Bobo.id - Pada malam hari sebelum hari raya Idul Fitri tiba, biasanya kita akan mendengar ada banyak orang yang berkeliling sekitar rumah kita seperti melakukan pawai.
Ternyata orang-orang yang berkeliling pada malam sebelum Idul Fitri bukan sedang melakukan pawai, teman-teman, tapi sedang melakukan takbiran.
Takbiran adalah perayaan yang dilakukan untuk menyambut hari kemenangan atau Idul Fitri setelah berpuasa selama 30 hari pada bulan Ramadan.
Nah, malam takbiran ini biasanya dilakukan dengan berbagai cara, teman-teman. Ada yang melakukannya dengan berkeliling di jalan raya sambil membunyikan alat musik bersuara keras, atau melakukan takbiran sesuai dengan kebudayaan setempat.
Lihat berbagai tradisi unik takbiran yang ada di berbagai daerah di Indonesia, yuk!
Baca Juga: Cari Tahu Meriahnya Tradisi Ramadan di Mesir, Irak, dan Albania, yuk!
1. Tumbilotohe di Gorontalo
Takbiran biasanya dilakukan pada malam hari, teman-teman, dengan membawa berbagai alat penerangan seperti obor.
Namun tradisi berbeda dilakukan warga Gorontalo dalam merayakan takbiran, nih, teman-teman.
Warga Gorontalo merayakan takbiran dengan cara memasang lampu minyak yang jumlahnya bahkan mencapai ribuan di berbagai tanah lapang.
Uniknya, lampu minyak ini tidak hanya diletakkan begitu saja di tanah lapang, lo, tapi disusun dalam berbagai bentuk.
Tentunya bentuk-bentuk yang dibuat dari lampu minyak tadi berhubungan dengan lebaran dan agama Muslim, teman-teman.
Misalnya saja bentuk kitab suci Al-Quran, ketupat, sampai berbagai kaligrafi atau tulisan yang indah, dan berbagai bentuk lainnya.
O iya, tradisi meletakkan lampu minyak ini disebut dengan tumbilotohe yang sudah dilakukan sejak abad ke-15 dan mulai dilaksanakan tiga hari sebelum hari raya Idul Fitri.
Baca Juga: Banyak Bahasa Tagalog Mirip Bahasa Indonesia, Ini 5 Kesamaan Indonesia dengan Negara ASEAN Lainnya
2. Ronjok Sayak di Bengkulu
Masih berhubungan dengan api, tradisi malam takbiran di Bengkulu dikenal dengan sebutan ronjok sayak, nih, teman-teman.
Ronjok sayak dalam bahasa Indonesia adalah bakar gunung, yaitu tradisi membakar batok kelapa yang sudah disusun bertumpuk seperti gunung, karena sayak dalam bahasa daerah setempat berarti batok kelapa.
batok kelapa biasanya akan disusun hingga setinggi datu meter dan pembakaran tumpukan batok kelapa ini sudah dilakukan secara turun temurun, lo, teman-teman.
Awalnya, ronjok sayak dilakukan sebagai cara untuk menciptakan alat penerangan sebagai bentuk sukacita atau bahagia atas datangnya hari raya.
Terlebih pada zaman dulu belum ada listrik yang digunakan untuk menyalakan alat penerangan, teman-teman. Ini membuat tumpukan batok kelapa yang dibakar ini sangat berguna untuk penerangan saat malam hari.
Untuk teman-teman yang ada di Bengkulu dan akan melakukan tradisi takbiran ronjok sayak, sebaiknya hati-hati dan selalu meminta bantuan orang dewasa, ya, agar tetap aman saat menyalakan api.
3. Meriam Karbit di Pontianak
Malam takbiran akan terasa meriah karena adanya suara-suara keras dari orang-orang yang melakukan kegiatan takbiran, baik dari alat musik, atau menyanyikan lagu-lagu.
Malam takbiran di Pontianak juga meriah dan akan terdengar suara keras, nih, teman-teman.
Baca Juga: Unik, Ada Festival Membuat Anak Menangis di Jepang! Seperti Apa, ya?
Bedanya, suara keras yang terdengar di Pontianak ini bukan berasal dari suara alat musik maupun suara orang yang bernyanyi saat takbiran.
Warga Pontianak akan menyalakan meriam dengan bunyi ledakan yang keras.
Tujuan meriam ini diledakkan adalah untuk mengusir roh jahat yang berusaha mengganggu saat hari kemenangan tiba.
Tradisi ini sudah dilakukan untuk meneruskan kebiasaan Sultan Syarif Abdurahman Alkadri yang membunyikan meriam karbit saat malam karbit.
Nah, biasanya pemerintah setempat akan melangsungkan Festival Meriam Karbit setiap tahunnya sebagai dukungan terhadap tradisi yang sudah dilakukan sejak lama.
Itu tadi beberapa tradisi malam takbiran yang diselenggarakan di berbagai daerah di Indonesia.
Bagaimana tradisi malam takbiran di daerah teman-teman?
Tonton video ini juga, yuk!
Penulis | : | Tyas Wening |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR