Bobo.id - Beberapa hari lalu, seseorang mengunggah video terjadinya hujan abu tipis di Sleman, Yogyakarta ke media sosial.
Bersumber dari Kompas.com, diketahui fenomena ini muncul pada hari Jumat (25/8) mulai pukul 06.00 WIB.
Namun, hujan abu tipis ini diawali dengan kabut tebal di pagi hari, bersamaan dengan udara lingkungan yang dingin.
Sehari setelahnya, kabut dan hujan abu tidak muncul lagi. Bagaimana penjelasan para ahli?
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso mengatakan bahwa fenomena di Yogyakarta itu bukanlah hujan abu.
Beliau menjelaskan, di Yogyakarta hingga Purworejo sedang mengalami kabut akibat musim kemarau.
Kondisi yang gelap dan dingin pada pagi hari yang terjadi di beberapa tempat disebabkan karena faktor cuaca dan debu.
Jadi, fenomena itu tidak ada hubungannya dengan hujan abu dari aktivitas Gunung Merapi.
Lantas, kenapa kabut bisa muncul ketika cuaca kering dan musim kemarau, ya? Yuk, cari tahu penjelasannya!
Terjadinya Kabut saat Kemarau
Bersumber dari National Geographic, kabut muncul ketika uap air sedang mengembun.
Baca Juga: Teleskop Hubble Berhasil Tangkap Galaksi Tertutup Kabut, Bagaimana Bentuknya?
Selama proses kondensasi ini, molekul uap air bergabung untuk membuat tetesan air kecil yang berada di udara.
Kabut biasanya terjadi pada saat cuaca sangat lembap, karena harus ada banyak uap air di udara agar kabut terbentuk.
Jadi, selain di dataran tinggi, dataran rendah juga bisa mengalami kabut, asalkan kelembapan sedang tinggi di wilayah tersebut.
Akan tetapi, kabut juga bisa muncul ketika udara sangat kering, teman-teman.
Menurut laman nature.com, ketika udara tetap kering selama berhari-hari, awan sering tidak tampak pada siang hari.
Pada saat itulah, kabut asap tebal bisa muncul, karena partikelnya menyebarkan sinar.
Kabut pada musim kemarau terdiri dari partikel halus yang mengandung jelaga atau asap berwarna hitam.
Ini dapat terbentuk ketika polutan gas yang berasal dari berbagai emisi karbon diubah menjadi suatu materi yang dapat mengalami kondensasi.
Kabut Bukan Bagian dari Awan
Bersumber dari eartheclipse.com, kabut bukanlah awan karena komponen pembentuknya yang berbeda.
Kabut merupakan aerosol terlihat yang terdiri dari kristal es kecil atau tetesan air yang terbentuk di dekat permukaan bumi.
Baca Juga: Fenomena Alam yang Bisa Muncul Tiba-Tiba, Ini 6 Jenis Kabut yang Unik
Kabut memang sering disebut awan yang stabil dengan kelembapan relatif 100%.
Namun, awan terbentuk dari uap yang berubah menjadi cair dan berbentuk partikel kecil yang mengalami kondensasi.
Sedangkan kabut terbentuk karena pendinginan udara tanah yang mengubah uap menjadi es atau air cair.
Awan berada di ketinggian 19 kilometer di atas laut, atau serendah 12 meter di atas tanah. Sedangkan kabut berada di permukaan tanah, tidak lebih tinggi dari 50 meter di atas tanah.
Kabut tidak bisa disebut awan karena kabut bukan bagian dari siklus air, sehingga tidak akan kembali atau terserap ke tanah.
----
Kuis! |
Kapan terjadinya kabut yang dikira hujan abu di Yogyakarta? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Source | : | Kompas.com,Nature |
Penulis | : | Grace Eirin |
Editor | : | Bobo.id |
KOMENTAR