Bobo.id - Dalam setahun, Indonesia mengalami dua jenis cuaca, yakni musim kemarau dan musim penghujan.
Berdasarkan perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indonesia akan mulai memasuki musim kemarau pada bulan Juli hingga Agustus 2023.
Namun, hingga hari ini, musim hujan belum juga datang di sebagian besar wilayah Indonesia.
Bersumber dari Kompas.com, BMKG menyampaikan bahwa musim hujan diprediksi akan datang lebih lambat.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati megatakan setidaknya ada 446 zona musim atau sekitar 64 persen dari wilayah zona musim akan mengalami musim hujan mundur dari waktu normalnya.
Sementara 8 persen memasuki musim hujan normal, 3,2 persen zona musim diprediksi mengawali musim hujan lebih awal.
Dari prediksi tersebut, Sumatra Barat dan Riau bagian selatan yang akan mengalami musim hujan pada bulan September.
Lantas, mengapa musim hujan bisa tahun ini mundur? Yuk, cari tahu!
Penyebab Musim Hujan Mundur
Menurut pemantauan BMKG, indeks IOD (Indian Ocean Dipole) positif dan fenomena El Niño moderat yang memengaruhi pengurangan curah hujan di Indonesia.
Bahkan, akibat faktor tersebut, sejumlah wilayah di Indonesia tidak mengalami hujan sama sekali selama dua bulan lebih, sehingga memicu kekeringan.
Baca Juga: Ada Fenomena Alam Unik Hujan Lokal di Musim Kemarau, Apa Penyebabnya?
Indian Ocean Dipole adalah perbedaan suhu permukaan laut antara dua wilayah, yaitu Samudra Hindia bagian barat dan Samudra Hindia bagian timur di selatan Indonesia.
Sedangkan El Niño dapat menyebabkan musim kemarau menjadi lebih kering dan curah hujan di bawah normal.
Bersumber dari Kompas.id, Ardhasena Sopaheluawakan selaku Pelaksana Tugas Deputi BMKG mengatakan puncak kekeringan di Indonesia diprediksi terjadi di bulan Agustus hingga September.
Dari informasi tersebut, diperkirakan awal musim hujan secara umum diprediksi terjadi pada November 2023.
Dampak El Niño
National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) mendefinisikan El Niño sebagai proses memanasnya perairan Samudra Pasifik menjelang awal setiap tahun.
Seperti yang disebutkan di atas, fenomena El Niño masih berhubungan dengan gangguan iklim Indian Ocean Dipole (IOD).
IOD ditandai dengan perbedaan suhu permukaan laut antara bagian timur dan barat laut.
Dalam istilah lain, Indian Ocean Dipole juga disebut Indian Niño. Sebab, karakteristiknya memiliki beberapa kesamaan dengan fenomena El Niño di Samudra Pasifik.
Ada dua fase IOD yang terjadi, yaitu fase positif dan fase negatif.
Pada fase positif, air yang lebih hangat akan terkumpul di dekat Samudra Hindia bagian timur, tepatnya di lepas pantai Indonesia.
Baca Juga: Mengapa Kabut Bisa Muncul saat Musim Kemarau? Ini Penjelasannya
Sementara itu, air yang lebih dingin akan berkumpul di Samudra Hindia bagian barat, tepatnya di lepas pantai Afrika.
Fase positif IOD memicu terjadinya curah hujan rendah di Afrika timur, India, sebagian Asia Tenggara, sekaligus curah hujan tinggi di wilayah Samudra Hindia barat.
Sebaliknya, pada fase negatif, suhu akan melemah, sehinga bagian Samudra Hindia barat lebih hangat dan Samudra Hindia timur lebih dingin.
Indeks IOD positif yang dapat menyebabkan beberapa wilayah terlambat memasuki musim hujan.
Adapun daerah yang terlambat memasuki musim hujan yakni sebagian kecil Sumatra Utara, Lampung bagian selatan, sebagian kecil Banten, sebagian kecil Jawa Barat, Jawa Tengah bagian timur, Jawa Timur bagian selatan, sebagian Kalimantan Barat, sebagian NTT, Sulawesi Tengah bagian utara, Papua Barat bagian selatan, Papua bagian barat.
----
Kuis! |
Apa itu IOD? |
Petunjuk: cek di halaman 2! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Source | : | kompas.id,KOMPAS.com |
Penulis | : | Grace Eirin |
Editor | : | Bobo.id |
KOMENTAR