Bobo.id - Teman-teman, pernahkah kamu mendengar bahwa selalu merasa haus bisa jadi gejala diabetes?
Semua orang bisa merasakan haus, karena haus menandakan bahwa tubuh kekurangan cairan, sehingga harus segera dipenuhi kembali.
Namun, jika rasa haus tersebut terlalu sering datang, bisa menjadi gejala diabetes insipidus, lo.
Apa itu diabetes insipidus? Dilansir dari Heallthline, diabetes insipidus adalah kondisi langka yang terjadi ketika ginjal tidak dapat menghemat air.
Inilah mengapa orang yang mengalami diabetes insipidus akan merasakan haus yang ektrem dan sering buang air kecil.
Penyebab Diabetes Insipidus
Tidak seperti diabetes melitus, diabetes insipidus tidak terkait dengan kondisi kadar gula dalam darah.
Proses munculnya diabetes insipidus juga tidak berkaitan dengan pola makan atau gaya hidup seperti diabetes melitus pada umumnya.
Menurut Alodokter.com, diabetes insipidus terjadi akibat gangguan pada hormon yang membantu mengatur kadar cairan tubuh.
Hormon tersebut bernama antidiuretik (ADH), berfungsi membatasi pembuangan cairan tubuh dalam bentuk urine berdasarkan tingkat kebutuhan cairan tubuh saat itu.
Ketika hormon antidiuretik terganggu, maka produksi urine menjadi berlebih, sehingga pasien diabetes insipidus menjadi sering buang air kecil dan sering merasa haus.
Baca Juga: Jangan Dianggap Sepele, Ini 12 Gejala Diabetes pada Tubuh yang Sering Terabaikan
Gejala Diabetes Insipidus
Menurut data dari Heallthline, orang yang sehat biasanya akan buang air kecil antara 1 sampai 3 liter urine sehari.
Sedangkan orang dengan diabetes insipidus dapat mengeluarkan urine sebanyak 20 liter setiap harinya, dan dapat terjadi setiap 15–20 menit.
Berdasarkan penyebabnya, inilah beberapa jenis diabetes insipidus beserta gejala-gejalanya.
1. Diabetes insipidus kranial
Diabetes insipidus kranial atau diabetes insipidus sentral terjadi akibat kerusakan pada hipotalamus atau kelenjar pituitari.
Hipotalamus adalah bagian otak yang mengeluarkan hormon untuk mengendalikan fungsi organ dan sel tubuh.
Sedangkan kelenjar pituitari adalah organ kecil di bawah otak yang menghasilkan hormon-hormon penting pada tubuh.
2. Diabetes insipidus nefrogenik
Diabetes insipidus nefrogenik terjadi akibat kelainan pada struktur ginjal sehingga ginjal tidak dapat merespons ADH dengan baik.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh kelainan genetik yang dialami sejak lahir (congenital nephrogenic diabetes insipidus).
Baca Juga: Jangan Habiskan Liburan di Kasur, Ini Bahaya Tidur Terlalu Lama dan Cara Mengatasinya
3. Diabetes insipidus dipsogenik
Diabetes insipidus dipsogenik disebabkan oleh gangguan pada pengiriman sinyal rasa haus dari otak. Sehingga, orang yang mengalami penyakit ini selalu merasa sangat haus.
4. Diabetes insipidus gestasional
Diabetes insipidus gestasional adalah jenis diabetes insipidus yang hanya dialami oleh ibu hamil. Kondisi ini bisa terjadi ketika plasenta menghasilkan enzim yang merusak ADH.
Dari penjelasan di atas, dapat ditemukan bahwa gejala umum orang dengan diabetes insipidus adalah sebagai berikut.
- Selalu merasa sangat haus meski sudah minum banyak air
- Sering buang air kecil dalam jumlah banyak, baik di siang maupun malam hari
- Urine berwarna pucat atau tidak berwarna
- Lelah, mudah marah, dan sulit berkonsentrasi dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Diabetes Insipidus pada Anak
Setelah membaca beragam informasi penting tentang diabetes insipidus, apakah penyakit ini bisa menyerang anak-anak?
Diabetes insipidus bisa terjadi pada anak-anak dan remaja, namun gejalanya sulit dikenali karena sebagian besar anak-anak tidak bisa menyebutkan keluhannya.
Biasanya, gejala diabetes insipidus pada anak adalah kebiasaan sering mengompol, selera makan menurun, berat badan menurun tanpa sebab, hingga suhu tubuh meningkat.
---
Baca Lagi! |
1. Penyebab diabetes insipidus (halaman 1) |
2. Gejala diabetes insipidus (halaman 2-3) |
Tonton video ini, yuk!
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | alodokter.com,Healthline |
Penulis | : | Grace Eirin |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR