Bobo.id - Bagaimana jadinya, kalau sebenarnya ada gadis yang bertugas menyapu awan-awan agar hujan tidak turun?
Dongeng anak dari Majalah Bobo kali ini menceritakan si Gadis Penyapu Awan. Seperti apa kisahnya? Yuk, baca dongengnya!
Gadis Penyapu Awan
Cerita oleh Veronica Widyastuti/Dok. Majalah Bobo
Namaku Penyapu Awan. Apakah teman-teman pernah mendengar namaku? Tidak? Ah, sudah kuduga!
Orang-orang memang tidak pernah peduli padaku. Itulah sebabnya aku menjadi sedih.
Kalau mendengar namaku, teman-teman pasti tahu tugasku. Ya, menyapu awan-awan agar hujan tidak turun di musim kemarau.
Aku ditugaskan oleh Dewa Matahari. Ugh, tapi, sekarang aku sedang bosan dengan tugasku.
Bagaimana tidak bosan? Aku sudah capek-capek berusaha menyapu awan-awan. Aku harus memindahkan mereka dari atas negeri yang sedang mengalami musim kemarau ke atas negeri yang sedang musim hujan.
Uhhh... berat sekali menyapu awan yang besar-besar itu! Aku sampai berkeringat.
Tiba-tiba aku mendengar percakapan dua anak manusia. Aku tahu, nama mereka Aresta dan Felicia. Mereka tinggal di negeri yang sedang musim kemarau.
Baca Juga: Dongeng Anak: Beki Bebek yang Ramah #MendongenguntukCerdas
"Huuh, panas sekali!" seru Aresta.
"lya," sahut Felicia. "Coba ada awan yang selalu memayungi langkah kita. Pasti matahari tidak akan bersinar begitu terik."
"Ini pasti ulah Penyapu Awan!" gerutu Aresta. Felicia menoleh. "Siapa dia?"
"Ah, dia hanya si jelek tukang menyapu awan-awan yang seharusnya meneduhkan kita!" kata Aresta.
Apa? Aresta menyebutku si jelek? Tentu saja aku sebal mendengar obrolan kedua anak itu. Huh, mereka cuma iri padaku! Pasti karena aku lebih cantik.
Hmm, aku ingin membalas kata-kata mereka yang kasar itu. Pelan-pelan, aku mengambil sapuku.
Awan-awan yang sudah ku kumpulkan di sudut langit aku acak-acak lagi. Nah, sekarang awan bertebaran di mana-mana. Hihi, pasti sebentar lagi turun hujan.
Duarr! Benar saja! Petir, temanku, mulai menepukkan tangannya hingga mengeluarkan bunyi keras.
Hahaha... aku tertawa melihat Aresta dan Felicia lari mencari tempat perlindungan. Aku tambah awan lagi, ah!
Duarr! Petir kembali menepukkan tangannya. Kini, hujan rintik- rintik mulai turun.
Semakin lama, semakin deras. Hahaha... aku terpingkal-pingkal melihat Aresta dan Felicia berlari dengan tubuh basah kuyup. Rasakan pembalasanku!
Baca Juga: Dongeng Anak: Pahitnya Buah Maja #MendongenguntukCerdas
Ups, siapa yang datang? Oh, Dewa Matahari mendatangiku! Apa yang harus kulakukan? Aku harus bersembunyi!
Aku buru-buru mengambil sapuku. Tapi, belum sempat aku berlari, Dewa Matahari sudah memegang tanganku!
"Gadis Penyapu Awan! Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu tidak melakukan tugasmu?" tanya Dewa Matahari dengan marah.
"S...ss...saya....," jawabku dengan gugup. Oh, apa yang harus kukatakan?
Tiba-tiba Dewa Matahari melihat Aresta dan Felicia yang basah kuyup.
"Siapa mereka?" tanya Dewa Matahari. Haruskah aku berterus terang? Aku pun terisak. "Aresta dan Felicia. Mereka menyebutku si jelek."
Dewa Matahari tersenyum. Ugh, bagaimana mungkin dia bisa tersenyum, padahal hatiku begitu sakit.
"Ayo, ikut aku!" ajak Dewa Matahari. Aku menurut dan mengikutinya.
"Gadis Penyapu Awan, lihatlah di sebelah sana!"
Aku memandang ke arah yang ditunjuk Dewa Matahari. Seorang laki-laki bersama istrinya sedang memandang hujan dari jendela rumah mereka.
"Kenapa hujan turun di musim kemarau? Tanaman kita, kan, jadi rusak," keluh sang lelaki.
Baca Juga: Dongeng Anak: Bentihe di Hutan Lehi Kuihi #MendongenguntukCerdas
"Jadi, kita tidak akan bisa panen?" tanya sang istri. Laki-laki itu menarik napas panjang.
"Panen?! Semua tanaman di ladang kita pasti busuk."
Aku melihat air mata mengalir di pipi perempuan itu. Tanpa sadar, aku mengusap pipiku juga. Basah oleh air mata. Dewa Matahari memandangku.
"Bagaimana? Sudah melihat hasil perbuatanmu?"
Aku mengangguk. Ya, semua ini salahku. Aku hanya mencari kesenanganku sendiri tanpa memikirkan orang lain.
Aku senang bisa membalas kelakuan Aresta dan Felicia. Tapi, aku tidak berpikir kalau apa yang kulakukan bisa menyusahkan orang lain.
Seandainya awan tidak kusebar, hujan tidak akan turun. Tanaman di ladang petani itu tidak akan busuk. Mereka akan menikmati panen dan bisa hidup dari hasil panen itu.
Kutahan air mataku. Aku kembali menyapu awan-awan. Ternyata, tugasku sangat berarti bagi orang lain. Aku tak peduli lagi meskipun ada yang mengatakan aku jelek.
Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Apapun yang dikatakan orang lain, aku tetap bangga pada diriku, Gadis Penyapu Awan.
Baca Juga: Dongeng Anak: Asal Mula Belang si Kelinci #MendongenguntukCerdas
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Penulis | : | Iveta Rahmalia |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR