Bobo.id – Apakah teman-teman juga menyaksikan tayangan Belajar dari Rumah di TVRI hari ini?
Hari ini, kita diajak melihat pesona Masjid Agung Banten, teman-teman.
Nah, Bobo sudah membuat ringkasan tayangan Masjid Agung Banten untuk kita baca bersama-sama, nih!
Yuk, kita cari tahu ringkasan tayangan Masjid Agung Banten di program Belajar dari Rumah di TVRI!
Masjid Agung Banten, Salah Satu Kekayaan Arsitektur Indonesia
Di Indonesia, ada banyak seni arsitektur yang indah, salah satunya adalAah Masjid Agung Banten yang terletak di Desa Banten Lama.
Masjid Agung Banten merupakan salah satu saksi sejarah. Karenanya, masjid ini dikunjungi oleh banyak orang dari berbagai daerah.
Peziarah yang datang ke Masjid Agung Banten juga bisa mempelajari sejarah penyebaran Islam di Banten. Tokoh yang dikenal menyebarkan Islam di Banten adalah Sultan Maulana Hasanuddin.
Nah, Masjid Agung Banten merupakan peninggalan beliau, teman-teman.
Ciri Khas Arsitektur Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten dibangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin tahun 1552 – 1570.
Arsitektur awal Masjid Agung Banten ini memiliki kekhasan yang membedakannya dari masjid-masjid nusantara pada waktu itu.
Baca Juga: Masjid Menara Kudus, Masjid Tua dengan Menara Unik
Sebabnya, Masjid Agung Banten memiliki atap bertingkat lima. Sehingga bentuknya terlihat unik.
Dua bagian teratas atap Masjid Agung Banten itu lebih berfungsi sebagai mahkota dibanding sebagai atap penutup ruang di bawahnya.
Ciri khas lain dari Masjid Agung Banten adalah adanya tumpak dari batu andesit yang berbentuk labu.
Ukurannya berbeda-beda di setiap masjid, tumpak yang paling besar dengan garis labu paling banyak adalah tumpak yang ada di empat tiang saka guru di tengah ruang salat.
Selain itu, peletakan kompleks makam di Masjid Agung Banten juga berbeda dari masjid Jawa lainnya yang ada di sebelah barat.
Di sana, kompleks makam berada di bagian utara masjid, dan menjadi tradisi di masjid-masjid lain di Banten.
Filosofi Bentuk Labu pada Tumpak dan Bagian Lain Masjid Agung Banten
Mungkin teman-teman bertanya-tanya, mengapa dasar tumpak atau tiang bangunan di Masjid Agung Banten berbentuk seperti labu.
Rupanya, itu merupakan simbol dari hasil pertanian di masa pembangunan masjid itu. Ini melambangkan makmurnya hasil pertanian masyarakat Banten saat itu.
Sampai saat ini, tiang-tiang penyangga di Masjid Agung Banten masih asli, lo! Wah, kuat sekali, ya?
Di dalam masjid, ada 24 tiang yang memiliki filosofi satu hari satu malam terdiri dari 24 jam.
Baca Juga: 5 Masjid yang Ada di Indonesia Ini Tidak Memiliki Kubah, lo!
Kemudian, di bagian atas ada susunan lima tiang yang bisa diartikan sebagai rukun Islam atau waktu salat. Sehingga, maknanya jadi dalam satu hari satu malam (24 jam), umat Muslim wajib menjalankan salat lima waktu.
Di samping itu, ada juga makna dari pintu masjid yang kecil dan rendah. Artinya, siapapun yang masuk ke dalam masjid tidak dilihat dari pangkatnya.
Mihrab yang menjadi tempat imam salat ukurannya juga sangat sempit dan sederhana.
Meski begitu, mihrab ini juga menjadi ciri khas karena berbeda dari desain mihrab yang berkembang di belahan dunia lainnya.
Akulturasi Budaya pada Bangunan Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten juga memiliki akulturasi budaya, lo. Akulturasi adalah proses atau hasil pertemuan dua kebudayaan atau lebih dan saling memengaruhi.
Di masjid ini terlihat akulturasi budaya Belanda, Jawa hingga ada Tionghoa.
