Bobo.id - Pernahkah kamu makan menggunakan sumpit?
Makanan apa yang kamu makan menggunakan sumpit, teman-teman?
Di Asia, ada banyak makanan yang dimakan menggunakan sumpit.
Masyarakat di beberapa negara juga memakai sumpit sebagai peralatan makan sehari-hari. Misalnya seperti Tiongkok, Korea, dan Jepang.
Meski terlihat sama, rupanya sumpit di ketiga negara ini punya perbedaan, lo.
Baca Juga : Sama-Sama Punya Hewan Ternak, Mengapa Orang Asia Tidak Membuat Keju?
Sejarah Sumpit
Awalnya, sumpit digunakan sebagai peralatan memasak, teman-teman.
Ini karena sumpit bisa menjangkau bagian yang dasar panci. Sehingga nyaman digunakan untuk mengaduk.
Sumpit sendiri ditemukan di Tiongkok, sekitar 1200 tahun sebelum Masehi.
Di tahun 400 Masehi, orang Tiongkok baru menggunakan sumpit sebagai peralatan makan.
Saat itu, populasi penduduk di Tiongkok meningkat. Masyarakat pun menghemat bahan makanan, dan memasak dengan memotong makanan menjadi lebih kecil.
Dengan begitu, bahan bakar untuk memasak jadi lebih hemat. Rupanya, potongan yang kecil ini juga sesuai jika dimakan menggunakan sumpit.
Sekitar tahun 500 Masehi, sumpit mulai tersebar ke berbagai wilayah Asia, deh. Terutama negara yang berdekatan dengan Tiongkok.
Sumpit Tiongkok
Sumpit Tiongkok yang digunakan untuk makan disebut dengan kuaizi.
Di Tiongkok, ada sumpit yang bentuknya seperti persegi panjang dan ukurannya panjang. Ada juga yang bentuknya seperti tabung yang panjang dan agak lebar.
Baca Juga : Makanan Khas Tiongkok, Ayam Kung Pao Tercipta Secara Tidak Sengaja
Sumpit Tiongkok yang panjang ini memudahkan anggota keluarga saat makan bersama, lo.
Jadi sumpit diletakkan di tengah meja, agar semua orang mudah mengambil lauk pauk.
Ujung sumpit Tiongkok biasanya tumpul dan seringkali terbuat dari bambu.
Ada juga sumpit yang dibuat dari kayu, tulang, bahkan batu zamrud.
Sekarang orang-orang lebih banyak menggunakan sumpit yang dibaut dari bahan melamin. Soalnya mudah dibersihkan dan bisa dipakai lagi.
Bahan sumpit juga disesuaikan dengan makananya, lo. Sumpit berbahan bambu biasanya digunakan untuk makanan panas yang berkuah.
Sumpit Korea
Sumpit Korea juga berasal dari Tiongkok. Di Korea, sumpit disebut dengan jeosgalag.
Yang paling khas dari sumpit Korea adalah sumpit ini terbuat dari logam, teman-teman.
Pada masa kerajaan di Korea, kalangan bangsawan menggunakan sumpit dari bahan emas, perak, dan kuningan.
Baca Juga : Sup Rumput Laut, Sajian Wajib Perayaan Ulang Tahun di Korea Selatan
Sumpit perak juga digunakan untuk mendeteksi apakah ada racun dalam makanan keluarga kerajaan. Karena bahan perak bisa berubah warna jika ada racun arsenik.
Sumpit berbahan logam dianggap lebih bersih, teman-teman. Saat ini bahan yang sering digunakan adalah stainless steel.
Bahan ini juga lebih aman digunakan untuk mengambil hidangan barbekyu di Korea, teman-teman.
O iya, sumpit Korea lebih ramping dan lebih pendek dibandingkan sumpit Tiongkok.
Uniknya, orang Korea memasangkan sumpit dengan sendok bulat. Satu set peralatan makan ini disebut sujeo.
Sumpit Jepang
Di Jepang, sumpit disebut sebagai hashi atau otemoto.
Ciri-ciri sumpit Jepang adalah ukurannya pendek dan ujungnya runcing, teman-teman.
Sumpit Jepang pendek karena orang Jepang memiliki kebiasaan makan dengan posisi mulut berdekatan dengan mangkuk.
Selain itu, biasanya makanan di Jepang sudah disajikan di piring-piring kecil, untuk masing-masing anggota keluarga.
Baca Juga : Soba, Mi Khas Jepang yang Bermanfaat Mencegah Penyakit Beri-beri
Setiap orang biasanya memiliki sumpitnya sendiri, karena orang Jepang percaya sumpit yang menyentuh bibir menjadikan rohnya terikat pada sumpit miliknya.
Ujung yang lancip juga membantu memudahkan menyingkirkan tulang ikan. Karena orang Jepang sering makan ikan.
Di Jepang, sumpit ada yang terbuat dari bambu, kayu, logam, dan batu zamrud.
Namun sumpit kayu dan bambu paling populer karena mudah untuk makan nasi.
Baca Juga : Ehomaki, Tradisi Memakan Sushi Roll Jepang untuk Keberuntungan
Yuk, lihat video ini juga!
Menuju Dua Dekade, National Geographic Indonesia Gelar Pameran Foto Sudut Pandang Baru Peluang Bumi
Source | : | Quartz,History,Kompas |
Penulis | : | Avisena Ashari |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR