“Siapa kau? Apa yang kau cari di sini?” seru Petrosinella.
Pangeran Pedro juga sama terkejutnya. Ia tak menyangka akan menemukan putri yang sangat cantik di ruangan itu. Setelah hilang rasa terkejutnya, Pangeran Pedro lalu menjelaskan.
“Aku Pangeran Pedro, putera raja di kerajaan ini. Aku mendengar suara nyanyianmu. Dan aku melihat rambutmu yang indah. Mengapa kau dikurung di sini? Siapa namamu?”
Mendengar suara Pangeran Pedro yang ramah, Petrosinella tidak takut lagi.
“Namaku Petrosinella,” ujar Petrosinella pelan. Ia lalu bercerita tentang Penyihir Hutan Hitam yang menculik dan mengurungnya di menara itu. Ia tak bisa lari dari tempat itu karena tak ada tangga dan pintu.
“Maafkan aku, Petrosinella. Aku tak tahu kalau ada warga kerajaanku yang diculik. Maukah kau kubebaskan dari tempat ini?” tanya Pangeran Pedro lagi.
Petrosinella menatap pangeran muda yang ramah itu, lalu mengangguk gembira.
“Kalau bagitu, aku akan datang lagi ke sini dengan membawa tali. Kita buat tangga sampai ke bawah agar kau bisa turun. Aku akan membawamu pergi dari sini dengan kudaku. Sekarang, aku harus pergi dulu karena sebentar lagi Penyihir Hutan Hitam akan datang,” kata Pangeran Pedro.
Dengan berat hati, sang pangeran berpamitan. Ia lalu turun lagi dengan untaian rambut Petrosinella. Ketika ia pergi dan menghilang ke hutan, datanglah si Penyihir Hutan Hitam. Penyihir Hutan Hitam tak pernah curiga kalau Petrosinella telah kedatangan tamu di menara itu.
“Petrosinella, Petrosinella! Turunkan rambutmu! Aku bawa makanan untukmu!” serunya seperti biasa.
Petrosinella pun bergegas menurunkan rambut emasnya dari jendela. Penyihir Hutan Hitam memanjat dengan santai sampai kepala Petrosinella menjadi lelah menahan berat tubuhnya. Karena kesal, ketika Penyihir Hutan Hitam tiba di atas, Petrosinella berkata,
“Nenek kenapa lama sekali memanjat. Tamu lain bisa cepat sekali tiba di atas sini!”