Misalnya, pada mimbar yang terdapat di dalam ruang salat, memiliki desain khas Tionghoa yang berakulturasi dengan budaya Islam.
Mimbar di Masjid Agung Banten juga ukurannya besar dan unik bentuknya, mimbar atau tempat khutbah ini memiliki beberapa anak tangga dan terdapat banyak ukiran di setiap sisinya, teman-teman. Termasuk ukiran huruf arab gundul.
Mimbar ini merupakan wakaf dari Nyai Haji Irad Jon Jang Serang tahun 1903.
Baca Juga: Baitul Hajj, Masjid Unik yang Terbuat dari Kayu di Desa Tuantunu
Di sisi lain, pendopo tempat berwudu berupa kolam di Masjid Agung Banten menjadi salah satu karakteristik masjid Jawa pada umumnya.
Akulturasi budaya juga terlihat pada bangunan masjid dan menara masjid. Menara sendiri bukanlah tradisi masjid di Jawa pada masa itu.
Menara Masjid Agung Banten dan Akulturasi Budaya Belanda
Di samping itu, ada bangunan menara yang unik di halaman masjid, teman-teman.
Menara itu unik karena belum pernah terdapat bangunan menara seperti itu di Nusantara sebelumnya. Bahkan, masjid ini termasuk salah satu masjid pertama yang memiliki unsur menara di Jawa.
Menara Masjid Agung Banten dibuat dari batu bata dan tingginya sekitar 30 meter.
Untuk mencapai puncaknya, pengunjung harus menapaki 83 anak tangga dan melewati lorong yang hanya bisa dilewati satu orang saja.
Dari atas menara, pengunjung bisa melihat laut yang jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari area masjid itu. Dulu, menara ini memang berfungsi sebagai menara pandang ke lepas pantai.
Bentuknya yang berupa segi delapan lebih mirip dengan mercusuar dibandingkan menara masjid untuk mengumandangkan adzan. Khususnya mercusuar di Belanda.
Menara Masjid Agung Banten yang unik ini juga menarik perhatian orang Belanda di Indonesia tahun 1600-an, karena banyak pemberitaan Belanda tentang Banten yang menyebutkan menara itu.
Baca Juga: Inilah Masjid yang Pertama Dibangun Menurut Sejarah Peradaban Islam
Menurut catatan sejarah, menara itu juga sempat dijadikan tempat penyimpanan senjata atau amunisi oleh masyarakat Banten.
Bentuk bangunan menara Masjid Agung Banten juga sering ditemukan di Belanda, seperti bangunan segi delapan, pintu lengkung bagian atas, konstruksi tangga melingkar seperti spiral, dan bagian kepala menara yang memiliki dua tingkat.
Motif relung pada pintu menara juga seperti menyederhanakan motif kalamakara dalam tradisi kebudayaan Indonesia pra-Islam.
Menara Masjid Agung Banten pun memiliki ragam hias yang ada di pulau Jawa, seperti hiasan pada kepala menara yang membentuk segitiga memanjang, yang dikenal sebagai tumpal.
Bangunan Bergaya Belanda di Masjid Agung Banten
Di kompleks Masjid Agung Banten, juga ada sebuah bangunan yang disebut tiyamah atau paviliun.
Bangunan ini baru dibangun pada abad ke-18, teman-teman. Bangunan ini dirancang oleh arsitek Belanda, Hendrik Lucas Cardeel.
Dibandingkan bangunan lainnya di kompleks masjid, bangunan itu juga memiliki kekhasan gaya arsitektur Eropa yang paling terlihat, seperti jendela-jendela besar.
Pada masa itu, bangunan di Masjid Agung Banten itu menjadi tempat pertemuan penting. Sekarang, bangunan itu jadi museum benda peninggalan sejarah, khususnya alat perang.
Baca Juga: Mengunjungi Masjid Al-Munada Darussalam Baiturrahman yang Dikenal Sebagai Masjid Perahu
Lihat videonya di sini:
-----
Teman-teman, kalau ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dunia satwa dan komik yang kocak, langsung saja berlangganan majalah Bobo, Mombi SD, NG Kids dan Album Donal Bebek. Tinggal klik di https://www.gridstore.id
Source | : | Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia |
Penulis | : | Avisena Ashari |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR