“Sampurasun!” sapa Pande Gelang.
“Ra… rampes,” jawab sang putri dengan terkejut.
“Maaf jika hamba telah mengejutkan Tuan Putri,” kata Pande Gelang seraya memberi hormat.
Sang putri tidak segera menjawab. Ia hanya terpaku mengamati lelaki yang belum dikenalnya itu. Meskipun wajah lelaki yang berkulit legam itu tampak kusam, sang putri yakin bahwa orang itu berwatak baik.
Ia mengumpamakan lelaki itu bagaikan buah manggis, walaupun hitam dan pahit kulitnya tetapi putih dan manis buahnya. Dengan keyakinan itu, sang putri tidak segan untuk menjawab sapaan lelaki setengah baya itu.
“Maaf, Aki siapa dan berasal dari mana?” tanya sang putri.
Baca Juga: Gunung Berapi Aktif Bisa Meletus dan Erupsi, Apa Penyebabnya?
“Nama hamba Pande Gelang. Orang-orang memanggil hamba Ki Pande,” jawab lelaki itu. “Maaf Tuan Putri. Sekiranya hamba boleh tahu mengapa Tuan Putri tampak gundah gulana?” tanyanya.
Sang putri kembali terdiam sambil meneteskan air mata. Ia ingin menceritakan kegundahan hatinya, namun sungguh berat untuk mengungkapkannya.
Sang putri merasa bahwa tidak ada gunanya menceritakan masalah kepada orang lain karena tak seorang pun yang dapat membantunya.
“Oh, maaf jika pertanyaan hamba tadi telah menyinggung perasaan Tuan Putri”, ucap Ki Pande seraya hendak berlalu.
Source | : | Histori.id |
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR