"Ayo pulang," ajakku lirih, "barangkali benar, kalau kita terlalu lama di sini, Nenek Rat akan membuat gulai sayur Didi", kataku mencoba melucu.
"Mita benar, kita memang harus . pulang" ujar Ano. Aku menarik napas lega diam-diam.
"Benar, Ano! Sekarang kembalikan kalungku. Lalu kita akan pulang ke rumah masing-masing", kataku sambil mengulurkan tangan.
Didi dan Hah terkekeh geli, "Hanya kami yang pulang. Kau tetap disini!" Aku terperanjat, "Apa maksudmu?" tukasku sengit.
Baca Juga: Luka yang Terjadi di Siang Hari Lebih Cepat Sembuh, Apakah Benar Begitu?
"Maksudku, kalau kau ingin kalungmu kembali, buktikan dulu kau berani masuk ke gubuk Si Pemakan Anak itu!" seringai Didi sambil menggoyangkan kalung berbandul huruf M itu.
Aku menggeretakkan gigi kesal. Tadinya aku ingin menangis keraskeras. Tapi kurasa itu akan semakin membuat mereka merasa menang. Karena itu aku menarik napas dengan tenang dan berkata, "Baiklah." Kemudian kulangkahkan kakiku perlahan ke arah gubuk Nenek Rat. Sambil terus berdoa dan memejamkan mata. Semakin dekat dengan pintu gubuk, perutku semakin mual membayangkan sarang semut di kaki Nenek Rat.
Baca Juga: Saat Sakit Kepala, Apakah Bagian yang Sakit Itu Otak Kita? #AkuBacaAkuTahu
15 Dampak Positif Globalisasi bagi Kesenian Daerah, Materi Kelas 6 SD Kurikulum Merdeka
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR