan. Tengu itu lalu berkata lagi,
“Oo, jadi kamu baru tahu, ya, kalau anak-anak tengu itu mirip burung? Hanya tengu dewasa yang punya hidung besar sebagus hidungku.”
Otama hampir tertawa. Tengu ini tidak menakutkan. Mungkin aku bisa menipunya supaya aku tidak dibawa pergi, pikir Otama.
“Kalian manusia, kadang sombong. Kalian pikir, kalian pintar. Tapi sebetulnya, kalian tidak tahu apa-apa. Kamu tidak mungkin bisa menipuku. Tapi aku suka padamu, karena kamu anak yang cantik dan pintar. Aku tidak akan membawamu sekarang. Aku malah akan mengajakmu bermain,” kata Tengu.
“Mungkin kamu pikir, aku cuma kebetulan bisa menebak pikiranmu. Itu salah! Menebak pikiran adalah salah satu kehebatan tengu. Nah, sekarang, mulailah berpikir. Kalau aku salah menebak, walau satu kali pun, maka kamu yang menang. Dan aku tidak akan membawamu pergi. Tapi, kalau semua isi pikiranmu berhasil aku tebak, kamu kalah. Dan kamu akan aku bawa, menjadi teman anak-anakku! Kamu tidak akan kembali lagi ke sini!”