Bobo.id - Ada banyak jenis hewan yang termasuk dalam daftar hewan yang terancam punah.
Hal ini kemudian membuat berbagai pihak melakukan upaya konservasi untuk mencegah kepunahan beberapa jenis binatang.
Salah satu upaya konservasi yang dilakukan adalah oleh Wildlife Conservation Society atau WCS bersama dengan para ilmuwan di kebun binatang dan akuarium.
Upaya kerja sama yang dilakukan diawali dengan mengetahui terlebih dulu status konservasi dari beberapa spesies satwa liar yang ada di dunia.
Baca Juga : Banyak Bintang Laut di Pantai Barat Amerika Mati Terserang Penyakit Aneh
Nah, dari kerja sama tersebut, kemudian WCS mulai melakukan konservasi pada tahun 1895 untuk melestarikan hewan dan habitatnya yang tersebar di seluruh dunia.
Dari upaya konservasi tersebut, WCS mempunyai kabar baik, nih, teman-teman, yaitu mengeluarkan daftar binatang yang diharapkan bisa kembali pada tahun ini dari ancaman kepunahan.
Ada beberapa hewan yang masuk dalam daftar kabar baik yang dikeluarkan oleh WCS ini, lo, teman-teman.
Hewan-hewan tersebut menandakan bahwa upaya konservasi yang dilakukan selama lebih dari 100 tahun sudah berhasil.
Yuk, lihat ada hewan apa saja!
Burung Bangau Adjutant di Kamboja
Burung bangau adjutant atau di Indonesia dikenal sebagai bangau tongtong ini dijuluki sebagai burung bangau terbesar yang paling langka di dunia.
Burung bangau adjutant memiliki ciri khas yang unik, lo, teman-teman, yaitu leher dan kakinya tidak ditumbuhi bulu.
Upaya konservasi yang dilakukan untuk melindungi hewan ini adalah dengan cara melindungi habitat mereka di kawasan sungai Tonle Sap yang ada di Kamboja.
Baca Juga : Seekor Kucing yang Membeku Diselimuti Salju Akhirnya Berhasil Diselamatkan
Populasi burung bangau berukuran besar ini turun karena pengumpulan telur dan anakan burung bangau adjutant tidak dikontrol dengan baik, padahal habitat asli mereka rusak.
Dengan upaya konservasi yang dilakukan, saat ini populasi burung ini sudah meningkat, lo, teman-teman.
Awalnya jumlah burung bangau adjutant hanya ada 30 pasang, tapi saat ini sudah ada 200 pasang.
Jaguar di Amerika Selatan
Jaguar yang memiliki nama ilmiah Panthera onca ternyata juga termasuk sebagai salah satu hewan yang sempat terancam punah, teman-teman.
Penyebab terancamnya jaguar adalah karena daerah tempat tinggal jaguar yang semakin sedikit yang disebabkan oleh banyaknya pembangunan yang dilakukan oleh manusia.
Habitat asli jaguar tersebar di Amerika Tengah hingga Argentina Utara.
Baca Juga : Apakah Hewan yang Termasuk Spesies Invasif Berbahaya? Ayo, Cari Tahu!
Untuk memulihkan populasi jagura, peneliti melakukan konservasi selama lebih dari 30 tahun, lo.
Upaya ini ternyata mebuahkan hasil, teman-teman, karena selama itu, setiap tahunnya pertumbuhan jaguar naik sekitar 8 persen di wilayah tertentu.
Tanda-tanda pemulihan populasi berada di wilayah utara habitat mereka dan adanya kemungkinan jaguar kembali ke Amerika Selatan.
Paus Bungkuk
Salah satu mamalia berukuran besar, yaitu paus bungkuk juga pernah masuk dalam daftar hewan yang terancam punah, nih, teman-teman.
Status yang didapatkan oleh paus bungkuk ini dikarenakan adanya perburuan paus yang dilakukan secara besar-besaran di beberapa wilayah.
Nah, dengan upaya konservasi yang dilakukan, saat ini jumlah paus bungkuk sudah meningkat sebanyak 90 persen di beberapa wilayah tertentu, lo.
Bahkan beberapa waktu yang lalu ilmuwan sempat merekam bayi paus bungkuk yang baru dilahirkan 20 menit yang lalu.
Katak Semprot Kihansi dari Tanzania
Baca Juga : Spesies Apa Saja yang Terpengaruh Perubahan Iklim? #AkuBacaAkuTahu
Katak semprot Kihansi atau Kihansi Spray Toad ternyata tidak hanya terancam punah, tapi sudah masuk dalam kategori punah.
Untungnya, katak ini adalah spesies amfibi pertama yang berhasil dipulihkan kembali setelah mendapat status punah, nih, teman-teman.
Pada tahun 2009, Kebun Binatang Bronx di Amerika Serikat mengumpulkan sejumlah katak liar yang bisa membantu peneliti melestarikan katak semprot Kihansi.
Akhirnya, pada tahun 2016, Kebun Binatang Bronx berhasil melepaskan 1.000 katak Kihansi yang lahir di kebun binatang tersebut.
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Tyas Wening |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR