Gadis Bunga Pohon Apel

By Vanda Parengkuan, Sabtu, 24 Maret 2018 | 09:15 WIB
Gadis Bunga Pohon Apel (Vanda Parengkuan)

Begitu selesai makan malam, Raja Alger seperti biasa masuk ke kamarnya dan menutup pintu. Ia termenung mencari jalan keluar dari masalah itu di depan jendela.

Sementara itu, Bertha ternyata mengendap ke dekat pintu. Ia berjongkok dan mengintip dari lubang kunci. Ia bisa mendengar semua yang terjadi di dalam kamar Raja Alger.

Tak lama, si merpati putih masuk dari jendela dan hinggap di pundak Raja Alger. Seperti hari-hari sebelumnya, ia kembali berbisik,

 “Dengarkan aku, Yang Mulia.  Ini hidupmu. Sejatilah cintamu. Namun sungguh palsu gadis itu. Blossom yang sejati sedang tertidur. Di pelukan aliran sungai, di sanalah ia berdiam. Dia berbaring sendiri karena kesalahanmu meninggalkannya. Tak ada yang tahu, kapan ia bisa terbangun…”  

Raja Alger semakin heran. Ia bertanya dengan hati-hati, “Apa maksudmu, merpati putih?”

Namun sebelum ia menjawab, terdengar lagi ketukan di pintu. Ternyata itu adalah pelayan istana yang sudah dikirim oleh Bertha. Sementara itu, Bertanya ternyata sedang menemui pemburu kerajaan. Ia membawa pemburu itu ke halaman istana.

“Sebentar lagi, akan ada merpati putih keluar dari jendela kamar Raja Alger. Kau harus memanahnya sampai mati. Kalau kau gagal, kau akan kuhukum di penjara!”

Tak berapa lama, tampak seekor merpati putih terbang keluar dari kamar raja. Sementara si pelayan dengan ketakutan tetap mengetuk pintu kamar Raja Alger seperti yang disuruh Bertha. Ketika merpati putih melintasi taman, si pemburu segera memanahnya.

Panah itu tepat mengenai si merpati putih. Merpati yang malang itu terjatuh ke tanah. Si pemburu memungutnya dan menyerahkannya pada Bertha si penyihir. Bertha lagnsung melempar merpati putih itu ke dalam perapian.

“Kau harus hangus, dan sehelai bulu mu pun tak boleh tertinggal! Ha ha ha…” Bertha tertawa penuh kemenangan. 

Dan memang tak ada bulu yang tertinggal karena merpati putih itu kini sudah menjadi debu. Namun itu bukanlah akhir. Di rumput tempat si merpati jatuh, ada tiga tetes darah. Di tempat itu, tumbuhlah sebatang pohon apel yang berbunga.  Aromanya sangat wangi bagai parfum yang menyebar ke seluruh taman.

Aroma harum itu membuat tukang taman istana Raja Alger tertarik. Pada suatu malam, ia menyirami pohon itu. Ia lalu melihat dalah satu dahan pohon itu berbunga. Tukang taman itu merasa sedih pada si bunga apel.