(Bagian 2)
Ketika Petrosinella berusia tujuh belas tahun, Penyihir Hutam Hitam datang ke rumah Bu Pascadozzia. Sepasang suami istri itu sangat terkejut.
“Aku datang untuk mengambil hadiahku. Kau sudah berjanji akan memberikannya!” kata Penyihir Hutan Hitam sambil menunjuk suami Bu Pascadozzia.
Suami Bu Pascadozzia langsung membungkuk hormat dan takut, “Katakan saja, apa yang kau inginkan, Penyihir Hutan Hitam yang sakti!”
Penyihir itu menyeringai mengerikan sambil berteriak, “Aku ingin Petrosinella!”
Dan sebelum suami istri itu sadar, Penyihir Hutan Hitam itu sudah menghilang dengan membawa Petrosinella bersamanya.
Betapa sedih kedua suami istri itu. Mereka menangis tersedu-sedu karena merasa kehilangan keajaiban yang ada di antara mereka.
Penyihir Hutan Hitam senang, karena kini ia punya orang yang bisa disuruh membersihkan rumah dan mencuci pakaiannya. Namun, karena Petrosinella semakin bertambah cantik, Penyihir Hitam jadi takut kalau gadis berambut emas itu diculik.
Maka ia lalu mengurung Petrosinella di menara tinggi di dalam Hutan Hitam. Menara itu tak punya pintu dan hanya memiliki satu jendela di puncak menara, di ruangan tempat Petrosinella tinggal.
Petrosinella bisa duduk seharian dan menjahit pakaian si penyihir. Kadang dia akan melihat ke luar jendela sambil menyanyi sedih. Suaranya sangat merdu dan terdengar di sekitar hutan.
Setiap malam, Penyihir Hutan Hitam itu akan berteriak pada Petrosinella dari bawah jendela, “Petrosinella, Petrosinella! Turunkan rambutmu! Aku bawa makanan untukmu!”
Jika mendengar suara ini, Petrosinella akan menurunkan rambut emasnya dari jendela. Penyihir Hutan Hitam lalu akan memanjati rambut itu bagai tangga.