Bobo.id – Beberapa waktu lalu, sebuah wabah menyerang beberapa wilayah di Afrika, teman-teman.
Wabah ini bukan wabah penyakit seperti virus, melainkan wabah belalang.
Wabah belalang juga disebut dengan locust plague. Begitu banyaknya kawanan belalang itu, sampai-sampai langit jadi gelap.
Nah, baru-baru ini wabah belalang yang terjadi di Afrika juga terjadi di Tiongkok.
Sebenarnya, bagaimana penjelasan di balik wabah belalang itu, ya?
Baca Juga: Memelihara Adenium di Rumah? Hati-Hati, Getahnya Dulu Dijadikan Racun Panah di Afrika
Wabah Belalang di Afrika
Pada awal Februari lalu, wabah belalang terjadi di negara-negara Afrika bagian timur, teman-teman.
Diperkirakan ada ratusan miliar kawanan belalang yang menyerang lahan pertanian di negara seperti Ethiopia, Kenya, Somalia, Tanzania, dan Uganda.
Sebelumnya, wabah belalang memang pernah terjadi, teman-teman. Namun kali ini wabah belalang yang terjadi begitu parah.
Di Ethiopia, wabah belalang kali ini merupakan wabah terbesar dalam 25 tahun dan di Kenya, wabah belalang kali ini merupakan yang terparah selama 70 tahun.
Lalu, apakah wabah itu berbahaya, Bo?
Wabah ini bisa membahayakan, sebabnya, serangga seperti belalang dalam jumlah banyak bisa menghabiskan makanan di lahan pertanian.
Jika persediaan makanan habis, maka masyarakat di tempat yang terkena wabah belalang bisa mengalami kekurangan pangan.
Terlebih, jenis belalang locust yang mewabah ini merupakan jenis belalang yang tubuhnya bisa berubah saat membentuk kawanan.
Belalang itu bisa berganti warna tubuh, menumbuhkan otot yang lebih besar, berkumpul membentuk kawanan seperti awan dan terbang bersama menyerang lahan pertanian.
Jenis belalang yang menyerang wilayah Afrika Timur ini juga bersifat suka berkumpul, yaitu Schristocerca gregaria.
Padahal, belalang pada umumnya suka menyendiri, lo.
Menurut perkiraan organisasi pangan dunia FAO, jumlah belalang yang meliputi wilayah pertanian seluas satu kilometer persegi dalam sehari bisa menghabiskan makanan dalam jumlah yang sama, yang bisa dikonsumsi 35.000 manusia.
Akibatnya, para petani menghadapi kekurangan makanan, baik yang masih berada di lahan pertanian maupun yang ada di dalam penyimpanan.
Baca Juga: Tidak Bisa Hidup di Suhu Dingin, Cari Tahu Fakta Belalang, yuk!
Mengapa Jumlah Belalangnya Bisa Sangat Banyak?
Belalang gurun locust hanya bertelur di tanah yang lembap. Ketika hujan deras turun, belalang-belalang itu mulai berkembang biak dan memenuhi tanah dengan telurnya.
Saat telur-telur itu menetas, mereka akan mulai mengincar lahan pertanian.
Mereka juga bisa bermigrasi bersama-sama untuk mencari makanan yang lebih banyak.
Menurut situs sains Wired, salah satu hal yang memengaruhi banyaknya jumlah belalang locust adalah air. Pada 2018, ada hujan deras dan angin topan yang melanda wilayah Afrika Timur di bulan Mei dan Oktober.
Meski air dari hujan itu bermanfaat untuk pertanian, namun populasi belalang locust juga bertambah.
Ketika wabah belalang menyerang Afrika tahun 2017, para petani di Afrika menangkapnya dan menjual belalang itu, karena di sana belalang juga banyak dinikmati sebagai makanan.
Pemerintah Tiongkok Menggunakan Bebek untuk Melawan Wabah Belalang
Kawanan belalang locust memiliki kemampuan terbang dan bermigrasi yang kuat, yaitu sejauh 152, 888 kilometer dalam sehari. Wah, ini hampir sama dengan jarak kota Jakarta dan Bandung, lo.
Belalang itu diketahui sudah mencapai Asia Barat dan Asia Selatan, seperti Oman, Iran, Yaman, Pakistan, dan India.
Wabah ini juga sampai ke Tiongkok, teman-teman, yaitu di perbatasan bagian barat di Xinjiang, yang berbatasan dengan Pakistan dan India.
Di sana, pemerintah Tiongkok mengirimkan 100.000 ekor bebek untuk melawan wabah belalang dan melindungi lahan pertanian.
Sebelumnya, bebek-bebek juga digunakan untuk membasmi belalang itu, dan disebut lebih efektif dibandingkan obat pembasmi hama, lo.
Baca Juga: Bebek-Bebek Ini Bekerja Menjadi Pembasmi Hama di Kebun Anggur
Lihat video ini juga, yuk!
15 Dampak Positif Globalisasi bagi Kesenian Daerah, Materi Kelas 6 SD Kurikulum Merdeka
Source | : | Wired,BBC,Express UK |
Penulis | : | Avisena Ashari |
Editor | : | Avisena Ashari |
KOMENTAR