Bobo.id - Teman-teman, apakah kamu pernah mencari tahu tentang fenomena La Niña?
Menurut pemantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), diperkirakan pada bulan Juni nanti akan muncul fenomena La Niña.
Meski begitu, La Niña yang terjadi di wilayah Indonesia ini masuk kategori lemah hngga akhir tahun 2024.
Kira-kira apa dampaknya dan bagaimana terjadinya, ya?
Yuk, mengenal fakta menarik dan penjelasan tentang fenomena La Niña!
Fenomena La Niña
Bersumber dari National Geographic, La Niña dapat membawa suhu permukaan laut yang lebih hangat dari biasanya.
Suhu ini akan dibawa ke Samudra Pasifik bagian selatan di sekitar Australia utara, New Guinea, dan pulau-pulau di Indonesia.
La Niña merupakan pola iklim yang menggambarkan pendinginan permukaan air laut di sepanjang pantai barat tropis Amerika Selatan.
Jika teman-teman pernah mendengar tentang El Niño, maka La Niña ini merupakan kebalikannya.
Peristiwa La Niña terkadang terjadi setelah fenomena El Niño, dengan jarak tidak teratur sekitar dua hingga tujuh tahun.
Baca Juga: Musim Kemarau Segera Datang, Ini 5 Tips Jaga Kesehatan saat Cuaca Panas
La Niña ditandai dengan penurunan suhu permukaan laut lebih dari 0,5 derajat Celcius selama setidaknya lima musim dalam tiga bulan berturut-turut.
Peristiwa La Niña dapat berlangsung antara satu hingga tiga tahun.
Dampak La Niña
Apa yang menyebabkan terjadinya fenomena La Niña?
La Niña disebabkan oleh peningkatan suhu air yang lebih dingin dari biasanya di wilayah tropis Pasifik dan wilayah Samudra Pasifik.
Angin pasat dan arus laut yang sangat kuat dan bergerak ke arah timur membawa air dingin ke permukaan, disebut upwelling.
Lalu, apa dampak terjadinya La Niña?
Berdasarkan pemantauan, baik El Niño dan La Niña memengaruhi pola curah hujan, tekanan atmosfer, dan sirkulasi atmosfer secara keseluruhan.
Sirkulasi atmosfer adalah pergerakan udara dalam skala besar, yang bersama dengan arus laut menyebarkan energi panas ke permukaan Bumi.
La Niña ditandai dengan tekanan udara yang lebih rendah dari normal di Pasifik bagian barat.
Zona bertekanan rendah ini berkontribusi terhadap peningkatan curah hujan, yang juga berhubungan dengan monsun musim panas di Asia Tenggara lebih tinggi dari biasanya.
Baca Juga: Atasi Haus Membandel, Ini 5 Jenis Buah Tinggi Kandungan Air untuk Cegah Dehidrasi
Bisakah Dipantau?
Para ilmuwan biasanya mengumpulkan data tentang El Niño dan La Niña menggunakan teknologi khusus.
Misalnya, National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) mengoperasikan jaringan pelampung untuk mengukur suhu permukan laut, suhu udara, arus, angin, dan kelembapan.
Pelampung ini berada di sekitar 70 lokasi, mulai dari Kepulauan Galapagos hingga Australia.
Pelampung ini kemudian akan mengirimkan data ke peneliti dan ahli meteorologi setiap hari agar dapat dipantau.
Fenomena La Niña bisa diukur dan di kelompokkan menjadi beberapa macam.
Dua cara yang bisa digunakan untuk mengukur La Niña adalah dengan sea surface temperature (SST) dan southern oscilation index (SOI).
Pembagian pertama dengan cara SST akan mengelompokkan fenomena ini sebagai berikut:
1. La Niña lemah, jika SST bernilai lebih besar dari -0,5 dan berlangsung selama 3 bulan berturut-turut.
2. La Niña sedang, jika SST menunjukkan nilai -0,5 sampai -1 dan berlangsung minimal tiga bulan berturut-turut.
3. La Niña kuat, jika nilai SST lebih kecil dari -1 selama setidaknya tiga bulan berturun-turut.
Cara kedua adalah dengan SOI. SOI mencatat perbedaan tekanan udara permukaan di daerah Pasifik Timur dengan tekanan udara permukaan daerah Indo-Australia.
Baca Juga: Dilanda Suhu Panas, Ini 5 Masalah Kulit dan Tubuh yang Bisa Muncul
----
Kuis! |
Kapan La Nina diperkirakan terjadi di Indonesia? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Grace Eirin |
Editor | : | Bobo.id |
KOMENTAR