Kedua siluman itu mengangguk mulai mengerti.
“Jadi, inilah yang harus kalian lakukan!” kata Pak Hakim yang Bijak. “Kalian masing-masing harus meletakkan sebongkah emas di dekat kepala anak itu. Kalau dia tetap terbaring di sana sampai besok, dan tidak menyentuh emas itu, itu artinya dia sudah mati. Jadi, dia milik Raksi. Tapi kalau dia mengambil emas itu, maka dia menjadi milik Rakso.
Tapi kalian harus menunggu. Kalau emas itu digunakan anak itu untuk membeli baju laki-laki, maka dia milik Rakso. Kalau dia membeli baju perempuan, dan berbaring di kuburan pada siang hari, maka dia milik Raksi.
Kalau anak itu belum jelas juga, kalian tidak boleh menyentuhnya. Karena belum bisa diputuskan, itu milik Raksa atau Raksi,” ujar Pak Hakim dengan tegas. Hanya itulah caranya untuk menghentikan pertengkaran kedua siluman.
“Itu cukup adil Pak Hakim,” kata kedua siluman itu puas.
Setelah berterimakasih pada Pak Hakim, mereka kembali ke pekuburan.
Perjalanan mereka cukup jauh. Ketika tiba di pekuburan, hari sudah malam lagi. Sementara itu, Dahrea juga sudah kembali ke pekuburan itu. Ia berusaha mendapat tumpangan di rumah warga desa, tetapi tak ada yang mau menerimanya.
Saat Dahrea terbaring tidur, kedua siluman itu mendekatinya. Mereka masing-masing meletakkan sebongkah emas di samping kepala Dahrea. Mereka lalu sembunyi, menunggu di balik dahan pohon.
Ketika pagi tiba, embun-embun mulai turun, Dahrea terbangun dan menguap. Ooh, ia sangat terkejut melihat melihat dua bongkah emas di dekat kepalanya. Ia segera mengambil kedua bongkah emas itu dan berlari ke desa.
“Itu bukan berarti dia milikmu! Kita harus menunggu untuk tahu, apakah dia lelaki atau perempuan,” kata Raksi.
“Pak Hakim memang adil. Tapi kamu akan lihat, anak itu pasti beli baju lelaki, dan dia akan jadi milikku.”
Dahrea memang laki laki dan dia membeli baju lelaki. Namun Dahrea kini bukan anak miskin lagi. Dari hasil penjualan dua bongkah emas itu, kini ia menjadi anak yang kaya. Warga desa kini mau menerimanya. Ia diantar ke rumah seorang guru agar bisa belajar sains.
Dahrea akhirnya tumbuh menjadi pria yang pintar dan bijak. Ia bisa memberli rumah, sawah, dan menjadi kebanggaan warga desa. Ia juga kini memiliki istri dan dua anak yang bahagia.
Dahrea tak pernah tidur di pekuburan lagi. Suatu ketika, ia datang ke pekuburan itu dan melhiat tempat itu. Ia bahagia karena hidupnya sekarang berbeda.
Sementara, Raksa dan Raksi entah berada dimana. Mereka terlalu lama bertengkar soal Dahrea. Mereka bosan dan akhirnya pergi dari desa itu.
(Dok. Majalah Bobo / Folklore)