Tengu ini benar-benar ingin memperlihatkan kehebatannya pada Otama. Warna tubuhnya jadi semakin merah, dan bulu-bulu kecil di sayapnya berdiri tegak.
Otama tahu, mau tidak mau, ia harus menerima peraturan Tengu. Namun ia senang karena walau sedikit, ia punya harapan untuk lolos. Otama lalu duduk di dekat tumpukan kayu dan menatap si Tengu.
“Ayo, kita mulai,” kata Tengu. Ia lalu mulai mengoceh, memberi tahu apa pun yang terlintas di pikiran Otama.
“Kamu sedang berpikir, aku ini makhluk aneh. Bukan manusia, dan bukan juga binatang. Kamu ingin membuat kejutan untukku!” kata Tengu.
“Kamu sedang berpikir, ayahmu tidak terlalu jauh sekarang, dan dia akan menolongmu.”
“Kamu sedang berpikir, kamu harus memikirkan hal lain.”
“Kamu sedang berpikir, temanmu Kinu yang tinggal di desa, punya adik baru sekarang.”
“Kamu sedang berpikir, Kinu tidak terlalu suka punya adik baru. Dan Kinu cuma cerita hal ini padamu saja.”
“Kamu sedang berpikir, di rumah, kamu punya kotak hitam milik nenekmu dulu. Di dalamnya ada pita rambut yang masih terikat. Dan kamu ingin membukanya.”
Tengu terus berbicara dengan cepat. Matanya melotot semakin besar, dan ia melangkah semakin dekat pada Otama.
“Kamu sedang pikir, kamu tak tahu harus berpikir apa lagi.”
Kali ini, Tengu sudah dekat sekali dan akan menarik Otama.