Bobo.id - Para ahli masih terus menemukan gejala baru COVID-19 yang mungkin terlewat atau tidak terduga, teman-teman.
Sebab, COVID-19 merupakan penyakit baru yang masih harus diteliti lagi hingga sekarang.
Menurut para ahli, virus corona yang menyebabkan COVID-19 ini bisa menimbulkan gejala dari ujung kepala sampai ujung kaki. Gejala ini bisa berakibat fatal.
Bahkan, mereka juga menemukan kalau gejala tertentu bisa berlangsung selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan, meski sudah dinyatakan negatif COVID-19.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), ada berbagai gejala yang dilaporkan oleh mereka yang sudah terinfeksi virus.
Umumnya masa inkubasi rata-rata sekitar 5-6 hari, tapi beberapa orang mengalami tanda-tanda infeksi dua hari sesudah terpapar.
Melansir Kompas.com, inilah 10 gejala baru yang tak terduga sebelumnya:
1. Hilangnya Indera Perasa dan Penciuman
Salah satu gejala yang muncul pada banyak orang adalah kehilangan kemampuan untuk mengecap dan mencium.
Salah satu gejala awal COVID-19 adalah hilangnya kemampuan indera perasa atau disebut ageusia, gejala ini bisa muncul hanya dalam dua hari sesudah terpapar.
Seiring dengan hilangnya indera rasa, pasien juga kemungkinan mengalami kehilangan indera penciuman yang juga disebut anosmia, di awal infeksi.
Kalau mengalami ini bersamaan dengan gejala lainnya, sebaiknya segera beri tahu dokter.
Pada beberapa orang, gejala ini bahkan bertahan sampai berbulan-bulan.
2. Kesulitan Bernapas
Sesak napas adalah gejala umum COVID-19. Namun, kesulitan bernapas yang serius bisa jadi tanda sindrom gangguan pernapasan akut, yang bisa berakibat fatal.
Ini gejala lain yang membutuhkan perhatian medis segera.
Menurut Harvard Medical School, ada banyak contoh sesak napas sementara yang tidak mengkhawatirkan.
Misalnya, saat merasa sangat cemas, biasanya sesak napas akan muncul tapi kemudian hilang saat sudah tenang.
Namun, kalau selalu merasa sesak napas atau kesulitan menghirup udara setiap kali memaksakan diri, perlu segera menghubungi dokter.
3. Kelelahan
Kelelahan merupakan salah satu gejala awal COVID-19. Masalahnya, gejala ini bisa bertahan sampai berminggu-minggu kemudian.
Hal ini sangat mengganggu, karena kalau banyak orang mengalami ini, maka sesudah pulih dari COVID-19 mereka mungkin tidak baik-baik saja.
Ini adalah fenomena yang disebut long haul, dan para dokter mengkhawatirkan efeknya pada kesehatan jangka panjang.
Melansir CNN, penyakit kronis, myalgic encephalomyelitis - sindrom kelelahan kronis - bisa berlangsung selama puluhan tahun.
Sindrom ini sering kali berakar sesudah mengalami beberapa bentuk infeksi virus, seperti virus Epstein-Barr atau virus Ross River.
Virus corona tampaknya jadi satu lagi virus yang berpotensi memicu timbulnya kondisi yang melemahkan ini.
Baca Juga: Virus Corona Bisa Menempel di Permukaan Benda, Apakah Virusnya Bisa Menular Melalui Makanan?
4. Ruam Kulit
Menurut Studi Gejala COVID-19, sekitar 20% orang yang didiagnosis dengan COVID-19 melaporkan gejala perubahan kulit, seperti ruam merah dan bergelombang; gatal-gatal; atau iritasi yang menyerupai cacar air.
Masalah kulit ini sangat umum, sehingga beberapa dokter khawatir enggak ada cukup kesadaran akan potensi bahaya.
Para peneliti mendesak pejabat kesehatan untuk menyebut ruam kulit sebagai tanda kunci keempat pada COVID-19 (selain demam, batuk terus-menerus, dan kehilangan bau).
5. Badai Sitokin
Dalam fenomena ini, sistem kekebalan merespons infeksi dengan bekerja berlebihan, menghasilkan peradangan berlebihan. Ini bisa menyebabkan gagal jantung, paru-paru, atau ginjal, dan pembekuan darah yang dapat berakibat fatal.
Badai sitokin menjadi salah satu factor yang bertanggung jawab atas tingkat keparahan flu 1918, dan para peneliti percaya COVID-19 memicu reaksi serupa dalam beberapa kasus.
Menurut Harvard Medical School, penyedia layanan kesehatan bisa menguji kadar sitokin darah untuk mengukur apakah ini mungkin terjadi.
Baca Juga: Tak Pandang Bulu, COVID-19 Juga Bisa Menyerang Anak-Anak, Ketahui Cara Mencegahnya
6. Happy Hypoxia
Tanpa ditandai gejala apapun, happy hypoxia atau silent hypoxemia mengancam jiwa atau menyebabkan kematian pada pasien yang terinfeksi virus corona SARS-CoV-2.
Secara umum suatu infeksi di jaringan paru disebut penumonia.
Pneumonia akan menyebabkan gangguan sirkulasi oksigen masuk ke dalam darah, yaitu gangguan disfungsi atau gangguan pada vaskuler (pembuluh darah). Hal ini membuat darah enggak teroksigenisasi.
Akibatnya, kandungan oksigen dalam darah rendah atau disebut hipoksemia.
Silent hypoxemia atau happy hypoxia ini tidak menimbulkan gejala atau keluhan sakit pada organ-organ tubuh.
Sampai saat ini, belum ada penjelasan ilmiah secara pasti dan jelas terkait happy hypoxia yang dialami pasien dengan COVID-19.
Kasus happy hypoxia pada pasien dengan COVID-19 sebenarnya sudah terjadi sejak awal ditemukan infeksi virus SARS-CoV-2 di Indonesia.
Happy hypoxia bisa dicegah dengan melakukan deteksi dini, dengan pemeriksaan kadar oksigen yang bisa dilakukan di fasilitas layanan kesehatan, dan juga bisa dilakukan secara mandiri.
7. Gejala Neurologis
Sebuah penelitian yang diterbitkan di Lancet pada Agustus lalu, menemukan lebih dari 55% orang yang terinfeksi virus corona, masih melaporkan gejala neurologis tiga bulan sesudah didiagnosis.
Ini bisa termasuk kebingungan, kesulitan berkonsentrasi, kelelahan, perubahan kepribadian, sakit kepala, insomnia, dan kehilangan rasa dan atau bau.
Para peneliti memperingatkan, COVID-19 pada akhirnya bisa menyebabkan "epidemi kerusakan otak," mengingat fenomena tersebut terjadi sesudah pandemi flu tahun 1918.
Baca Juga: Jadi Gejala Baru COVID-19, Apa Itu Happy Hypoxia atau Hypoxemia?
8. Peradangan pada Jantung
Salah satu aspek COVID-19 yang paling dikhawatirkan dokter adalah virus bisa menyerang otot jantung, menyebabkan peradangan yang dikenal sebagai miokarditis.
Itu bisa menyebabkan serangan jantung, kerusakan yang bertahan lama atau permanen, bahkan gagal jantung.
Sebuah penelitian baru menemukan, 7% kematian akibat COVID-19 kemungkinan disebabkan oleh miokarditis.
Lebih menakutkan lagi, selama beberapa minggu terakhir, bukti sudah memperkuat kalau kerusakan jantung bisa terjadi, bahkan di antara orang-orang yang terinfeksi virus corona tanpa gejala.
9. Pembekuan Darah
COVID-19 bisa menyebabkan pembekuan darah di dalam tubuh, secara harfiah dari kepala sampai kaki.
Satu studi menemukan, kalau 20% sampai 30% pasien COVID-19 yang sakit kritis mengalami pembekuan, yang bisa mencegah darah beroksigen mengalir ke seluruh tubuh, dan bisa berakibat fatal, termasuk memerlukan amputasi.
Sampai sekarang, para dokter belum yakin mengapa pembekuan terjadi.
10. Tidak Bergejala
Dari semua gejala yang muncul, ini adalah satu hal dari COVID-19 yang paling membuat frustrasi dokter dan pejabat kesehatan adalah sampai 40% orang yang terinfeksi virus corona tidak menunjukkan gejala, jadi memungkinkan mereka berbaur di depan umum dan menyebarkan virus corona tanpa sadar.
Itu juga membuat pelacakan (tracing) sulit dilakukan.
Cara terbaik untuk melindungi diri dan orang lain saat ini adalah dengan konsisten menjaga kebersihan, memakai masker, menjaga jarak sosial, dan mematuhi protokol kesehatan lainnya.
(Penulis: Bestari Kumala Dewi, Danastri Putri)
Baca Juga: Jika Tubuh Merasa Ada Gejala Covid-19 dan Positif, Apa yang Harus Kita Lakukan?
Penulis | : | Iveta Rahmalia |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR