Bobo.id - Jepang terkenal dengan salah satu makanan khasnya, yaitu sushi.
Sushi asli Jepang biasanya disajikan dengan ikan mentah, seperti salmon, tuna, maupun hewan laut lainnya.
O iya, sushi memiliki banyak jenis, lo, misalnya nigiri yang berbentuk bola nasi berukuran kecil dengan irisan ikan, kerang, atau udang di atasnya.
Ada juga norimaki, yaitu sushi gulung dengan isian sayur, seafood, maupun buah yang bisa teman-teman temui dengan mudah di Indonesia.
Baca Juga: Ada Makna Khusus di Balik Nama Jembatan Semanggi, lo! Pernah Tahu?
Namun salah satu sushi yang terkenal adalah sushi dengan nasi yang dikepal dan dibentuk menjadi lonjong kemudian diberi irisan ikan salmon di atasnya.
Tahukah kamu? Ternyata dulunya salmon tidak digunakan sebagai neta atau topping untuk sushi, lo. Bahkan sushi salmon bukan buatan masyarakat Jepang.
Sushi Salmon Diciptakan oleh Orang Norwegia
Dari berbagai ikan atau hewan laut yang digunakan pada sushi, salmon adalah ikan yang banyak digunakan sebagai neta pada berbagai jenis sushi, teman-teman.
Meskipun menjadi topping yang terkenal untuk sushi Jepang, ternyata sushi salmon bukan diciptakan oleh orang Jepang maupun Asia.
Baca Juga: Siapa yang Pertama Kali Membuat Keripik Kentang? #AkuBacaAkuTahu
Nyatanya, sushi salmon diciptakan dan diperkenalkan oleh seorang dari Eropa, tepatnya Norwegia, nih, teman-teman.
Penggunaan ikan salmon untuk sushi pertama kali diperkenalkan oleh Bjorn Eirik Olsen dari Norwegia sekitar tahun 1990-an.
Saat itu, Pak Olsen memperkenalkan ikan salmon sebagai neta kepada masyarakat Jepang karena panen ikan salmon di negaranya yang melimpah.
Namun banyaknya jumlah ikan salmon ini tidak diimbangi dengan jumlah pembelian ikan, teman-teman, sehingga banyak ikan salmon yang terbuang.
Pak Olsen yang melihat bahwa masyarakat Jepang suka mengonsumsi makanan laut kemudian mulai menjual salmonnya ke Jepang.
Baca Juga: Dulu Terbuat dari Kulit Hewan dan Kulit Pohon, Cari tahu Perkembangan Pakaian dari Zaman ke Zaman
Masyarakat Jepang Mengonsumsi Salmon dengan Cara Dimasak Lebih Dulu
Meskipun Pak Olsen sudah menjual dan memperkenalkan salmon di Jepang, saat itu salmon tidak langsung digunakan sebagai bahan yang dalam sushi.
Sebenarnya, sebelum Pak Olsen menjual salmonnya ke Jepang, masyarakat Jepang sudah mengonsumsi ikan salmon.
Bedanya dengan salmon yang saat ini diolah menjadi sushi, masyarakat Jepang awalnya mengonsumsi salmon dengan cara dimasak, baik digoreng maupun dipanggang dan bukannya menjadi neta untuk sushi.
Alasannya adalah karena salmon yang dikonsumsi oleh masyarakat Jepang adalah salmon yang berasal dari perairan Pasifik.
Baca Juga: Benteng yang Namanya Seperti Ibu Kota Belanda Ini Letaknya di Ambon
Nah, salmon yang ditangkap dari perairan Pasifik ini mengandung parasit atau beberapa jenis penyakit, teman-teman.
Itulah sebabnya salmon yang mereka tangkap dari perairan Pasifik ini harus dimasak lebih dulu untuk menghilangkan berbagai parasit pada ikan.
Hal inilah yang menyebabkan di Jepang sebenarnya tidak ada sushi salmon dengan irisan salmon mentah.
Selain itu, masyarakat Jepang juga menganggap ikan salmon sebagai ikan yang murah dan menjadi pilihan ikan terakhir.
Pemerintah Jepang melakukan impor ikan salmon dari Norwegia karena sekitar tahun 1970-an, Jepang kekurangan pasokan ikan yang disebabkan oleh penangkapan ikan besar-besaran yang terjadi.
Apa Bedanya Salmon yang Dijual Pak Olsen dengan Salmon di Jepang?
Pak Olsen mengatakan, butuh bertahun-tahun untuk meyakinkan masyarakat Jepang agar mau mengonsumsi salmon, bahkan salmon mentah untuk sushi mereka, lo, teman-teman.
Sejak tahun 1986, Pak Olsen mulai mempromosikan untuk memakan salmon mentah kepada masyarakat Jepang, namun belum berhasil.
Ada beberapa hal yang menyebabkan masyarakat Jepang belum mau mengonsumsi salmon mentah yang dipasarkan dari Norwegia, nih, teman-teman.
Baca Juga: Awalnya Dibuat untuk Media Belajar, Cari Tahu Sejarah Rubik, yuk!
Masyarakat Jepang khawatir bahwa salmon yang diipor dari Norwegia juga mengandung parasit, sehingga belum berani memakannya dalam keadaan mentah.
Selain itu, banyak koki dan perwakilan makanan laut di Jepang juga mengatakan kalau warna daging salmon tidak sesuai dengan standar makanan di Jepang dan ikan salmon dari Norwegia memiliki daging yang berbau sungai.
Lalu bagaimana Pak Olsen bisa meyakinkan masyarakat Jepang untuk mau mengonsumsi salmon mentah, ya?
Baca Juga: Suka Minum Lemonade? Minuman Ini Sudah Ada Sejak 1.000 Tahun Lalu, lo!
Awalnya Pak Olsen mempromosikan ikan salmon yang dijualnya dengan mengatakan kalau ikan salmon itu berasal dari perairan Atlantik yang bebas parasit.
Selain itu, Pak Olsen juga meyakinkan penduduk Jepang bahwa sushi salmon adalah makanan yang sudah dinikmati di Kedutaan Besar Norwegia di Tokyo selama bertahun-tahun.
Sayangnya beberapa cara ini masih belum bisa meyakinkan masyarakat Jepang untuk mengonsumsi salmon.
Akhirnya Pak Olsen menemukan cara agar salmon yang dijualnya bisa diterima dan dinikmati secara mentah oleh penduduk Jepang.
Pada 1992, sebuah perusahaan yang sudah bekerja sama dengan Pak Olsen dalam waktu lama membeli 5.000 ton ikan salmonnya dengan satu syarat, nih, teman-teman.
Syaratnya adalah ikan salmon tadi hanya boleh diolah menjadi salmon sushi dan jika ada orang yang tertarik, maka perusahaan tadi akan membayarkan 5.000 ton salmon itu.
Promosi kemudian dilakukan dengan cara mengolah salmon menjadi sushi dalam acara Iron Chef. Ini dilakukan oleh koki bernama Yutaka Ishinabe yang mulai mempromosikan salmon dari Norwegia melalui televisi nasional.
Baca Juga: 5 Makanan Ini Tercipta Tanpa Sengaja, lo! Pernah Coba Salah Satunya?
Pada acara itu, chef Yutaka memperlihatkan kalau salmon dari Norwegia memiliki tekstur daging yang lembut, halus, dengan lemak yang nikmat.
Nah, semenjak itu permintaan terhadap ikan salmon Norwegia mulai melonjak, teman-teman.
Sejak saat itu, masyarakat Jepang mulai mengonsumsi salmon mentah sebagai neta pada sushi maupun makanan lainnya.
Selain itu, sushi salmon juga mulai menjadi salah satu jenis sushi yang terkenal.
Tonton video ini juga, yuk!
Source | : | Medium,Japantimes |
Penulis | : | Tyas Wening |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR