“Tenang. Kamu, kan, biasa tampil,” hibur Luna.
“Eh, ups!” Karena kurang hati-hati, benang-benang baju Cindy tersangkut pada segepok kunci milik Luna.
“Waduh, harus dipotong sedikit, nih! Ada kater?” Cindy mengulurkan kater merah jambu dari dalam tasnya. Hati-hati, Luna memotong benang yang tersangkut.
Acara mengalir lancar. Anak-anak menyambut Gita Gutawa dengan meriah. Di belakang panggung, para pemain drama sibuk bersiap-siap.
“Setelah Gita, kita langsung keluar!” komando Sania.
Tiba-tiba, Realino datang tergopoh-gopoh.
“Gawat, tali sling buat Peri Biru bergantungan di atas panggung, putus!” Semua panik. “Bisa disambung?”
“Kalau putus di tengah jalan, malah bahaya,” jawab Realino.
Satu lagu sudah dibawakan Gita. Kepanikan di belakang panggung semakin memuncak.
“Oke, tenang semua! Peri Biru tetap tampil, tapi tidak masuk dari atas. Peri Biru akan berlari dari belakang panggung. Semua jelas?” Untung Sania pandai menenangkan anak buahnya.
Awalnya, penonton takjub. Tapi, setelah diikuti adegan per adegan, selalu saja ada yang salah. Cindy sering salah mengucapkan dialog. Peri Biru yang harusnya terbang, hanya berlari. Penonton juga tertawa dan bersorak heboh waktu pedang Pangeran Rudolf tiba-tiba patah.
“Gagal total pertunjukan kita!” seru Sania sambil mencucurkan air mata.