Bobo.id - Teman-teman pasti pernah mendengar informasi tentang pemindahan ibu kota yang kini masih berada di Jakarta.
Ibu kota rencananya akan dipindahkan ke wilayah Kalimantan Timur.
Bahkan pemindahan ibu kota ini akan diikuti dengan pemberian nama baru, lo.
Bila sekarang teman-teman mengenal Jakarta sebagai ibu kota, maka nantinya ibu kota baru akan berganti nama menjadi Nusantara.
Pemberian nama ini diumumkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.
Ia menyebut bahwa Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sudah memilih nama tersebut setelah ada beberapa opsi pilihan.
Kabarnya ada 80 nama yang sudah diusulkan untuk menjadi nama ibu kota baru, seperti Negara Jaya, Nusantara Jaya, Nusa Karya, Pertiwipura, dan Cakrawalapura.
Namun Presiden Jokowi memilih nama Nusantara untuk diberikan pada ibu kota baru.
Pemberian nama Nusantara ternyata bukan tanpa alasan, ada alasan dan sejarah dari nama tersebut.
Baca Juga: Ibu Kota Indonesia Akan Diganti Nama dan Pindah Lokasi ke Kalimantan, Ini Fakta Menariknya
Alasan Diberi Nama Nusantara
Terkait alasan kenapa nama Nusantara yang dipilih, karena kata tersebut sudah dikenal sejak lama dan ikonik di dunia internasional.
Sehingga nama Nusantara dianggap bisa menggambarkan Indonesia dengan lebih baik di kancah internasional.
Selain alasan itu, ada juga sejarah panjang dari nama Nusantara yang dipilih oleh Presiden Jokowi.
Sejarah dan Asal Usul Nama Nusantara
Nama Nusantara lahir di masa Kerajaan Majapahit yaitu sekitar sekitar abad ke-14.
Nusantara saat itu digunakan dalam konteks politik untuk menyebut sebuah wilayah yang terdiri dari gugusan atau rangkaian pulau yang terdapat di antara benua Asia dan Australia, bahkan termasuk Semenanjung Malaya.
Bahkan dalam sejarah nama Nusantara juga tercatat pernah diucapkan oleh Patih Kerajaan Majapahit, Gajah Mada.
Gajah Mada mengucapkannya lewat sumpah yang dikenal sebagai Sumpah Palapa.
Baca Juga: Punya Ratusan Museum, Ini 5 Fakta Menarik Kota London di Inggris
Sumpah itu diucapkannya saat upacara pengangkatan menjadi Patih Amangkubumi Majapahit.
Sumpah Palapa berbunyi:
"Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Samana isun amukti palapa."
Artinya, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikian saya (baru akan) melepaskan puasa."
Sumpah yang disampaikan Gadah Mada tersebut berkaitan dengan keinginannya untuk memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Saat itu, wilayah kekuasaan Majapahit sudah cukup luas mencakup sebagian pulau Jawa yaitu Jawa Tengah dan Timur.
Gajah Mada menggunakan kata Nusantara untuk menyebut beberapa kerajaan di luar wilayah kekuasaan Majapahit yang akan ditakhlukkannya.
Bahkan wilayah yang dimaksud Gajah Mada tersebut mencakup banyak pulau yang sekarang menjadi satu kesatuan Republik Indonesia.
Nama Nusantara yang Sempat Dilupakan
Nama Nusantara yang berasal dari kata nusa yang berarti pulau, dan antara yang berarti lain atau seberang.
Sehingga Nusantara memiliki arti pulau-pulau yang besebrangan.
Istilah Nusantara sempat hilang setelah Kerajaan Majapahit bubar.
Namun pada abad 20-an nama Nusantara kembali dibumingkan oleh seorang tokoh nasional.
Tokoh pendidikan nasional dan sekaligus pendiri Taman Siswa yaitu Ki Hajar Dewantara menggunakan nama Nusantara sebagai alternatif penyebutan Hindia Belanda.
Sejak saat itu, nama Nusantara menjadi identik dengan Indonesia dan kembali dikenal banyak orang.
Kini nama itu pun akan disematkan sebagai nama ibu kota baru Indonesia.
Nah, itu tadi penjelasan alasan dan sejarah dari penamaan ibu kota baru yaitu Nusantara.
(Penulis : Rizal Setyo Nugroho/Amirul Nisa)
Tonton video ini, yuk!
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Amirul Nisa |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR