Bobo.id - Siapa di sini yang suka makan mi instan? Kalau iya, berapa kali kamu makan mi instan dalam seminggu?
Mi instan seringkali dijadikan sebagai makanan penolong saat tak ada makanan di rumah. Namun, kita harus membatasi jumlah konsumsinya.
Hal itu karena makan mi instan setiap hari justru bisa membahayakan tubuh kita.
Berikut ini adalah empat risiko yang bisa dialami oleh tubuh jika makan mi instan setiap hari. Yuk, simak!
Baca Juga: Gangguan Pada Sistem Pencernaan serta Faktor yang Memengaruhi
1. Tidak Bisa Cepat Dicerna Tubuh
Mi instan ternyata bisa membebani kinerja sistem pencernaan kita.Tubuh kita memerlukan waktu berjam-jam untuk bisa memecah mi instan.
Hal ini karena mi insyan bisa menyebabkan gangguan kadar gula darah dan pelepasan insulin jika dicerna terlalu cepat.
Karena disimpan lama di dalam tubuh, akibatnya pencernaan jadi lambat.
Bahan kimia beracun dan pengawet juga akhirnya ikut mengendap di dalam tubuh. Misalnya bahan pengawet, seperti Butylated hydroxyanisole (BHA) dan t-butylhydroquinone (TBHQ).
TBHQ dan BHA digunakan dalam produk agar bisa berahan lama.
Sayangnya kedua bahan kimia itu sebenarnya bersifat karsinogenik, artinya berpotensi menyebabkan kanker.
2. Tinggi Kandungan Garam
Mengonsumsi terlalu banyak garam bisa memengaruhi kesehatan kita secara keseluruhan.
Sayangnya tidak banyak yang menyadari risiko apa yang sebenarnya bisa muncul pada tubuh kita.
Mi instan kaya akan kandungan garam.
Kelebihan natrium atau garam ini bisa menyebabkan tekanan darah tinggi hingga penyakit jantung.
Bahkan menurut penelitian American Journal of Hypertension pada tahun 2014, konsumsi makanan bernatrium tinggi menjadi faktor utama kematian yang tinggi dalam 23 studi kasus.
3. Mengandung MSG
Monosodium glutamat atau biasanya disebut sebagai MSG bisa kita temukan berada di berbagai makanan.
Menurut FDA, MSG diberi label sebagai aditif yang aman, dengan efek berbahaya masih diperdebatkan.
Namun data kesehatan dan nutrisi yang dikumpulkan dari China Health and Nutrition Survey menunjukkan sebaliknya, dengan konsumsi MSG yang tinggi dalam waktu lama yang menyebabkan kelebihan berat badan.
4. Meningkatkan Risiko Penyakit Jantung
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Nutrition, ditemukan bahwa perempuan yang mengonsumsi lebih banyak mi instan memiliki risiko sindrom metabolik yang jauh lebih besar daripada mereka yang makan lebih sedikit.
Apa itu sindrom metabolik? Ini adalah sekelompok gejala seperti obesitas sentral, tekanan darah tinggi, kadar kolesterol HDL rendah.
Itu semua meningkatkan kemungkinan kita mengalami penyakit jantung, diabetes, atau stroke.
Mengapa mi instan bisa meningkatkan risiko penyakit jantung? Ternyata itu disebabkan oleh cara pembuatannya yang digoreng terlebih dahulu.
Seperti yang kita tahu menggoreng bisa mengurangi nilai gizi dan meningkatkan kandungan lemak jenuh.
Keduanya tentu tak baik untuk kesehatan kita secara keseluruhan.
Makan Mi Instan Hanya Boleh 1-2 Kali dalam Sebulan
Mi instan tidak bisa dianggap sebagai pengganti makanan, karena itu tidak ada saran rekomendasi jumlah konsumsi mi instan.
Hal ini disampaikan oleh ahli diet Mount Elizabeth Hospital, Ibu Seow Vi Vien yang dikutip dari The Strait Times via Kompas.com.
Baca Juga: Konsumsi Mi Instan Berlebihan Membahayakan Tubuh, Ini 5 Cara Mudah untuk Atasi Ketagihan Mi Instan
Namun menurut Bu Vien, batas aman makan mi instan dalam seminggu adalah 1-2 kali.
Sementara Dr. Frank B. Hu, profesor nutrisi dan epidemiologi di Harvard, merekomendasikan untuk konsumsi mi instan 1-2 kali dalam sebulan melansir The New York Times via Kompas.com.
Makan mi instan beberapa kali dalam seminggu, menurut beliau, bisa menimbulkan masalah kesehatan.
Hal ini karena kandungan tinggi garam dalam mi instan dan juga kurangnya nutrisi untuk tubuh.
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Source | : | LifeHack,KOMPAS.com |
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR