Bobo.id - Tahukah teman-teman siapa wartawan perempuan pertama Indonesia?
Wartawan perempuan pertama itu adalah Ruhana Kuddus yang berasal dari Koto Gadang, Sumatra Barat.
Pada peringatan Hari Pres Nasional hari ini, 9 Fabruari 2023, kita akan berkenalan dengan sosok Ruhana Kuddus yang akan menginspirasi teman-teman.
Sosok Ruhana Kuddus bukan hanya wartawan perempuan biasa, tapi juga merupakan tokoh yang berperan dalam bidang pendidikan, lo.
Bahkan ia juga mendirikan sebuah sekolah yang untuk meningkatkan pendidikan di kota tempatnya tinggal.
Lalu, seperti apa sosok Ruhana Kuddus itu? Berikut akan dijelaskan biografi singkat dari tokoh wartawan perempuan satu ini.
Ruhana Kuddus adalah perempuan yang lahir di Koto Gadang, Sumatra Barat, pada 20 Desember 1884 dengan nama pertama Siti Ruhana.
Ia adalah putri seorang kepala jaksa di Karesidenan Jambi dan Medan yang bernama Mohammad Rashad Maharadja Soetan.
Karena pekerjaan sang ayah, Rohana Kuddus pernah tinggal di Alahan panjang, Sumatra Barat.
Tapi pada 1897, ia kembali ke Koto Gadang karena sang ibu meninggal dunia.
Sejak kecil, Rohana Kuddus banyak belajar dari sang ayah, sehingga bisa membaca dan paham bahasa walau tidak menempuh sekolah formal.
Baca Juga: Perbedaan Pers dan Wartawan yang Sering Dianggap Sama, Apa Saja?
Gerakan Rohanna Kuddus dalam bidang pendidikan dimulai saat ia kembali ke kampung halaman.
Ia mulai mengajarkan berbagai kerajinan tangan dan membaca Al Quran pada teman-teman perempuannya.
Sejak saat itu, Rohana Kuddus jadi memiliki tekat lebih kuat untuk memajukan kaum perempuan.
Perjuangan Ruhana Kuddus dalam memajukan perempuan dimulai dari mendirikan sekolah di Koto Gadang pada tahun 1905.
Tiga tahun setelah sekolah itu berdiri, Ruhana Kuddus menikah dengan seorang notaris yang sangat mendukung kegiatannya, yaitu Abdoel Koeddoes.
Setelah sekolah, Ruhana Kuddus tidak berhenti di situ, ia memutuskan untuk mendirikan sebuah perkumpulan pendidikan perempuan yang diberi nama Kerajinan Amai Setia (KMS).
Perkumpulan itu didirikan dengan tujuan untuk mengajarkan keterampilan di luar rumah tangga, termasuk membaca tulisan Jawa dan Latin.
Setelah empat tahun berdiri dan ada 60 siswa KMS mulai diakui oleh Belanda. Pengakuan itu membuat Ruhana Kuddus mulai bisa bekerja sama dengan Belanda.
Ia banyak mendapatkan kebutuhan menjahit untuk sekolahnya dari Belanda.
Selain sibuk dengan KMS, Ruhana Kuddus juga banyak menulis puisi serta artikel yang membawanya menjadi seorang jurnalis.
Ruhana Kuddus dengan keterampilan menulisnya mulai mendirikan surat kabarnya sendiri yang bernama Sunting Melayu pada tahun 1912.
Baca Juga: 7 Cara Menjadi Wartawan Andal dan Profesional yang Kamu Impikan
Surat kabar itu dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan pendidikan perempuan di Indonesia.
Surat kabar tersebut banyak membahas isu politik, tradisionalisme, poligami, perceraian, hingga pendidikan anak perempuan.
Tapi, kesimbukannya pada surat kabar ternyata membuat KMS mendapat masalah.
Ruhana Kuddus pun mendapat tuduhan telah menggunakan dana KMS untuk keperluan pribadi.
Masalah itu membawanya menjalani beberapa persidangan yang berakhir ia tak bersalah.
Namun, hak atas KMS justru dilepaskan oleh Ruhana Kuddus dan memilih pindah ke Bukittinggi di Sumatra Barat.
Bersama dengan itu, ia juga meninggalkan surat kabar Sunting Melayu miliknya pada awal 1921.
Setelah pindah ke Bukittinggi, Ruhana Kuddus mulai membuat sekolah baru yang dikelola sendiri.
Kemudian ia juga bergabung dengan sekolah Dharma Putra sebagai pengajar.
Namun, seiring berjalannya waktu, Ruhana Kuddus mulai tidak nyaman dengan sikap Belanda dalam menyengsarakan rakyat.
Ia pun turut melakukan perlawanan pada Belanda melalui berbagai tulisannya yang membakar semangat.
Baca Juga: 5 Wartawan Terkenal di Indonesia dengan Segudang Prestasi, Siapa Idolamu?
Bahkan, ia juga memberikan ide penyelundupan senjata dari Kota Gadang ke Bukittinggi utuk melakukan serangan balik pada Belanda.
Ruhana Kuddus pun meninggal pada 17 Agustus 1972 di Jakarta.
Atas jasa yang dilakukannya untuk Indonesia, pada tahun 1974 pemerintah daerah Sumatra Barat memberi penghargaan pada Ruhana Kuddus sebagai wartawan perempuan pertama.
Lalu ia juga mendapatkan penghargaan sebagai Perintis Pers Indonesia pada tahun 1987.
Kemudian pada tahun 2007, Ruhana Kuddus kembali diberi Penghargaan Bintang Jasa Utama.
Bahkan belum lama ini pada 7 November 2019, Ruhana Kuddus ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, melalui Keppres No. 120/TK/2019.
Nah, itu perjuangan Ruhana Kuddus dalam memperjuangkan hak perempuan dan perjuangannya melawan penjajah.
Baca Juga: Perbedaan Wartawan dan Reporter yang Perlu Diketahui, Jangan Sampai Salah
----
Kuis! |
Kapan dan dimana Ruhana Kuddus lahir? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id. Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Amirul Nisa |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR